Pernah baca buku yang judulnya
“Making Excuses”? Lupa sih siapa yang nulis. Tapi efeknya abis baca cuma
bertahan sehari, dua hari. Besokannya yah kembali ke habitat.
Berhubungan dengan alasan, bukan
hal yang mudah beralasan di depan ayah saya. Selalu saja ada titik dimana
alasan yang saya atau anak-anaknya katakan bisa dengan mudah dipatahkan.
Sedikit menyusahkan, tapi di satu sisi itu juga yang membuat anak-anak mereka
berpikir sebelum meminta dan menerima nasehat orang tua tanpa membantah.
Ayah saya paling bisa menyudutkan
kalau ditanya tentang alasan, misalnya kenapa mau ambil jurusan X atau kalo
misalnya mau jalan-jalan. Ada aja pertanyaannya. Kadang jadi bikin males kalo
mau ngomong apa aja. Pasti ada aja kelemahannya. Jadi sebelum ngomong ke ayah,
udah keburu mikir pasti bakalan bilang gini, bilang gitu. Kami harus mempersiapkan alasan yang kuat apa dan
tepat kenapa mau ini-itu, kenapa pilih ini atau itu. (Tapi saya tetap suka cara
beliau mendidik anak-anaknya).
Orang tua saya tidak percaya kalo
anaknya tidak bisa mendapatkan nilai 9 untuk MTK di rapor. Walau mereka bukan
tipe orang tua yang: nanya nilai berapa, bagaimana sekolah dan ke sekolah untuk
ambil rapor, tapi mereka akan lebih antusias dengan MTK. Sepertinya bagi mereka
hanya ada dua matpel penting: MTK dan IPA. Mencari-cari alasan tidak suka MTK,
malas, atau gurunya tidak enak adalah alasan yang akan ditolak mentah-mentah.
Bagi mereka tidak ada yang susah dan sulit dalam belajar. Bagi mereka tidak ada
alasan untuk belajar dan tidak mendapatkan nilai sempurna. Itu juga mungkin
yang menyebabkan satu anak mereka suka hampir banyak hal karena dicekoki sikap
“tanpa alasan” dan tidak ada yang sulit. Tapi disatu sisi membuatnya sulit menolak
karena tidak mudah membuat alasan.
Entah sudah berapa kali kita
membuat alasan. Dari yang cuma untuk menghindari satu hal sampai menolak dengan
halus atau dari berbohong sedikit sampai alasan yang ngeyel minta ampun. Untuk
beberapa hal, ada alasan yang bisa diterima, seperti: sakit, acara keluarga
(mau itu suka atau duka), musibah becanda alam. Tapi banyak alasan yang dibuat
sepele. Seperti alasan malas.
Kadang saya suka sebel sama
mereka yang beralasan malas. Tapi jika saya seperti dia, juga beralasan malas
karena menolak melakukan sesuatu, itu seperti makan kata-kata sendiri. Karena
berpikir tidak punya alasan yang kuat untuk menolak, kadang mau gak mau ya
nerima aja kalo ada yang minta tolong ato dilarang orang tua.
Karena didikan ayah, saya pun belajar
untuk membuat alasan yang bisa diterima. Berani menolak sesuatu tidak selamanya
buruk. Selama itu tidak merugikan kedua belah pihak atau bisa mengganggu
aktivitas saya, maka tidak ada salahnya membuat alasan. Tidak selamanya kita
sanggup mengerjakan satu tugas.
ABOUT THE AUTHOR
I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday
0 komentar:
Posting Komentar