Journey of My Life

seputar catatan yang katanya jurnal

  • Home
Home Archive for 2017
Jadi, ada kerabat yang minta tolong masukin blognya ke Ads gue. Yah, gue iyain. Sok aja. Lagian Ads gue juga nganggur. Gak sibuk-sibuk amat trafiknya. Selang beberapa hari dia nanya udah dimasukin belom. Gue jawab belom. Sampe pada satu titik gue buka juga.
Hari itu siang biasa aja, tapi malem rada kesel. Bikes deh kalo bahasa sekarang. Gue udah lama gak buka Ads. Jadi butuh waktu adaptasi. Perlu waktu untuk mempelajari tampilannya yang baru. Gue buka atu-atu pengaturan yang loadingnya lama dan berat banget. Dapet tuh masukin satu blognya. Tapi emang butuh waktu banyak untuk masukin Ads ke satu blog untuk berbagai media. Pas gue mau jadiin admin, gue mo invite e-mailnya, eh malah gak bisa-bisa. Gak ngerti deh kenapa.
Berhubung kuota udah tipis(kenyataannya udah abis) dan batere mau abis, gue stop dulu prosesnya. Ngantuk. Pengen tidur tenang. Moga gak banyak nyamuk. Tapi jadinya malah gak bisa tidur. Jadinya malah kepikiran.
Gue yang gak nyambung sama wa-nya atau emang dia yang ngotot? Gue yang lelet atau dia yang gak sabar? Gue yang udah ketinggalan jaman atu dia yang gak tau? Mau jelasin apa lagi? Keadaan gue? Alasan dan kendala gue? Silakan deh berasumsi.
Sampe di sini gue belom bisa tidur. Dari satu pikiran, loncat kepikiran lain.
Dari hal ini gue bercermin cara minta sama Allah. Gini yah rasanya minta dengan cara yang kayak gitu.
Gue jadi nanya sendiri sebaik apa selama ini gue minta a.k.a. doa sama pemilik lama raya ini, raja alam semesta ini. Apa cara gue minta maksa? Apa cara gue minta terburu-buru? Bener-bener bikin mikir berkali-kali. Apa ibadah gue cuma ada maunya, ibadah musiman? Apa gue minta disegerakan doa terkabul? Padahal sekelas Nabi Zakaria dan Nabi Ibrahim aja butuh waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sampai doanya dikabulkan. Padahal mereka Nabi yang doanya Insya Allah terkabul. Padahal mereka Nabi yang begitu dekat  dengan Allah, yang ibadahnya sempurna, yang akhlaknya terjaga. Sedang diri ini siapa? Sholat aja gak khusyu’. Dengerin azan aja masih sambil lalu, sambil ngerjain hal lain. Sholat, puasa, sedekahnya aja masih banyak niat tersembunyi. Siapa gue yang minta doanya dikabulkan tahun ini? Siapa gue yang minta sesuatu, tapi tidak sesuai kapasitas.
Diri ini meminta dengan cara tidak baik. Yang gak sabaran, yang mendekati-Nya agar doa urusan dunianya segera terwujud. Bener-bener pengen nangis. Nangis karena diri ini bodoh, karena cara berdoa, meminta dirinya pada Allah yang Maha Suci tidak baik.
Kembali gue bercermin, nanya, juga berterima kasih pada kejadian malam itu. Bener-bener tamparan keras. Gue harus memperbaiki cara meminta dengan baik, sopan dan santun karena Ia lebih dari atasan, lebih dari raja, karena Allah Maha Tinggi.
Here, I am yang seakan lupa akan banyak hal di depan. Yang dua bulan ini kacau, babak belur. Mulai bangun siang lagi; tidur abis subuh lagi. Keliatan biasa aja, but I cried for it. Untuk banyak hal yang kujaga agar tetap di jalannya. Aku tidak peduli tentang mereka di luarku. Kejam? Yah, I know it. Tapi berikan aku kesempatan untuk menata hidupku yang hancur sepuluh tahun ini. Maybe I am little bit perfeksionis, but I am.
Aku hanya berusaha tetap dijalurnya—bukan, lebih tepatnya kembali ke jalurnya. But I know itu bukan jalan yang mudah. Aku bukan orang hebat, maka cobaanku seputar masa depan, khayalan akan masa depan, ria dan pamer untuk banyak hal. Masih melakukan hal yang sia-sia, sholatku hanya rutinitas yang entah apakah itu bernilai ibadah dan menambah imanku. Aku masih berpakai menunjukkan auratku: pergelangan tangan, kaki, dan lekuk tubuh. Masih menampilkan keindahan paras wajah. Mata ini masih melihat yang tidak baik dan tidak manfaat.
Kembali ke jalannya tidaklah mudah. Lidah ini masih menyakiti banyak orang: orang tua, sodara, teman, bahkan orang tak dikenal. Betapa bodoh diri ini. Cobaanku masih seputar itu. Itu mungkin (anggapanku) yang masih belum mendapatkan tingkatan kehidupan lain. Di saat yang lain sudah mencapai gerbang lain, aku masih di sini; terjebak oleh pikiran dan cobaan yang belum juga mendapatkan tanda “lulus”.
Sabar dan semuanya tampak susah, buntu.
Aku tidak sendiri, hanya mencoba fix all thing by my own self. Aku mungkin tampak bodoh dengan semua itu. Aku tahu sendiri berarti mati. Tapi ini bukan tugas kelompok, ini bukan tugas bersama. Akulah yang harus menyelesaikannya karena aku yang memulai semuanya. Aku yang mengambil jalan ini, maka aku harus mencari jalan kembali sendiri.
Itu semua membuatku jatuh dan hancur berkali-kali. Itu semua make me crazy, stress me out. Kubuat janji, lalu kulanggar. Aku berucap, tapi tidak pernah kulakukan. Aku terlihat baik hanya untuk menutupi sisi gelap dari diri ini. Kubuat rencana dan semuanya hanya indah di atas kertas.
Segalanya tampak sia-sia. Aku lupa siapa diri ini sebenarnya. Aku lupa apa tujuanku. Aku lupa siapa yang selalu ada di sampingku.
Aku mempermainkan banyak hal: diriku, hidupku, mereka yang ada di sekitarku, seseorang yang ada untukku, imanku, hidupku, semuanya kupermainkan. Aku seketika lupa banyak hal.
Look!!! I am fool, odd, idiot!
Jalan yang kubuat kuhancurkan sendiri. Pelan-pelan kubunuh diriku sendiri. Pelan-pelan aku menghapus mimpiku sendiri. Here I am with all messy thing that I can’t fix it. Alone with all crazy thing inside my mind. They scream inside my mind. They pull me out. Menarikku dengan kuat agar menjadi bagian dari tempat buruk yang dijanjikan pada mereka.
Please, take me out!
Tarik tanganku dari semua tarikan ini. Aku hanya butuh satu tangan yang membantuku keluar dari lubang ini. Bantu aku menata hidup dengan baik, kembali ke jalannya, kembali mengisi pikiranku dengan cahayaNya. Bantu aku menggapai tempat yang mahal itu. Bantu aku untuk melihat masa depan yang hanya ada rasa: ikhlas, sabar, syukur.

Help me. Tarik aku. Ajak aku bersamamu, kalian. Make me smile again. Make me do good thing. Teach me about life, about this deen, about Him, about myself. Help me coming back to Him.


Begitulah kegiatan kali ini disebut. Si pengisi kegiatan sudah sedikit menduga akan seperti apa jadinya.
Hari Sabtu di bulan Agustus, pegiat lingkungan dari dua nama berbeda berkolaborasi. Satu pegiat sampah agar jadi pahala alias kitas sebut saja SKPK, satu pegiat stop nyampah sembarangan a.k.a DCA.
Kegiatan Sabtu itu tentang mengolah sampah dari kantong plastik menjadi bros cantik dan tentang ecobrick. Peserta yang ikut sekitar 30-an. Ada ibu-ibu, guru-guru TK dan pemuda sekitar kampung.
Karena membuat bros dari kantong plastik ini membutuhkan keahlian merajut, jadilah rajut-merajut hal dasar yang harus diajarkan. Si pengisi yang notabene sedikit berbagi yakin kalau tidak ada yang bisa merajut. Kalaupun pernah, itu sudah lama. Entah kapan terakhir kali memegang jarum rajut atau hakken.
Semua bahan dan peralatan dengan baik disiapkan panitia dari pihak SKPK, DCA menjadi pengisi kegiatan. Pokoknya ciamik untuk urusan persiapan. Hanya lama diurusan merajut. Teknik awal merajut harus diajarkan satu-satu. Mulai dari cara memegang benang, jarum rajut, cara membuat simpul awal dan tali air atau chain. Untuk yang belum bisa atau pertama kali merajut, akan sangat susah dan membutuhkan waktu untuk menyesuaikan jari-jari agar lentur sedikit.
Semuanya ingin mencoba. Ada yang tidak bisa membuat simpul awal. Terlalu kencang menarik tali plastik, jadinya mudah putus dan simpul terlalu kecil dan tegang. Macam-macam kendalanya. Yang utama memang harus sabar untuk yang baru pertama kali mencoba.
Jadi hari itu hanya membuat dasar merajut atau membuat chain. Itu aja udah sampai juhur. Batas waktu acara. Tadinya pihak SKPK bertanya mau dilanjutkan abis juhur untuk membuat ecobrick, aku membatalkan rencana kedua. Jadi cukup sampai juhur. Ecobrick lain waktu aja.
Pahamkan kenapa disebut sesuai ekspektasi dan di luar harapan?

Ekspektasiku akan lama proses merajut. Apalagi bagi pemula. Kalau hanya satu dua orang, bisa diajarin intensif saat itu, tapi ini puluhan dan semuanya ingin mencoba. Harapanku, setidaknya sampai bikin satu bunga dan ada contoh bikin ecobrick, juga plastik-plastik sampah bisa dimanfaatkan jadi bros.
Mengingat kemerdekaan, aku teringat cerita ibuku tentang kakek dan nenekku dari pihak ayah. Aku memanggil mereka ‘engkong’ dan ‘emak’.
Ibuku mengatakan kalau dulu emak awalnya adalah istri kerabat engkong yang dititipkan kepadanya. Suami emak pergi berperang begitu lama sampai tak jelas kabarnya apakah masih hidup atau tidak. Engkong yang sudah punya dua anak memperistri emak yang beranak satu. Dan lahirlah mpok dari ayahku. Tak lama, suami emak pulang. Engkong dengan baik hati mengembalikannya pada suami emak. Baru sebentar kumpul kembali, suami emak sudah harus pergi lagi. Saat itu emak sedang hamil anak dari suaminya yang pertama.
Kabar buruk pun datang, suami emak gugur di medan perang. Maka, anak mereka lahir tanpa pernah melihat ayahnya. Untuk menghidupi kedua anaknya dari suami pertama, emak bekerja entah di mana.
Anak perempuan emak dan engkongku yang masih kecil, kata ibuku, terus menangis mencari ibunya. Maka, buyutku (aku memanggilnya ‘empi’) menyuruh saudaranya mencari emak. Begitu ditemukan bekerja di Jakarta sebagai pembantu di rumah Belanda (karena itu emak bisa sedikit-sedikit bahasa Belanda), orang suruhan empi memintanya pulang.
Mendengar cerita langka tentang kakek-nenekku membuatku ingat kata-kata seorang ibu di TV yang aktif di komunitas bersama veteran. Dia bilang pada masa itu banyak pejuang yang tidak ada kabarnya, meninggalkan anak dan istri tanpa jaminan (kayak uang atau harta), atau ada yang meninggalkan istri yang sedang hamil, tanpa tahu kapan akan kembali. Seperti itulah yang terjadi pada emak.

Dan begitulah emak dan engkong kembali tinggal satu atap sampai total anak mereka ada 13, dua meninggal, sisa 11 anak.
Well, ini kali kedua laptop kesayanganku di-insul a.k.a. instal ulang.
Pertama kali insul dari windows 7 ke yang versi 8. Kata adekku ke versi 8.1, teh. Yah, telat ngomongnya. Kata dia biar gampang kalo di-upgrade ke windows ten. Kalo diliat di keyboard laptop logonya udah jendela kotak versi 10. Udah bukan jendela meliuk-liuk atau yang versi 8; berarti bisa pake yang sepuluh. Balik lagi ke insul versi 8. Nah, bapak pemilik tempat servis ini nawarin segala corel, photoshop, autocad (secara ini toko buka di belakang kampus, paham kali, yah, sama kebutuhan mahasiswa). Well, pas diambil puaslah dengan uang merah yang harus diberikan sebagai ongkos jasa insul. Antivirus udah ada. Lengkaplah untuk ukuran kebutuhanku. Apalagi AutoCad. Secara pas kuliah teknik sipil gak pernah berhasil instal di laptop sama pc. Jadinya keahlian mengoperasikan program satu ini cuma ala kadarnya (sekarang mah udah lupa apa aja fungsinya).
Beberapa saat kemudian terjadi hal-hal berikut. Pertama, aku harus membiasakan diri dengan tampilan. Gak lama sih kalo ini. Hitungan jam udah familiar. Terus kedua, photoshop yang anehnya gak bisa dibuka pas di rumah (lagi ngecek depan bapaknya mah bisa). Iconnya mah ada di deskstop. Yowes delete aja. Ketiga, antivirus yang udah out of date. Keempat, aku keasikan bikin cover ala kadarnya sesuai kemampuanku pake corel, pas banget dengan kebutuhanku.
Untuk setahunan sih masih aman. Paling kudu update sama smadav yang free (ketauan deh kalo kere) biar ada benteng pertama dari virus-virus dan bangsanya. Lalu mulai deh muncul pemberitahuan dari windows kalo laptop dalam keadaan risk, bisa berakibat ke program yang lain kalo gak update software (pake bahasa Inggris sih. Dia minta update ke sepuluh gitu). Nah, peringatan ini selalu aku ignore sampai setahunan kemudian baru insul ke ten. Selama masa ignore ini, laptop pernah mati sendiri sampe gak mau mati abis di shut down, error gak bisa gerak panah ajaibnya (si cursor tea) sampai pernah hilang. Laptop juga pernah restart dewek dan mencari sendiri apa yang salah. Aku berusaha banget menjaga laptop dari flash disk apapun itu. Kalo pun mau nyolok di scan dulu (berhubung antivirus updatenya gak ada).
Suatu hari aku udah curiga penyebabnya karena adekku nyolok FD dan enggak di scan dulu. Padahal pagi itu aku mau ngetik. Udah deh pasrah pas hape restart dewek dan masuk ke bios. Wah, ini gak ngerti deh harus gimana. Aku sampe foto layarnya. Kirim ke adekku kenapa bisa gini. Dia bilangnya softwarenya gak ke detek. Yowes udah pasrah aja. Katanya juga sih gak kena hardisknya. Karena gak mati-mati tuh lampu indikatornya yang blue di sisi samping dekat touch pad, aku hard shut down aja. Langsung pencet lama tombol on laptop. Mati deh dan enggak aku nyalain sampe besokannya. Masalahnya ini bukan kali pertama aku matiin laptop gak pake shut down, tapi langsung di tombolnya yang notabene cuma buat ngidupin laptop (aturannya gitu, kan? Kecuali darurat). Pokoknya mah aku udah pasrah aja kalo laptop kenapa-kenapa karena belum upgrade software dan antivirus. Eh, pas adekku pulang, dia menekan  tombol on laptop seakan kemaren laptop baik-baik aja dan bener-bener nyala seperti biasa. Berfungsi dengan baik. Aneh, nih laptop.
Aku pun pergi ke service komputer-laptop di sekitar Margonda situ gak lama abis lebaran. Mbak-nya sih nanya kenapa. Dia ngira ada masalah kali, yah. Aku bilang aja cuma mau upgrade. Katanya sih cuma sebentar. Sore bisa diambil. Sebelum pergi aku udah nanya nanti diinstal juga antivirus, adobe, corel, autocad. Katanya sih itu udah standar. Oke, deh aman. Balik. Nah, pas sore mau ambil, aku cek-cek lagi isinya. Wah, belom ada autocadnya. Jadilah sejaman nunggu lagi cuma buat instal autocad.
Dan sesuai dugaanku, antivirusnya gak update. Udah, deh, menghela napas aja. Corel juga gak ada (aku butuh ini buat bikin cover). Malah kebanyakan program untuk media player/video. Photosop kembali tidak bisa dibuka. Aku gak ngerti kenapa atau akunya aja yang gak ngerti (padahal ini ada datanya di Program). Dan karena hal-hal di atas aku pikir masih mending bapak yang di belakang kampus. Lebih ramah. Malah aku yang baru pertama kali instal disuruh cek dulu. Aku udah kecewa dari nunggu autocad di instal tea. Harga sih nambah setengah dari pertama insul. Wajarlah karena udah berapa tahun masa gak naek.
Kayaknya nanti-nanti harus lebih baik lagi kalo insul atau kalo beli laptop cari yang udah instal softwarenya. Pastiin juga officenya asli atau enggak (aku masih belajar berusaha menghargai banyak hal apa yang dibuat manusia). Sama apa aja program yang dibutuhkan (padahal ini udah aku tulis di kertas supaya gak nyesel pas insul). Terakhir aku berdoa supaya nih laptop kuat. Sabar sama batere yang cuma tahan satu jeman, sabar sama batere yang udah soak, udah menurun kinerjanya.
Ini hanya celetukan pendek adikku tentang kami yang punya garis di bawah mata, percis milik Itachi Uchiha. Ada yang terlihat jelas, ada yang samar-samar dan baru nampak kalo kelelahan. Dia bilang begini, kalo kami pada capek, penuh kebencian. “Sarin-gannya udah full mode”. Aku cuma bisa terkekeh sangat mengerti maksud dari kalimatnya yang tersirat.
Aku suka iseng nanya anak-anak bimbel kalo mereka sarapan pagi apa enggak. Dan kebanyakan jawab “tidak”. Alasannya hanya karena kalo sarapan pasti akan mendorong mereka untuk buang air besar. Dan mereka malu kalau harus BAB di sekolah atau karena tidak mau sakit perut pagi-pagi (dorongan untuk BAB). Ternyata bukan hanya anak SD sekarang yang memilih tidak sarapan karena alasan tadi. Aku pernah ngobrol-ngobrol sama ibu front desk di tempat bimbel. Sambil memasak makan siang untuk tutor dan manajer bimbel, dia bilang kalo gak biasa sarapan pagi. Makanya jem segini (10-11an) udah laper. Aku bilang udah makan di rumah. Dia bales, enggak biasa makan pagi dari SMA. Malu kalo ke kamar mandi di sekolah. Dan kebiasaan ini terus berlanjut sampai punya anak udah SMP.
Dari sini, aku menyayangkan satu hal karena hal lain yang dirasa memalukan. Padahal sarapan dan buang air pagi-pagi salah satu hal penting. Yah, seperti kita tahu, sarapan sangat berguna sebagai energi yang dibutuhkan untuk aktivitas sebelum jam makan siang. Apalagi kalo anak kecil. Terus, buang air pagi-pagi kan juga bagus. Itu berarti apa yang kita makan kemarin dibuang teratur setiap hari. Jadi, bukan hal yang memalukan. Wajar kok. Tapi mungkin karena itu lingkungan sekolah, beberapa siswa merasa tidak enak. Taukan kalau ada orang yang risih dengan kamar mandi orang lain, yang gak bisa BAB kalo bukan di rumah sendiri?
Kalo begini, gimana mau punya kebiasaan sarapan. Tapi mungkin juga karena jam masuk anak sekolah sangat pagi. Waktu aku SD, umumnya masuk jam 7. Malah pas aku pindah ke daerah terpencil, masuknya jem setengah delapan. Katanya sih karena anak-anak di sana bantu orang tuanya dulu beres-beres rumah. Kalo sekarang ada yang ke sekolah jem 6-an. Setengah 6 udah siang. Di satu sisi bagus karena mereka jadi bangun subuh. Apalagi yang sekolahnya jauh. Tapi kalo gak sarapan? Terus bawa bekel tapi gak dimakan. Yah, aku juga gak tau sih efek panjangnya gimana. Yang lebih ahli dan udah membahas hal ini udah banyak dan lebih mantap dariku. Cuma, apa karena gak mau perut mengeluarkan isinya jadi gak sarapan? Enggak enak deh nahan BAB. Sekalipun masih bisa ditahan, tapi kan kotoran harusnya dikeluarkan. Berarti masih normal dan sehat. Iya, gak?

Suatu sore menjelang malam setelah sholat maghrib, tumben-tumbennya ngaji. Seperti kebanyakan santri di pondokku dulu, tilawah kadang cepatnya tanpa waqaf. Nah, kebiasaan ini masih terbawa kalo ngaji hanya ‘baca’. Adikku pun nyeletuk, lebih tepatnya nyindir kakaknya. Dia membaca “warottili qur-aana tartiilaa”. Si kakak pun langsung melirik si adik yang duduk di atas kasur. Iya, iya, harus tartil. Dalam hati aku hanya berkata, “Bisa aja nyindirnya. Pake ayat segala”.
Kalo gak salah Senin (10/7/2017) kemarin kalimat ini (judul tulisan) menarik perhatianku. Di hari itu, Danang The Comment mengatakan pada bintang tamu yang masih belasan tahun kalau “hidup ini keras. Dalam permainan aja persaingannya keras”.
Aku pun teringat bagaimana dulu jaman SD, demi bisa main lompat tali aku sampe latihan di teras rumah. Pasang tali karet dari tiang ke gagang pintu. Aku berusaha dengan keras supaya gak nyentuh tali pada bagian paling pendek (istilahnya ‘pipis’) sampai batas tertinggi (istilahnya ‘merdeka’). Aku ingin seperti teman yang loncatannya seperti penari balet. Begitu indah melayang melewati tali karet sampai batas setinggi pusar (padahal di bagian ini ada yang boleh menyentuh tali, tapi kalo mampu tidak menyenggolnya lebih baik). Hasil latihan keras sepulang sekolah pun berbuah manis. Hanya satu yang kurang, sampe kapan pun aku gak pernah bisa koprol, deh.
Hikmahnya sih, dalam permainan aja gue buat lompat tali di rumah dan sampe bisa, apalagi untuk urusan yang serius.
Ada-ada aja emang cerita adik pertamaku. Ceritanya sampai membuatku tidak percaya dan sedikit tertawa.
Jadi, gini, adikku yang satu ini hanya punya dua baju koko. Dia memulai cerita dari datang ke toko di ITC yang menjual baju koko Preview. Dia mencari yang warna putih. Dua ibu yang menjaga toko nanya "untuk apa?". Adikku bilang "untuk sholat". Sontak dua ibu ini mengatakan "Masya Allah" ditambah raut takjub. Adikku tentu bingung. Dia mikir dalam hati, "Lah, emang buat apa lagi?"
Aku dan adik keduaku yang denger ketawalah, tapi juga gak ngerti sampe segitunya si ibu mikir. Mungkin dia mengira adikku nyari baju koko untuk acara apa gitu. Yah, emang buat sholat.
Adikku yang satu ini sangat memerhatikan penampilannya. Baginya tidak nyaman pakai baju koko yang itu-itu lagi. Yang satu dicuci, pakai yang satu. Begitu terus bergantian. Setidaknya punya atu lagi deh. Eh, sekalinya nyari sampe membuat pipinya tersipu dan senyum-senyum menanggapi dua ibu yang jaga toko.
      Adikku yang satu ini menunjukkan celana jeansnya bolong tepat di dengkul. Serat-serat jeansnya sudah rapuh. Enggak tahu dengkulnya yang tajem atau nyuci yang kasar atau emang bahannya jelek atau emang bahannya udah lama kena proses cuci-jemur-setrika ratusan kali dan mulai tidak tahan, akhirnya mudah koyak. 
      Niatnya, dia mau beli celana lagi, tapi apalah daya belum ada kertas yang bisa dijadikan alat tukar-menukar dalam transaksi pembelian senilai jeans.
      "Gimana sholatnya, Teh?"
      Yah, gimana, yak?
      Si adik pun putar otak. Jadi, jika diperjalanan sholat di masjid mana, dia menyediakan selampe untuk menutupi lututnya. Atau ditutup dengan kain biasa.
      Kasian, kasian, kasian. Sampe sholat aja susah.
Ini yang harus aku lakukan sebelum 25:
- kursus bahasa
- kursus skill
- investasi

- nabung

Cukup?
Umi pernah cerita waktu kecil Kakek nyuruh beli soto di Pasar Kemiri. Bayangkan jalan kaki dari daerah Curug, Tanah Baru, ke Pasar Kemiri di rel kereta sana. Saat itu belum ada angkot dan rumah masih jarang. Jaraknya mungkin tak terasa karena masih ada sawah dan Gunung Salak masih terlihat jelas menjulang. Kalo sekarang ke Pasar Kemiri, iya sih ada angkot, tapi bisa lama di jalan karena macet.
Rabu, akhir bulan April, paket buku yang dinanti tiba. Ada dua buku yang dibungkus kertas kado biru manis. Pelan-pelan aku buka. Yeay, isinya sesuai, ada dua. Hehe...
Aku tidak langsung membacanya. Bungkus plastiknya udah aku buka, sih. Aku hanya buka-buka, lihat sekilas. Kayak mimpi? Iya!!!
Hampir setahun lalu, Ramadhan tahun lalu, aku ikut kirim tulisan tentang hikmah apa saja yang terjadi di bulan Ramadhan. Aku juga gak nyangka bisa masuk empat belas cerita terpilih. Dan yang paling enggak nyangka akan dibukukan. Enggak pernah deh sebelumnya lomba-lomba tulisan di Storial dibukukan.
Lewat proses panjang, yang beneran aku baru tahu ternyata proses untuk jadi buku lama, akhirnya menjelang Ramadhan tahun ini, buku kumpulan tulisan hikmah Ramadhan, yang berjudul "Every Moment Counts" sudah bertengger di toko buku. Aku sampai ke toko buku di Depok. Mau cari buku "Zoom In Zoom Out Your Views" yang taunya di Gramed, TM Bookstore, dan Toko Gunung Agung enggak ada, aku nyambi nyari buku bersampul hijau ini. Hihi, ada di TM Bookstore. Tapi pas di Gunung Agung, lupa nyari. Fokus nyari yang Zoom In itu.
Rasanya masih kayak mimpi. Walau hanya satu cerita kecil, tapi udah seneng. Udah alhamdulillah.
Semoga kalian beli, yah?
Udah berhari-hari ini setiap sore hujan lebat. Sampai terlihat seperti kabut. Belum lagi kilatan petir dan suara gluduk. Makin tambah semarak hujannya. Di lain tempat ada daerah yang terkena banjir bandang dan pohon tumbang. Alhamdulillah, tempat kerja dan rumahku aman. Tapi bukan tentang bencana yang akan aku ketik.
Ini bermula saat aku melihat keluar kaca tempat les. Di luar sana orang-orang yang mengendarai motor dan yang pulang sekolah berteduh sebelum melanjutkan perjalanan di teras yang menghindarkan mereka dari guyuran air. Mereka hanya diam melihat langit dan menunggu hujan reda. Mendung di langit menandakan hujan akan awet seperti malam sebelumnya. Mungkin akan reda, tapi masih gerimis.
Melihat mereka yang berteduh, jika saja mereka tau atau ingat kalau hujan adalah rahmat-Nya yang turun ke bumi, juga waktu yang Insya Allah jika berdoa akan dikabulkan, mereka tidak akan diam saja. Pasti banyak berdoa memohonkan sesuatu. Tapi sayang mereka hanya diam. Entah apa yang dipikirkan. Jika saja mereka tahu, jika saja mereka mau tahu dan mempraktekkannya, maka setiap hujan datang tangan-tangan ini akan terangkat dan banyak meminta. Akhirnya, waktu tidak hanya terbuang sia-sia walau sedetik.
Kemaren, sambil ngucek cucian, seperti biasa orang tua ngobrol ngalor-ngidul. Enggak tau darimana asalnya, pembicaraan sampai pada telegram. Mereka berdua cerita gimana dulu telegram begitu penting, lalu berlanjut pada pager. 
Dari sini, hari ini saya teringat wesel pos. Oke, kita mulai satu-satu tentang barang-barang canggih ini pada masa jayanya.
 
1. Telegram
Ada yang gak tau telegram? Aku juga gak tau. Melihat dan  menggunakannya aja gak pernah. Tapi alat ini begitu penting untuk mengirimkan pesan. Uniknya, alat ini memakai sandi yang diterjemahkan sesuai panjang pendeknya suara--kayak sandi Morse Pramuka. 
Orang tuaku masih mengalami pemakaian telegram. Waktu itu, ibuku sedang kuliah di Semarang. Dari sana mengirim kabar akan pulang pada tanggal sekian pada suami dan anaknya. Eh, dari sini mereka malah lanjut ngobrol tentang listrik pada masa itu yang udah ada di Depok. Bahkan telepon udah masuk kelurahan. Mereka ragu apa itu tahun 60-an atau 70-an. Pokoknya listrik udah ada di Depok dari jaman Belanda--kata ayahku.
Kalo gak salah yang ngirim pesannya Pak Pos. Bentuk kertas pesannya kecil.
Mengingat telegram lebih dulu ditemukan daripada telepon, maka benda ini lebih dulu 'hilang' dan tergantikan telepon rumah. Kayaknya telegram tidak dimiliki secara pribadi, yah? Layaknya telepon rumah.

2. Pager
Nah, ayo siapa yang waktu kecilnya inget punya pager? Aku waktu kecil, masih awal SD, cuma liat benda ini dipegang Omku. Benda kecil berlayar kecil panjang kayak layar kalkulator, biasanya disimpan disangkut di gesper, kayak bapak-bapak pada masa setelahnya yang punya dompet nempel di gespernya, tempat naro hape Nokia batangan atau yang lebih gede kayak comunicator.
Bunyi benda satu ini khas setiap ada pesan masuk. Uniknya, kalo mau kirim pesan, kita harus nelepon dulu ke operator. Nanti bilang mau kirim pesan ke nomor "xxx", isinya pesannya "bla bla bla".
Pager mungkin ibu dari SMS. Hehe... 
Nah, dari obrolan orang tuaku itu, aku baru tahu mereka pernah punya pager. Itu juga dibeliin sama temen ibuku. Katanya, supaya gambang hubungin ibuku setiap ada panggilan praktek. Ibuku bilang, pada masa itu hampir setiap dokter punya pager. Keren keliatannya. Canggihlah. Setiap ada panggilan darurat, pager berbunyi. Sayangnya, nih pager ibuku gak pernah dipakai. Sekalinya temen ibuku kirim pesan ada panggilan, eh, malah gak sampe. Taunya hilang. Iya, hilang di rumah, gak tau diambil siapa. Mungkin anak tetangga yang gak ngerti itu benda apa. Dikira mainan kali.

3. Wesel Pos
Setidaknya sebelum transfer antar bank marak (sepertinya kartu ATM juga belun banyak yang punya), berkembang dan menjadi kebutuhan utama, wesel pos sudah lebih dulu berurusan dengan kiriman uang dari orang tua untuk para anaknya yang kuliah di lain kota atau dari individu satu ke yang lain. Kantor pos tidak hentinya mengurus kiriman uang. 
Sampai aku MTs, aku kadang mendengar panggilan di pusat informasi untuk santri yang mendapat kiriman uang dari orang tuanya. Lalu perlahan meredup berganti transferan. 
Sekarang, masih ada yang pakai wesel pos untuk kirim uang?
Saat ini malah ada aplikasi yang memudahkan transferan tanpa biaya admin. Lebih enak tanpa harus gesek. Iya, kan?

Itu, deh, beberapa teknologi lama yang begitu cepat pergi begitu ada teknologi yang lebih mudah dan praktis.
Cuma kelas 7 ini yang masuk pagi dan karena cuma saya yang paling sering bimbing mereka, jadi udah deket, sampe apa aja diomongin.
Nah, hari itu dua siswa kelas 7 yang masuk kelas pagi lagi males-malesan belajar. Yang satu sibuk ngerjain PR. Yang satu merhatiin penjelasan saya di papan tulis sambil berharap cepet jelasinnya. Siswa yang cewek minta sisa-sisa jem terakhir internetan. Sampe nanya ke saya "punya paket gak?". Dari situlah saya nanya ngapain aja kalian kalo internetan dan habis berapa kuotanya. Ampun deh segiga kayaknya cuma se-MB doang. Cepet banget abis. Dan ternyata setelah ditanya lebih dalem kenapa boros banget. Taunya si siswa cewek kalo chat temen pake DM IG. Saya bilang aja pake Line, kek, atau WA. Jelaslah kalo buka IG, apalagi gak tahan liat foto-fotonya, pasti cepet abis kuotanya. Kan kalo cuma chat biasa pake aplikasi chatting mah berapa sih abisnya. Lebih iritlah. Si siswa cewek tetep merajuk minta wi-fian (wi-fi tempat les lagi mati) dan tentu tidak saya penuhi. Belajar tetap berlangsung sampai jam berakhir.
Adekku yang cowok pasang foto Jackie Chan (dengan posisi tangan siap beradu) di dp chat-nya. Tadinya sih males berkomentar, tapi jadi nanya juga.
Aku: Itu napa dp jadi Jackie Chan?
Ade: Fighting, kak. Lagian kita tumbuh dengan film laga Jackie Chan di Trans TV.
Aku: (haha... bisa aja jawabnya). Hem sepertinya Anda benar.

Gara-gara adekku bilang gitu, jadilah aku ingat dulu gimana kalo ada film Jackie disetel di tipi, pasti deh tidur malem. Enggak di Trans sih. Sebelumnya aku langganan sama Indosiar. Sampe ayahku bilang: "Tuh Jackie Chan di tipi. Besok ke pondok kan?" Hehe, tau aja.
Enggak cuma Jackie Chan, Andy Lau sama Jet Li juga dipantengin.
Kadang kalo ingat pada masanya nonton film mereka dibanding sekarang yang nyetel tipi aja bisa diitung jari, suka senyum-senyum sendiri.
Satu paling penuh kenikmatan adalah enam tahun di Pondok Pesantren Husnul Khotimah. Masa yang begitu mudah menghafal Al Qur’an. Masa yang tidak dihantui masa lalu dan angan-angan akan masa depan, tapi masa sekarang. Masa yang penuh berkah, keteraturan. Masa yang mudah menemukan jiwa-jiwa ikhlas, yang ilmu begitu mudah di dapat. Masa dimana mata tidak melihat hal-hal yang tidak seharusnya. Masa dimana telinga tidak mendengar hal yang sia-sia. Begitu sibuk masa enam tahun itu. Masa dimana hati terjaga dari hal-hal yang mengotorinya.
Begitu lulus, kami seakan tercerai berai menuju keinginan masing-masing. Beberapa bertahan. Beberapa melampaui batas. Semua mengarah pada arah yang berlainan. Waktu mengajari banyak hal. Betapa penyesalan begitu mendalam tak banyak melakukan hal baik di pondok. Betapa pengkotak-kotakkan antar teman begitu membedakan satu dan yang lainnya. Tapi begitu berpisah, kami disatukan oleh ikatan tak kasat mata bernama “pengalaman di tempat yang sama”.
Penyesalan selalu tak berguna. Masa enam tahun selalu bernilai kurang. Ingin rasanya kembali ke sana walau hanya untuk semalam. Ingin mendengar suara hafalan Qur’an  santri yang membawa buku tebal (tak pernah diduga kalau ujian dengan soal berbahasa Arab bisa dilewati).

Diri ini ingin kembali. Dimana bisa menemukan tempat seakan dimana-dimana penuh cahaya, keberkahan karena para penuntut ilmu.
Adik lakiku yang satu ini ngeh banget, ngerti banget apa yang dibutuhkan si kakak. Kebetulan baru punya hape yang pake software. Sebenernya sih hape dia yang dikasih ke aku. Satu-satu dia download aplikasi yang aku butuhkan. Termasuk aplikasi word buat ngetik di hape. Donwloadnya aja butuh perjuangan dan tentu waktu mengingat sinyal si X(el) rada susah di kampung Depok(au napa pada masa itu lemot). 
Aku baru ngeh kalo hape jatoh dari jendela kamar(si hape disenderin di kusen jendela biar dapet sinyal) pas merhatiin di pinggiran casingnya ada bekas tanah. Aku nanya sama adekku. Oalah, jatoh toh. Untung ke tanah. Udah tau jendela gak rapet ditutupnya bukan dirapetin dulu baru disenderin tuh hape. Setelah berhasil di install, dites, dipake deh. Selain aplikasi Word, karena tau kakaknya suka sama sudoku, di download-lah gamenya. Awalnya sih bukan itu, tapi game angka-angka dalam bujur sangkar yang kalo angka-angkanya dijumlahkan sesuai permintaan akan lenyap(gitu deh. Aku lupa namanya apa). Tapi karena nih kakak keranjingan sama tuh dua game dan waktunya jadi lalai plus sia-sia, eh diapus atu-atu sama dia tanpa izin. Nyadar sih jadi gak manfaat waktunya. Jadi gak marah. 

Tau Flip dari mana? Gara-gara seniorku transfer pake Flip. Jadi gini, seniorku beli peniti sama klip turkey. Tapi karena beda bank, jadi dia agak lama transfernya. Pas liat bukti transfer, aku rada bingung. Kok dari pihak lain (aka pihak ketiga)? Oh, ternyata pas buka aplikasinya di apps store, pahamlah kalo aplikasi ini gak perlu mengorbankan duit untuk bayar admin antar bank tiap transfer.  Berhubungan rekeningku bukan konvensional dan cukup sering transfer, maka fasilitas ini sangat membantu(menolong banget). Langsunglah cus download aplikasinya. Eh, gak bisa langsung dipake. Harus verifikasi KTP langsung alias tatap muka. Gak masalah, sih. Next, akhir pekan, pulang ngajar cus ke Detos buat tatap muka(ada grup Watsapp-nya untuk tau lokasi tatap muka per wilayah). Yey, jadi yang pertama. Pas banget sebelahan sama Mba Flip-nya. Cuma berapa detik selesailah verifikasi KTP-nya. Hari berikutnya udah bisa dipake. Pertama kali coba transfer lancar. Tambahan: sebenarnya mudah untuk daftar flip dan transfer-transfer, tinggal gimana kitanya yang mau pelan-pelan ngikutin. Lucunya, di Flip pengguna dipanggil “Kakak”. Serasa lagi jalan di ITC. Kiwkiw…
Nah, suatu hari, mungkin karena lagi gak fokus dan terlalu tergesa-gesa. Jadilah transferanku tak terdeteksi. Pas aku kroscek, ternyata angka yang aku masukin salah. Harusnya “7”, jadi “4”. Yah, salahku juga sih nulis di kertasnya angka tujuhnya mirip empat. Sedikit panik dong. Buatku 200k udah gede. Langsung tanya adminnya via e-mail sama chat langsung (ada fasilitas chatnya). Langsung deh dijawab. “Mau kirim sisanya, Kak?” Sempet bingung maksud “sisanya” tuh apa. Tapi akhirnya aku transfer lagi kekurangannya ke Flip. Baru deh pas sesuai dengan nominal pihak kedua, Flip transfer. Alhamdulillah selamat.
Ternyata belum selesai sodara. Hari berikutnya, malem, aku mau transfer ke adekku yang banknya sama denganku. Tapi enggak bisa. Aku yakin saldoku masih cukup. Pas dicek, udah berkurang 30k. Aku bingunglah ini dipake kemana. Pas cek history mutasi di mobile banking, ternyata aku ngirim dua kali ke Flip untuk kasus transferan yang kurang tadi. Cus ke e-mail Flip, ngasih tau kalo aku dua kali ngirim plus bukti mutasinya. Langsung malem itu di-refund. Wow, cepatnya! Selamatlah diri ini atas kesalahan jempol sendiri (untuk urusan yang dua kali ngirim 30k, aku sempet bingung. Iya, sih aplikasi mobile bankingnya emang kadang suka slow respon, dan tetiba close sendiri padahal transaksi belum selesai. Kan pasti kita ngira transaksi tadi gagal, yah. Jadi bikin transaksi lagi. Yah, namanya juga human and apps error).
Aku udah berkali-kali kirim pake Flip dan berusaha jeli sama nilai nominalnya sampai tiga angka terakhir. Pas mau klik “Setuju”, aku pastiin lagi angka nominalnya sama rekening tujuannya. Tenang kok, emang kita sedikit ngelebihin pas transfer ke Flipnya sebagai kode unik, tapi masuk ke akun kita dananya. Enggak kemana-mana. Bisa dicairkan begitu sampai 10k. Yang penting gak perlu bayar admin antar bank. Bayangin deh, dua kali transfer ke beda bank aja udah abis ceban lebih. Gimana berkali-kali. Pokoknya sangat membantu berhemat.
Satu lagi, layaknya pekerja kantoran, Flip juga ada jam buka tutupnya. Flip buka dari jam 9 pagi sampe… mmm, 7 malem masih dilayani deh. Jadi kalo mau transfer lewat jam kerja, maka akan diproses hari berikutnya atau kalo transfer pagi banget, baru diproses jem 9 itu.

Coba, deh. Dan kamu akan menemukan cara baru bertransfer tanpa perlu repot dobel bayar admin antar bank (apalagi kalo udah sama ongkir).
Tau gak #gerakanpungutsampah? Tau gak Depok Celan Action? Pernah ikut aksi mereka setiap ahad di kota kembang Depok (sebelumnya di UI)? Atau pernah lihat mereka beraksi mungut sampah?
Saya mau cerita sedikit aksi komunitas satu ini sejak Maret tahun 2016. Dibanding kota lain kayak Bandung (dengan Bandung Celan Action-nya), Depok baru punya aksi sejenis belum lama ini. Tapi tahun ini udah masuk setahun. Dan tepat di tanggal 19 Maret 2017, DCA menggelar aksinya sekaligus pertanda satu tahun mereka bergerak. Banyak komunitas di Depok dan Jabotabek yang datang memeriahkan acara yang dimulai sejak jam tujuh pagi sampai makan siang(yang gratis dan uenak makanannya).
Tentu aja walau judulnya nyerempet ultah, tapi tetep inti acara adalah pungut sampah. Dimulai dari ruko, taman dekat ruko, sampai gerbang Kota Kembang dan kali Ciliwung. Sekitar 150 orang lebih ikut serta dalam aksi minggu itu.

Melihat peserta yang semangat nyari sampah, semoga menjadi awal dari pembiasaan diri untuk menjaga dan tanggung jawab pada sampah yang dihasilkan sendiri; tau kemana harus disimpan (dibuang), tau apa akibatnya, dan yang penting mengurangi sedikit demi sedikit pemakaian ‘sampah’.
Untuk Depok Clean Action, happy anniversary yang pertama. Semoga menjadi salah satu penggerak lingkungan, terutama untuk urusan buang sampah. Tak ada hasil yang terlihat dalam sekejap mata, bahkan jika itu baru berdampak puluhan tahun, tapi yang penting memulai kebaikan tidak harus menunggu segalanya baik.


Hai, you! How are you?
I how you'll be fine.
How about your study? Now, it's time to study harder because at Mei or Juni you get big examination.
Ingat udah kelas 3. Lulus dan gak lulus semuanya ada di tangan kamu. Kamulah yang menentukannya. Jangan buat menyesal di akhir nanti. Ingat orang tua udah capek-capek nyari uang hanya ingin melihat anaknya menjadi sholehah, berguna bagi semua orang.
Bahagiakanlah kedua orang tuamu. Apa yang kamu inginkan selalu dipenuhi, tetapi apa yang orang tuamu inginkan belum tentu kamu penuhi. Mungkin dengan saat-saat seperti inilah kamu bisa membahagiakan orang tuamu dengan nilai yang bagus, lulus, menjadi orang yang berguna dan akhlak yang bagus.
Gunakanlah waktumu sebaik-baik mungkin. Ingat kewajibanmu lebih banyak dari pada waktu yang ada. Satu menit begitulah berarti bagimu. Tinggalkanlah hal-hal yang tidak penting dan jangan pernah lupa untuk berdoa. Memohon pada-Nya agar diberi kemudahan. Banyaklah shaum sunnah, shalat dhuha, shalat malam. Lihatlah orang-orang yang ada di atasmu. Yakinkan kamu bisa seperti mereka. Malah lebih dari mereka.
Ingat UAN depan mata. Belajarlah dari sekarang! Coba dan terus mencoba. Yakinkanlah kalau kamu bisa.
"Time is money". Bertemanlah dengan orang-orang yang bisa membawamu pada kebaikan. Jauh dari kemalasan. Tetaplah berusaha sebisa kamu. Jangan pernah menyerah! Dalam jangka waktu yang gak terlalu lama kamu harus bisa muroja'ah pelajaran dari kelas 1. Dana janganlah takut; tanamkanlah di dirimu kalau kamu pasti bisa di kelas atau tempat kamu belajar.
Bimbel mengulang pelajaran.
Semua itu belum cukup.
"Wake up and make a wish".


Your friend--Shary

*catatan lama seorang teman untuk temannya 11 tahun lalu.
dengan sedikit edit dan perbaikan.
Coba temukan mana unsur Indonesia di dalam adegan di atas?
Kemaren tahun lalu), dua hari sebelum Ramadhan udah jaga. Aku tidak berniat untuk jaga lagi. Apalagi nyari-nyari info lowongannya. Tapi aku coba juga—nurut aja sama tawaran Tante. Di sana , di tempat bazar, aku ketemu temen baru, tawaran baru, orang baru, dan pembicara keren seputar dunia dagang alias bisnis UKM online gitu. Walau acaranya sepi pengunjung, aku belajar banyak hal, termasuk melatih diri.
Dan satu hal yang paling penting adalah melatih diri sendiri kembali berkumpul dengan orang banyak. Sebenarnya yang mau aku tulis bukan tentang bazarnya, tapi bagaimana dari bazar ini aku tahu koneksi dan relasi adalah hal penting. Aku yang begitu sotoy sok-sokan menarik diri dari dunia luar, jadi terketuk kalau caraku salah.
Belum bisa dibilang setahun, sih aku mengasingkan diri. Aku bahkan tidak tersentuh dengan hadist tentang silaturahmi (sedih betapa kerasnya hari ini). Menganggap enteng gitu. Enggak ramah sama orang. 
Gara-gara bazar, ada hikmahnya, tapi PR besar menghubungkan tali di keluarga sendiri. Gak mau nyesel, gak mau lewatin gitu aja.


Lagi di rumah dan inilah percakapan antara dua orang tua yang didengar anaknya. 
Aku lagi di dapur dan tau-tau udah sampai pembicaraan tentang kata sifat. Dengernya, aku jadi terketuk dan emang bener, sih. Kebanyakan kita sebenarnya dulu gak tau apa itu kata sifat, kata benda. Saat belajar bahasa inggris, guru gak menjelaskan apa itu kata sifat, kata kerja, dan kata benda. Pokoknya mah verb, noun, sama adjective. Yah, bapakku sedikit gimana gitu pas cerita ibu-ibu sama bapak-bapak yang lagi belajar bahasa arab di masjid pada bingung sama kata sifat. Kayak gimana sih contohnya, apa sih kata sifat? Sedangkan dalam bahasa Indonesia, mereka juga gak tau kayak gimana jenisnya. Ibuku pun ingat dulu guru bahasa inggrisnya, Pak Toto, udah ngajarin dengar suara keras, lantang, biar muridnya ngerti. Tapi gak pernah ngerti. Udah diajarin “yesterday”, “now” berarti “present”. Tapi giliran kata sifat bingung. Iya juga sih pas pelajaran bahasa Indonesia gak dijelasin kata sifat contohnya apa. Jadi pas belajar bahasa arab atau inggris bingung padanannya apa. Sekarang-sekarang aja aku baru ngeh apa itu kata sifat dan kata benda. Kalo kata kerja kan intinya ‘melakukan’ (walau kenyataannya gak semua yang berarti melakukan adalah kata kerja).
Kalo gak dijelasin, rajin, pendek, kecil adalah kata sifat, bisa-bisa sampe kapan pun itudikira  kata kerja atau kata benda. Hehe, kata benda aja suka bingung. Meja sama buku masuk kata benda. Murid sama guru kalo di bahasa inggris masuk kata benda.

Hem, penting emang ngajarin dasarnya dulu perbedaan jenis kata (iya jenis kata berdasaran sifat, beda, kerja, keterangan, dan jenis-jenis lain yang ada di bahasa inggris) sebelum masuk ke kalimat atau tata bahasanya.
Ini musim dingin, hehe bulan desember deng yang penuh hujan dan mendung. Tiba-tiba pagi-pagi atau sore-sore yah (maklum udah setahun lalu), adeku tanpa ada tanda dan nuansa apapun, bilang, “Teh, I love you”.
Aku cuma bisa menyunggingkan bibir menimpali keanehan adekku yang kadang kalo lagi korea banget, banget, kalo lagi west, west banget, kalo lagi jepang, jepang banget.

Jadi gini nih pas dia mengutarakan kalimat di atas. “Teh”-nya sih biasa aja manggilnya, tapi pas bagian “I Love You”, dia pake nada lagunya GOT7 yang MAD Winter Edition. Bener-bener deh. Mau nyanyi atau mau pamer udah bisa belajar nada? Entahlah. Aku cuma masang tampang jelek, juga karena suaranya yang gak cocok nyanyi.
Memutuskan untuk membuka rekening di salah satu bank syariah sudah lama jadi rencana. Begitu kesampean, yes punya atm. Hehe…
Kalian tahu ayat di Al-baqarah tentang riba. Bodohnya pelajaran satu itu lupa gitu aja. Kayak gak pernah belajar atau emang pas pelajarannya aku tidur. Jadi, begitu tahu akibatnya, keputusan untuk benar-benar hijrah semakin bulat. Satu rekening bank konven besar di negeri ini kubiarkan begitu saja.
Pas jualan. Emang sih agak ribet. Teman-teman sering nanyain punya rekening lain. Mereka kebanyakan punya norek bank konven besar macam BNI, BRI atau Mandiri. Belum lagi kalo beda bank kena cas admin. Lumayan emang kalo ditambah ongkir jadinya harga beli serasa mahal. Tapi bismillah. Gak masalah segitu daripada besarnya akibat riba.

Walau belum seratus persen tertata dalam urusan uang, tapi pelan-pelan belajar berusaha agar selalu memastikan segalanya halal dan thoyyib. Insya Allah.
Ada kura-kura sekarang di rumah. Kata Abah nemu di kali. Antara percaya dan enggak sih. Kura-kuranya ditaro dalam bak cucian. Ngeliatnya malah kasian. Harusnya dia di alam bebas atau di tempat yang tepat lagi luas. Bukan di dalam bak cucian yang diameternya gak sampe satu. Mana tiap hari kayak mau manjat tuh kura-kura. Ngeliatnya jadi inget pepatah, kura-kura di dalam kolam tidak tahu luasnya samudra. Bener deh sama kayak keadaan di rumah. Enggak papa kali di bebasin atau dikasih ke orang yang emang sungguh-sungguh sayang binatang. Lah di rumah ini sapa yang mau ngurus gituan? Urus rumah gak gak bener. Manfaatin waktu aja gak bisa. Gimana mau urus di luar itu? Terbangkalai, jadi nelangsa. Liat betapa gigihnya si kura-kura tiap hari berusaha manjat bak. Tapi gak pernah sampe, tapi gak pernah nyerah.
(yang baru kusadari, si kura-kura hanya punya satu kaki belakang :( )
Langganan: Postingan ( Atom )

Featured Post

DATA IN-OUT DUIT

28/9/2015 Kadang di akhir bulan kita bertanya kemana saja uang gaji yang kita terima. Kemana saja perginya uang-uang tadi? Kita hanya tahu...

Iklan Gratis
Memuat

Total Tayangan Halaman

Google
Custom Search

Categories

  • berhenti sejenak (38)
  • film (4)
  • language (9)
  • motivation (4)
  • my culture (2)
  • my friend (2)
  • my mind (49)
  • my observ (40)
  • my resep (1)
  • the world (61)
  • tips (9)
  • tips: berpakaian (3)
  • tips: kesehatan (3)
  • tips: perawatan (1)

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

about me

Foto saya
limun
Hello, I'm Limun. I try really hard to fix my own life. You too? Manage my time and my life.
Lihat profil lengkapku

my friend

Archive

  • ► 2025 (2)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (1)
  • ► 2021 (8)
    • ► Desember (1)
    • ► November (3)
    • ► Maret (4)
  • ► 2020 (6)
    • ► Juli (2)
    • ► Juni (4)
  • ► 2019 (17)
    • ► Juni (6)
    • ► Maret (4)
    • ► Februari (7)
  • ► 2018 (15)
    • ► Oktober (8)
    • ► September (3)
    • ► Mei (1)
    • ► April (3)
  • ▼ 2017 (29)
    • ▼ Oktober (2)
      • Caramu Meminta
      • Coming Back To You
    • ► September (4)
      • Sesuai Ekspektasi, Di Luar Harapan
      • Engkong, Emak dan Mantan Suaminya
      • Instal Ulang (lagi)
      • Garis Mata
    • ► Agustus (3)
      • Sarapan
      • Tartil
      • Hidup Ini Keras
    • ► Mei (7)
      • Baju Koko
      • Jeans Bolong
      • Sebelum 25 Tahun
      • Jalan Ke Pasar Kemiri
      • Tulisanku di Buku "Every Moment Counts"
      • Hujan dan Doa
      • Pada Masa Jayanya
    • ► April (6)
      • Cerita Siswa: Chat via DM Instagram
      • Jackie Chan As Profile Photo
      • Dalam Kenangan: PP. Husnul Khotimah
      • My Bro dan Aplikasi
      • Flip dan Mudahnya (hidupku) Bertransfer Ria
      • Ulang Tahun Pertama Depok Clean Action
    • ► Maret (1)
      • For You
    • ► Februari (6)
      • Temukan Indonesia!!!
      • Jaga Bazar
      • Apa, sih, kata sifat?
      • Teh, “I Love You”.
      • Hijrah Dari Konvensional Ke Syariah
      • Kura-Kura
  • ► 2016 (63)
    • ► Desember (24)
    • ► November (23)
    • ► Oktober (8)
    • ► Juni (4)
    • ► Maret (4)
  • ► 2015 (95)
    • ► Desember (3)
    • ► November (8)
    • ► Oktober (11)
    • ► September (11)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (2)
    • ► April (40)
    • ► Maret (17)
  • ► 2014 (11)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (6)
    • ► Februari (1)
  • ► 2012 (16)
    • ► Desember (1)
    • ► Januari (15)
  • ► 2011 (26)
    • ► Desember (3)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (3)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (4)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (7)
  • ► 2010 (10)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (7)
  • ► 2008 (1)
    • ► Oktober (1)
AllBlogTools.com Blogger Templates

Latest Posts

  • Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara
    Awalnya saya mencari-cari dimana Skotlandia? Dimana letak negara ini? Kalian tahu dimana? Beberapa tahun kemudian saya tahu dimana letak...
  • WhatsApp Initializing
    Pernah mengalami WhatsApp susah di-instal ulang? Notifnya “initializing” atau apalah ejaan Inggrisnya. Saya pernah mengalami kejadian i...
  • Pekerjaan Suami Saya Cuma Petani
    Kalo lagi kumpul-kumpul bareng teman lama, terutama karena udah pada berkeluarga, pasti ngomongin pekerjaan suami. Beberapa teman bisa ...

Visitors

free counters
Free counters
Copyright 2014 Journey of My Life.
Distributed By My Blogger Themes | Designed By OddThemes