Kalo lagi kumpul-kumpul bareng
teman lama, terutama karena udah pada berkeluarga, pasti ngomongin pekerjaan
suami. Beberapa teman bisa dengan senang menyebut pekerjaan suami mereka
sebagai manajer di bank anu, manajer perusahaan Jepang apa, atau jadi
entrepreneur (bener gak sih tulisannya?). Dan aku dengan bangga menyebut
pekerjaan suamiku “cuma petani”. Jika ada yang bertanya petani apa? Aku jawab
sayur-mayur dan buah-buahan. Karena pekerjaan suami paling beda sendiri,
keheningan terjadi. Yah, mereka bingung mau bertanya apa dan takut menyinggung.
Kalau sudah seperti itu keadaannya, maka akan ada yang nyeletuk mengembalikan
keramaian dengan membicarakan pekerjaan suami yang umum atau paling dominan.
Aku? Tidak masalah. Memang begitu pekerjaan suamiku dan aku bersyukur punya
suami yang sangat mengerti makanan sehat dan sangat menghargai sesama petani.
Di lain tempat, jika datang ke
acara kumpul-kumpul sesame istri pengusaha, saat tahu pekerjaan suamiku, mereka
kembali tercenung. Tapi jika sudah berkumpul dengan mereka yang sangat tahu
posisi suamiku, aku sedikit malu karena aku hanya istrinya yang tidak ikut
campur urusan pekerjaannya, tapi seakan juga sudahh berjasa bagi mereka.
Aku sangat bahagia dengan
pekerjaan suamiku. Orang-orang tidak akan percaya petani seperti apa dia. Apa
pantas disebut petani sedang pekerjaannya tidak mengolah tanah? Tidak setiap
hari melihat tanamannya. Saat aku bertanya kenapa dia tidak mau mau dipanggil
dengan sebutan pekerjaan yang lebih keren dan mudah dimengerti oleh mereka yang
nama kerjaannya pake bahasa Inggris, suamiku mengatakan kalau kenyataannya ya
memang petani atau mau dipanggil farmer? Farmer? Ah, gimana nanti kalau ada
petani yang gak ngerti apa itu farmer? Jadi, dia melanjutkan kalau dengan
“petani” saja sudah cukup. Oke, tidak masalah. Dan aku pun selalu bangga dengan
apa yang dilakukannya.
Catatan seorang teman
ABOUT THE AUTHOR
I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday
0 komentar:
Posting Komentar