Tartil

Suatu sore menjelang malam setelah sholat maghrib, tumben-tumbennya ngaji. Seperti kebanyakan santri di pondokku dulu, tilawah kadang cepatnya tanpa waqaf. Nah, kebiasaan ini masih terbawa kalo ngaji hanya baca. Adikku pun nyeletuk, lebih tepatnya nyindir kakaknya. Dia membaca “warottili qur-aana tartiilaa”. Si kakak pun langsung melirik si adik yang duduk di atas kasur. Iya, iya, harus tartil. Dalam hati aku hanya berkata, “Bisa aja nyindirnya. Pake ayat segala”.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday

0 komentar:

Posting Komentar