Kembali ke masa kecil, pertengahan tahun 90-an, hal yang umum kalau ada kondangan tamunya bawa beras di bakul besi yang nanti diisi balik sama yang punya hajat dengan kue-kue khas kayak uli dan ketan, kue merah putih, kue lapis basah, dan lauk pauk. Di saat itu juga hal yang biasa tiap Lebaran, tiap malam takbiran, pasti ada sodara yang datang bawa semur daging, ketupat, sayur godog, pokoknya rantang besi yang ditumpuk lima atau empat atau lebih isinya makanan.
Kalo bundelan kain kayaknya pas aku kecil udah gak ada, kecuali yang aku tonton di film-film pendekar kayak Angling Darma atau Tutur Tinular.
Sekarang, semakin banyaknya variasi dalam membungkus dan membawa makanan, kebanyakan memakai plastik kiloan, dus makanan, besek plastik. Kayaknya udah hilang bawa makanan di bakul besi dan rantang. Rantang aja udah banyak yang plastik. Jadi kalo ada kondangan atau Lebaran, plastik-plastik kiloan laris manis sebagai pembungkus makanan. Di satu sisi praktis, di sisi lain kekhasan kearifan lokal yang secara tidak sadar lebih ramah lingkungan hilang begitu saja.
Nah, beda di sini, beda di Jepang. Di negeri asal Naruto ini, membungkus makanan atau sesuatu dengan furoshiki. Mirip buntelan, tapi ikatannya bisa macam-macam. Bisa dipakai untuk membungkus botol, hadiah, atau kotak makan. Bentuknya unik dan teknik membungkusnya bisa susah. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bikin furoshiki. Biasanya bahan furoshiki dari kain dengan motif yang juga macam-macam. Kalo mau tahu lebih lanjut tentang furoshiki, searching aja sendiri.
Itu sekilas tentang wadah yang saat ini sudah jarang terlihat dan digunakan, tergantikan dengan bahan lain yang lebih murah, ringan dan sekali pakai.
Kalo bundelan kain kayaknya pas aku kecil udah gak ada, kecuali yang aku tonton di film-film pendekar kayak Angling Darma atau Tutur Tinular.
Sekarang, semakin banyaknya variasi dalam membungkus dan membawa makanan, kebanyakan memakai plastik kiloan, dus makanan, besek plastik. Kayaknya udah hilang bawa makanan di bakul besi dan rantang. Rantang aja udah banyak yang plastik. Jadi kalo ada kondangan atau Lebaran, plastik-plastik kiloan laris manis sebagai pembungkus makanan. Di satu sisi praktis, di sisi lain kekhasan kearifan lokal yang secara tidak sadar lebih ramah lingkungan hilang begitu saja.
Nah, beda di sini, beda di Jepang. Di negeri asal Naruto ini, membungkus makanan atau sesuatu dengan furoshiki. Mirip buntelan, tapi ikatannya bisa macam-macam. Bisa dipakai untuk membungkus botol, hadiah, atau kotak makan. Bentuknya unik dan teknik membungkusnya bisa susah. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bikin furoshiki. Biasanya bahan furoshiki dari kain dengan motif yang juga macam-macam. Kalo mau tahu lebih lanjut tentang furoshiki, searching aja sendiri.
Itu sekilas tentang wadah yang saat ini sudah jarang terlihat dan digunakan, tergantikan dengan bahan lain yang lebih murah, ringan dan sekali pakai.