Journey of My Life

seputar catatan yang katanya jurnal

  • Home
Home Archive for 2019

Aku baru berangkat sekitar jam sebelasan. Aku wa Tiara dulu. Oh, dia lagi di Pasaraya toh. Ratih udah sampai di Ambhara. Dia ngajak ke Blok M Square. Ke sono beli minum di gelas itu doang. Aryani udah sampe soalnya. Aku stand by di Ambhara. Padahal ada Tiara di Grandhika. Kami nunggu Kak Indra yang akan pamit ke hotel-hotel di Blok M sebagai koor. Dinda yang tadi wa, aku suruh ke Ambhara.
Tanpa kabar, tau-tau Kak Indra muncul. Di mau ke Grandhika. Ada Tiara sih di sana. Setelah pamit sama orang hotel Ambhara, Kak Indra yang bawa mobil gak tau punya siapa, ngajakin ke Darmawangsa. Dari sana kami berpisah. Aku ikut Kak Indra dan Aryani ke Oria di Jakpus sana. Sambil dijalan, aku sempet pengen turun di Dukuh Atas aja. Tapi Kak Indra bilang entar bareng sama Ummu, soalnya dia balik ke Depok juga. Ummu siapa? Kayaknya pernah denger, deh. Oh, iya aku sempat terkejut tadi waktu di hotel denger kata Aryani kalau Kak Indra anak ’95. Duh, tuaan gue itu mah.
Singkatnya sampailah kami di Oria. Aku akhirnya ikut sama Ummu. Kak Indra nanti balik ke hotel lagi apa. The last nganterin yang ke bandara dan kali ini ikut ke bandara. Oh, ini toh yang lagi itu wa aku mau ikut kumpul anak transport gak lagi itu. Tapi karena waktunya udah larut malam, gak mungkin deh. Duh, Ummu banyak omong juga. Karena pas pulang kerja, kami baru sampai Depok isya. Aku turun di depan rumah sakit. Dari situ naik grab.
Selesai sudah tugas. Selesai sudah acara besar ini. Semuanya akan kembali ke jadwal semula. Aku akan kembali mengisi kelas bimbel. Akan kembali mejalani rutinitas sebelumnya dan entah kapan lagi bisa main ke GBK dan Blok M lagi.
Untuk mereka yang secara tidak langsung membantuku, aku ucapkan terima kasih banyak. Kalau bukan karena satu hal, aku mungkin tidka akan menjadi volunteer untuk acara ini. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca catatan yang tidak rapi ini. Kalau kalian kebetulan juga seorang volunteer Asian Games, semoga ini membuat kalian tersenyum.
Selanjutnya, aku akan memberikan sedikit screenshoot apa saja yang terjadi.
Sampai bertemu lagi.



Jalanan udah mulai sepi dari para volunteer. Aku hampir susah nemuin jaket para Vo AG18. Sampai Grandhika, Ada Tiara yang duduk di sofa dekat meja helpdesk. Di situ udah enggak ada tanda-tanda helpdesk. Udah diberesin sama ornag hotel yang ngira kalau udah selesai acaranya. Sebelum pisah sama Tiara, aku ngasih penjepit kertas kayu meja. Tiara mau ke Pasaraya tempat bapaknya kerja. Aku ke Ambhara. Di hotel ini aku jadi ikut-ikut bantuin. Check paling banyak hari ini adalah media Korea. Departemen transportasi menyediakan bus langsung ke bandara.
Jam setengah satu tadi aku dapat kabar kalau besok masih masuk. Ok, deh.
Ada beberapa kejadian unik selama aku di Ambhara. Yah, karena tamu di sini lebih banyak dan beragam, aku jadi ikut terlibat dan melihat hal yang belum pernah kulihat dan rasakan.
Aku yang lagi duduk sendiri di meja helpdesk—Ratih lagi keluar ngecek bus dan shuttle apa sudah datang—buka jurnal vo. Seorang media Jepang minta izin duduk di depanku. Dia melihat origami hanboko yang notabene pembatas buku di atas meja. Dengan isyarat, dia meminta kertas. Ternyata aku dibuatin origami burung (lengkapnya klik di sini). Aku seneng dong dan bilang thanks. Sisa kertas yang tidak terpakai diambil si media Jepang. Masuk ke sakunya coba. Duh, gak nyampah, deh. Ratih kembali. Kami duduk di satu kursi berdua. Mulailah datang media Jepang yang katanya abis belanja. Suasana seketika ramai dengan bahasa yang aku tidak mengerti. Aku sesekali nanya Ratih mereka ngomongin apa. Keren, ih, Ratih bisa paham. Lucunya di awal stand by di Ambhara, Ratih pakenya Inggris. Pas ada satu teman mereka yang ngasih tau kalau dia bisa Bahasa Jepang, temennya bilang, “Tau gitu dari kemaren pake bahasa Jepang” (kira-kira gitu artinya, deh). Seru aja sih ngeliat mereka yang duduk di atas koper ukuran besar. Eh , seorang media berkacamata ngasih sekantung penuh kripik mentah yang kayak emping. Katanya dengan Bahasa Inggris, udah kepenuhan. Kami sih oke-oke aja. gerombolan media Jepang ini yang tadi di sekitaran helpdesk berlalu ke tempat lain di depan meja helpdesk. Kata Ratih, entar aja unboxingnya. Dia izin sebentar ke kamar mandi. Nah, saat aku lagi sendiri ini, media Jepang berkacamata yang tadi ngasih kripik bilang mau ngambil lagi karena temennya ada yang mau. Oh, aku bilang aja silakan. Pas Ratih balik, aku ceritain dikit, deh.
Di depan kami, duduk dua orang yang entah media China atau Korea. Kata Ratih, media Jepang lebih sopan. Kalau mau duduk di depan meja helpdesk pada izin dulu. Selain media yang duduk di depan kami, ada juga yang diri dekat tiang tidak jauh dari meja helpdesk. Karena bahas mereka tidak dimengerti, Ratih takut diomongin. Aku Cuma bisa senyum-senyum. Dia juga cerita kalau ada tamu dari hotel lain yang pindah ke sini malam-malam. Mungkin supaya gampang untuk transport ke bandara nanti.
Belum lama kursi di depan kosong, eh ada dua tamu yang kata Ratih dari Kazakhsatn duduk, tapi tidak bisa Inggris. Ratih bertanya kapan flight mereka sambil tangannya menunjukkan jam tangan dan memeragakan pesawat lepang landas dengan tangan kanan. Oh, jam empat. Setelah dapat kepastian, Ratih tinggal ngasih tahu kapal shuttle harus sampai di hotel besok pagi. Katanya sih Kak Mimi dan Kak Indra akan keliling hotel. Jadi, vo dari Darmawangsa pada ke Ambhara. Bahkan ada yang dari Borobudur. Sore menjelang magrib di Ambhara jadi ramai, deh.
Jam lima, awak media dari Korea bersiap untuk pulang. Mereka membawa koper-koper besar. Tiba-tiba ada yang naro topi pers di atas meja helpdesk dan ngasih kipas gambar maskot AG18. Dia media yang kayaknya bapak-bapak dengan perut sedikit buncit dan agak tua, bertanya pada kami dengan bahasa Inggris seadanya. “Finiseu?” salah satu dari kami jawab: finish. “School? University?”. Aku jawab: “I’m graduated”. Pas Aryani bilang kalau dia jurusan keguruan yang dibahasin “teaching”, bapak ini agak gak ngerti. Pas di sebut “teacher”,  baru paham deh. Bapak satpam depan yang udah akrab sama kami, bantu-bantu dorong koper para awak media Korea. Aku sempat ngobrol sama supir bus yang orang Bandung. Duh logatnya Sunda pisan, deh. Tidak disangka, ada aja yang dikasih sama media Korea ini. Aryani dapat voucher kuota. Tadinya dapat ganjelan jari untuk hape, tapi diambil ‘paksa’ bapak satpam. Kami dadah begitu bus menjauh dari hotel. Selesai sudah tugas sore ini untuk mereka yang akan ke bandara, pulang.
Kami duduk-duduk di samping pos satpam. Tidak jelas apakah Kak Indra akan ke Blok M atau enggak. Setelah sholat magrib, kami ke Blok M cari makan. Aku cari batik. Sempet ngobrol juga sama yang punya kios kalau ada orang Pakistan atau India gitu. Ada anak vo yang nganterin yang sampe dikasih uang saku gitu. Emang baek, Bu, mereka. Malah ada cerita dari vo hotel lain. Ada media Iran apa yang bilang kalo batik di ThamCit mahal-mahal. Sampe minta ditemenin vo. Yah, kalo tau yang beli orang luar mungkin harganya beda kali. Gak lama dapet sih. Begitu sampai di salah satu kios makan di Blok M Square situ, tidak lama kami kembali ke hotel. Setelah  foto-foto di Ambhara, kami berpisah. Enggak jelas juga sih besok ke hotel lagi atau enggak. Soalnya rata-rata tamu hotel pulang ke negaranya besok pagi buta.
Karena aku mau ngasih batik buat Mr. Kaz, aku dan Dinda kembali ke Grandhika sekalin pamit sama orang hotel, kayak resepsionisnya, bellboy, dan satpam. Eh, ternyata Mr. Kaz udah check out jem empat tiga puluh tadi. Batal, deh nitip di resepsionis. Kami berdua berpelukan. Dinda naik dari Grab dari hotel. Aku pulang lewat jalur biasa. Karena aku membawa absen jurnal anak vo hotel Blok M, aku mampir di hotel Sahid untuk diserahkan ke Kak Indra. Aku sempat lama nunggu di depan hotel sampai Kak Indra keluar terus ngajak masuk. Aku padahal cuma ngasih absen. Ada tiga vo yang masih stand by karena media yang nginep di Sahid balik setengah sembilan nanti malam. Oh, ini toh Farah, Miranda dan Alma yang suka muncul di grup.
Di parkiran depan hotel, tadi aku melihat mobil hi-Ace dengan logo salah satu stasiun TV Jepang. Aku iseng nanya ke mereka bisa nitip gak ke media Jepang di situ. Ternyata kata Kak Indra, media Jepang kalo gak kenal bisa main sikut-sikutan. Kalo bukan grupnya, bisa di-kick dari shuttle. Pantesan di Grandhika juga keliatannya kayak kalo beda media gak bakalan kenalan, deh. Kayaknya yang berempat besok pagi mau ke bandara dari Grandhika semuanya media China, deh. Udah, deh gak bisa pake acara nitip. Emang orang kita, yah, bisa nitip paket buat kenalan di luar negeri. Oke, deh aku balik dengan rasa kecewa gimana, tapi yah mau gimana lagi. Emang dasar bukan rejekinya. Tadinya aku niat kirim paket aja. lewat Pos bisa. Dinda sampe ngasih duit 40k buat patungan batik. Padahal gak usah (ini akhirnya aku transfer balik ke Dinda). Aku pamit, deh. Ada yang nanya rumahku di mana. Depok. Eh, ada yang nyeletuh Kak Indra juga Depok. Oh, Sawangan toh.
Cuma beda satu halte untuk sampai ke Dukuh Atas. Alhamdulillah dapet duduk di kereta. Mana pas pesen Grab rada lama. Drivernya bilang lagi gak enak badan, tapi udah mendingan , sih. Sampe depan komplek, gerbang udah ditutup. Oke, deh lewat celah. Masih sempet buat nonton, nih. Aku sempat cerita sama adikku bagaimana hari ini. Tadi anak vo Borobudur yang namanya Aulia, cerita gimana situasi di hotelnya. Duh beda banget. Dia mah gak bisa santai kayak anak vo Blok M. Mana kadang kayak diawasin sama orang laison hotel yang juga ngurus tamu awak media. Kata adikku, entah benar atau tidak, kru yang dikirim dari Korea biasa yang cakep. Pantes tadi Aulian cerita kalau ada satu kameramen yang di ngerekam di venue pertandingan dipanggil ‘oppa’ berkali-kali sama penonton. Dia yang cerita ke Aulia jadi salting sendiri, sedikit nanya emang dirinya cakep. Aulia nanya ke dia bisa nyanyi. Bisa tuh. Dia nyanyi ‘Dududu’, tapi gak bisa nari dan gak mau nari. Pas Aulia dengar, yah so-so aja suaranya.
Besok bener-bener the last. Vo departemen lain mah udah pada selesai, anak transport masih ada yang bertugas.
Pekan ini adalah hari-hari terakhir bertugas. Jam setengah delapan aku masih santai di rumah. Karena satu dan dua keadaan agak susah aku memesan Grab. Jam sepuluh baru deh naik kereta. Eh, enggak sengaja ketemu sama kenalan. Tapi dia gak inget diriku. Sampai lepas masker pun dia masih masang raut bingung di mukanya. Yoweslah aku pamit berjalan sampai di peron gerbong khusus perempuan.
Di perjalanan menuju Blok M, aku masih bingung karena simpang siur kabar apa masih bertugas di hotel atau harus ke MPC. Jam 13:20, ada tamuku yang mau naik shuttle, tapi karena buru-buru, akhirnya naik taksi. Tinggal satu lagi, nih: Mr. Kaz belum keliatan. Di tengah keheningan, wa dari seorang supir masuk karena aku tidak mengangkat teleponnya. Aku sengaja begitu karena koor kami sempat memberikan info di grup anak hotel kalau  ada supir yang iseng bisa dilaporin. Yah, taukan gimana supir? Ada beberapa yang baik, ada yang ngeyel dan genit. Nah, yang tadi coba nelepon aku termasuk yang suka ganggu VO anak hotel.
Shuttle tetap berjalan sesuai jadwal sampai nanti malam closing sebagaimana penjelasan Dego yang tadi nelepon aku. Dipastikan anak hotel tetap stand by dan tidak bisa melihat closing. Yang bikin sebel, kalo enggak ada yang naik, shuttle pasti tepat waktu. Menjelang shift 3, Dinda datang. Kukira dia akan langsung ke GBK. Kemarin dia bilang mau ke sana sama cowoknya. Dia bertanya padaku memastikan berapa harga tiket masuk. “Sepuluh ribu,” jawabku. Setelah memastikan tiket dan dimana cowoknya, dia pamit. Menjelang magrib, aku ke Ambhara yang tadinya mau ke sana jam dua (hehe) karena Ratih udah ngajakin. Tapi aku tidak segera mengiyakan. Enggak enak ninggalin meja kosong. Jam empatan padahal udah diminta ke Ambhara (hehe), tapi hujan deras. Jadi aku stuck sampe magrib deh.
Sambil duduk di meja helpdesk nunggu Ratih sholat, ada tamu hotel yang mau naik shuttle ke GBK. Berdasarkan info dari vo transport MPC, Bu Elvira sedang menuju ke Blok M. Aku bisa tenang, dong. Tapi karena hujan dan dijamin macet di sekitar Bunderan Senayan, walhasil shuttle telat banget sampenya. Ini dua tamu udah nunggu setengah jam lebih dari jadwal seharusnya. Ratih udah selesai sholat. Jadi dia ngusulin naik GrabCar aja. duh, aku baru tau kalau cara komunikasi sama tamu yang gak bisa bahasa Inggris yah pake translate-an gitu. Dia ngomong di hapenya, kami berdua liat Inggris-nya di layar hapenya. Ratih juga ngejelasin sambil pake gerakan tangan bmemberikan isyarat. Ratih membantu bookng grab dari hape si tamu. Aku sempet ngeliat ongkosnya. Wah, tibang
Setelah dipastikan tidak ada lagi tamu, kami berdua pergi ke GBK. Aryani tetap stand by di hotel. Emang dia mah rajin. Kata Ratih, dia akan menunggu sampai tamu-tamu turun dari shuttle terakhir di shift 3. Di GBK yang basah bekas hujan deras tadi sore, tidak terlalu ramai pengunjung. Kami berdua berjalan ke layar besar yang menampilkan closing ceremony. Enggak lama sih kami di sana mengingat jarak ke rumah yang jauh. Bisa-bisa sampe rumah di atas jam 10.
Kami berdua berjalan ke gate keluar yang dekat dengan halte Polda. Sayangnya tidak aja JPO menuju halte di sana. Kami harus menyebrang jalan yang ramai kendaraan berkecepatan tinggi.
Kami berpisah di Manggarai. Kereta menuju Bogor penuh seperti biasa. Sampai Stadebar, udah jam sepuluh kurang. Aku nyempetin ke ITC yang ternyata udah mau tutup. Batal deh beli batik. Oke, balik lagi ke stasiun. Karena kalo nyebrang masuk ke dalam kena tiga ribu, aku nyebrang lewat jalur luar deh.
Akhirnya hari ini tiba juga. Enggak berasa udah kelar aja. Tadi Ratih sempat foto bareng sama media Jepang perempuan. Mereka bertukar Line dan Ratih diajak main-main ke Jepang (dia anak sastra Jepan, sih). Karena aku lagi di kamar mandi, jadi aku enggak tau. Ada beberapa tamu di Ambhara yang check out hari ini. Tadi waktu aku masih di Grandhika, ada media China yang ngasih info kalo yang mau naik shuttle ke bandara nanti ada 4 orang. Dua orang aja ngasih tau gitu. Mungkin buat mastiin. Aku bilang aja kalau udah ngabarin ke leaderku.
Yang paling bikin aku bingung adalah saat seorang nenek ngasih kalender kartu yang ada gambar mirip katedral terkenal di Rusia. Suaminya yang bule sempet ngeliatin aku. Nenek ini nyolek aku dan ngasih kartu tadi gitu aja. Gimana gak bingung coba? Abis dari toilet, aku sempat berpapasan sama suaminya yang bule. Aku kasih senyum aja. untuk bagian ini aku buat tulisan terpisah. Cek di sini.
Aku baru bangun setengah delapan setelah tidur abis subuh. Enak banget buat tidur di suasana ujan gini. Lumayan ada sarapan. Sampai di stadebar pas banget kereta dateng. Mana tadi bapak grabnya ngasih kembalian tujuh ribu walau aku udah bilang goceng aja. Tapi aku tetep balikin yang dua ribunya dan ngacir langsung tap kartu. Karena kereta udah stand by, aku masuk ke gerbong campuran, tapi berpindah ke gerbong sebelahnya.
Sambil berjalan di atas JPO TJ dan melihat Tj Blok M lewat, aku mencoba untuk feel good. Enggak mau kayak kemaren-kemaren yang suasana diri ini muram banget.
Pas ngobrol-ngobrol sama Tiara, aku sampe lupa kalo bulan udah ganti dan tanpa diduga besok udah penutupan Asian Games 2018. Aku sempet nanya ke Tiara media yang dari Jepang. Kayaknya dia tau, walau belum pernah ketemu langsung. Yang dia tau kebanyakan media dari Cina. Kalo diperhatiin, ada dua grup berbeda dari Cina. Yang tanpa diduga, karena sering berinteraksi sama Tiara, media Cina yang baik—menurut dia—nawarin tiket ke negaranya. Tapi Tiara tolak. Kalo tiket doang tanpa akomodasi mah ribet, hehe.
Enggak lama dari Tiara pergi, ada satu media Cina yang menurut informasi Tiara agak jutek, mau naik shuttle. Untungnya beliau sabar. sambil duduk di sofa di kiriku, dia main hape. Aku yang deg-degan kalau shuttle telat lagi. Aku sempet nanya masih amu nunggu atau dipanggil taksi. Mau nunggu coba, sodara-sodara. Akhirnya shuttle tiba. Enggak enaknya, pas di Dharmawangsa ada yang mau naik, baru aja shuttle jalan ke MPC.
Karena ini udah menjelang penutupan, kami sebagai divisi transportasi akan menyediakan shuttle ke bandara. Kami diminta untuk mengumpulkan data kapan awak media akan check out dan jam penerbangannya. Dinda sempat bertanya ke resepsionis depan. Tapi karena kami tidak tahu nama semua tamu, maka agak susah mendapatkan datanya. Cara lain, yah nanya langsung ke medianya kapan pulang.
Hari ini badanku agak sedikit hangat. Tapi semoga besok gak sakit. Aku sampai rumah setengah sepuluh dan kena cancel sekali dari Grab. Enggak ngerti deh kenapa dari kemaren gitu mulu.
Aku masih belum merasa baikan. Bangun udah pagi. Di rumah yang masih gitu. Aku masih kesal, termasuk liat rumah yang berantakan. Abis masukin cucian ke mesin cuci (berharap entar pulang udah dijemur), aku pamit. Saking buru-burunya dan dikira di hape udah masukin kode promo, taunya malah bayar abangnya kurang tiga ribu. Aku sampai kirim email ke Grab terkait hal tadi. Aku jadi ngerasa bersalah sama drivernya. Dan nyalahin diri juga kenapa gak liat hape. Salahku yang gak sabar sama hape butut yang lola banget buat buka grab dan masukin kode promo. Aku sampai dua kali masukin kode.
Kali ini dan seterusnya, Tiara yang akan di shift 1 Grandhika. Sama seperti ke Rini, aku pasti tanya keadaan pagi tadi. Aku juga nanya ke Tiara, tamu yang Jepang udah turun. Karena belum, mungkin nanti pas shiftku, seperti biasa Mr. Kaz baru turun. Tapi biasanya, aku bertemu dia selang-seling, hehe.
Pas lagi ngobrol-ngobrol sama Tiara, ada satu pertanyaannya yang bikin aku mikir juga: kenapa air minum ada expirednya?
Kali ini Dinda telat lagi. Katanya abis ikut interview Telkomsel. Entahlah, aku enggak ngerti antara survey atau interview. Enggak tau kenapa, dia minta aku videoin pas dia main piano di restorannya Grandhika. Menurut ceritanya, sebelumnya dia juga pernah main piano, tapi malam-malam sebelum dia pulang.  Kami berdua ke meja resepsionis. Mas-mas di situ yang ramah udah paham pas liat Dinda. Dia langsung mempersilakan dengan tangannya. Ngeliat Dinda main piano yang ternyata lagu Sunda apa, aku ingat mimpiku dulu. Tapi sekarang udah lewat. Ada yang lebih penting, hehe.
Pas sholat magrib, sambil nunggu isya, Dinda terus liat videonya sendiri. Aku dengan hati-hati berbaring. Perutku sedang tidak enak karena telat makan siang. Tadi, akhirnya kami berdua jajan. Nyari siomay ke depan Ambhara sana. Karena aku pernah cerita banyak jajan di situ, Dinda jadi pengen nyoba. Tadinya kami mau lewat pintu belakang karena bellboy di situ pernah ngasih tau bisa lewat belakang. Tapi satpam depan nyuruh lewat depan. Akhirnya kami keluar hotel, belok kek kiri. Belok lagi ke kiri. Terus lurus sampai depan Ambhara. Tadinya malah pas balik mau muterrin ini jalan, tapi batal. Kayaknya deketan jalan yang tadi.
Tidak seperti sebelumnya yang sampai rumah jam setengah 10 atau jam 10. Ini aku baru sampai rumah setengah sebelas. Kenapa? Tanpa diduga TJ di Blok M telat dateng. Penyebabnya karena di Bunderan Senayan macet parah. Aku udah sabarin diri aja nunggu TJ. Kalo yang lain ada yang pilih naik ojol. Mana pas sampai Sudirman, aku ketinggal kereta. Jadi nunggu lagi yang dari Tanah Abang. Sampai di stadebar, aku masih harus nunggu grab karena kena cancel tiga kali. Ampun, deh. Jadi makin kesel sama hari setelah matahari terbenam.

Pagi, sebenarnya aku rada kesal. Rencananya mau ganti celana, mau cuci nih celana yang udah seminggu, tapi ternyata gak ada. Padahal aku yakin tari di tumpukan lemari baju sendiri. Aku curiga dan tersangka utamanya adalah adikku yang kuliah di Bogor. Aku WA dia dan dugaanku benar. Mau enggak mau aku pakai celana yang udah kotor ini.
Sebelum ke Blok M, aku mampir dulu ke kampus karena suatu urusan dan keadaan. Aku nitip amplop coklat ke satpam depan rektorat. Abis itu ke kantor pos di samping kampus. Tadinya mau beli prangko, tapi lagi kosong, jadi Cuma kirim beberapa kartu pos yang udah ditempel prangko. Baru, deh, aku ke stasiun Lenteng Agung.
Aku masuk ke gerbong perempuan. Ambil tempat di dekat bangku prioritas. Awalnya aku enggak terlalu curiga sama kakak(keliatannya sih masih kuliah, aku sebut aja Dek A) yang jongkok bersandar ke pintu di sisi kiri. Dek A tiba-tiba ngulurin tangan kayak minta bantuan buat diri. Dia narik celanaku. Pas mau aku bantu, tanpa diduga Dek A pingsan. Nah, di dekat pintu ke gerbong depan, ada juga vo yang diri. Bersama ibu-ibu di situ, kami membantu Dek A tiduran di bangku prioritas. Syukurnya ada petugas di situ. Jadi, pas di Manggarai, vo yang tadi di sebelahku nawarin diri nemenin Dek A karena dia mau terus ke Kemayoran, sedangkan aku mau ke Sudirman (dia sih yang nanya aku mau turun dimana). Setelah Dek A turun digendong petugas keluar gerbong, kereta kembali melaju. Di dalam gerbong perempuan ini beberapa ibu masih bertanya-tanya kenapa Dek A bisa pingsan.
Sampai stasiun tujuan, aku naik TJ. Karena di terminal Blok M TJ-nya ngantri banget, penumpang turun lewat pintu depan di luar halte. Aku jalan ke Ambhara untuk setor jurnal absen. Sampai di Grandhika, Rini bilang, “sepi”. Tapi hotel tetap ramai sama rapat-rapat entahlah pejabat apa. Kayaknya di luar jangkauan diri ini, hehe.
Saat aku dan Rini sedang ngobrol-ngobrol, tamu Jepang kami, Mr. Kaz keluar dari lift dan langsung berjalan ke kanan. Kami menduga, mungkin dia mau naik taksi. Kami lanjut ngobrol. Rada serem sih denger ceritanya. Jadi, ada tamu bapak-bapak duduk di sofa sebelah kiri dari meja helpdesk yang nanya-nanya ke Rini. Segala sampai ke hal pribadi. Nanya orang tua kerja dimana. Lah, aku aja yang udah berkali-kali ketemu Rini belum pernah nanya sampai segitu. Jadi, harus waspada, nih, sama tamu hotel.
Karena hari ini hari terakhir Rini tugas di hotel, aku kasih dia botol isi bintang. Karena itu juga, dia nemenin aku sampai jam dua. Setelah Rini pamit, aku duduk nunggu Dinda yang datang telat lagi. Oh, iya, tadi Mr. Kaz taunya pergi jalan-jalan dulu mungkin. Kalau dilihat dari tasnya yang biasanya besar dan berat, tadi dia pakai tas punggung kecil. pas balik ke hotel, di depan lift, dia melambaikan tangan ke aku dan Rini. Sekitar jam dua, dia turun dan mau naik shuttle. Alhamdulillah shuttle-nya ada. Selesai dengan tamu yang Cuma atu-atunya di jam menjelang sore ini, aku bisa lega (ini diluar tamu hotel yang nanya-nanya terkait AG2018).
Begitu Dinda sampai, yang pertama dilakukan adalah ngajak aku jajan. Tapi batal.
Waktu berlalu, azan maghrib terdengar. Kami sholat dan aku pamit begitu selesai isya. sampai di halte TJ, aku ketinggalan atau lebih tepatnya tidak boleh masuk. Jadi, pas lagi nunggu Tj dateng, ada mbak-mbak yang nanya kacamata. Beli dimana dan segala macem. Pas banget TJ dateng, mbak ini masih nanya. Mbak kondektur TJ ngasih pemberitahuan kalau cuma sampai Dukuh Atas. Eh, pas aku mau naik setelah jawab pertanyaan mbak yang tadi, mbak kondektur mungkin ngira aku gak denger kalau cuma sampai Dukuh Atas. Aku bilang, “iya, emang ke sana”. Tapi pintu tetep ditutup. Well, aku kesal dong. Karena kekesal yang menumpuk bukan karena mbak yang tadi nanya, mbak kondektur TJ, dan adikku yang ngambil celana gak bilang, aku nangis. Pas di jalan pulang, sih, udah mendingan. Tapi di rumah aku nangis lagi. Cry for many thing I missed, for my life yang amburadul (aku anggapnya gitu).

Masih aja abis subuh tidur lagi. Aku bangun jam tujuh dan segera beres-beres diri persiapan berangkat. Kereta datang pas aku sampai. Oh, iya aku pernah saking buru-buru dan dikira di hape udah masukin kode promo, taunya malah bayar abangnya kurang tiga ribu. Aku sampai kirim email ke Grab terkait hal tadi. Aku jadi ngerasa bersalah sama drivernya. Dan nyalahin diri juga kenapa gak liat hape. Salahku yang gak sabar sama hape butut yang lola banget buat buka grab dan masukin kode promo. Aku sampai dua kali masukin kode.
Sampai di Grandhika, aku selalu bertanya ke Rini gimana pagi ini. Kata dia, mendingan dan udah pada pergi. Menjelang juhur, tamu Jepang kami turun. Tapi dia langsung ke kanan. Berarti tidak akan naik shuttle. Karena Rini lapar, kami berdua ke Ambhara, mau ngajak vo di sana maksi bareng. Yang ikut cuma Shafira. Kami berjalan ke jalan di depan hotel yang banyak gerobak jualan. Karena pas makan siang, banyak pegawai kantoran yang lagi makan. Kami akhirnya makan ketoprak yang lumayan lama sampai shuttle udah stand by di Ambhara.
Bareng Rini, aku sholat Zhuhur. Begitu selesai, kami hendak menggunakan lift. Karena banyak yang nginep, entah rapat kementerian apa lagi, kami dibawa ke atas, ke lantai belasan. Hampir setiap lantai ada yang turun. Saking lamanya, kami sampai pasrah. Setelah berhasil kembali ke meja helpdesk, belum lama kami duduk, Mr. Kaz yang berpakai santai dan hanya membawa ransel kecil—biasanya besar dan berat—menyapa kami. Tersenyum melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam lift tepat di samping meja helpdesk. Wah, siap-siap, nih, entar dia naik shuttle. Bener aja, sekitar jam 2, dia ke meja helpdesk. Kali ini aku mempersilakannya duduk setelah jawab pertanyaannya yang nanya kabar kami berdua. Aku udah cek shuttle, yah lagi di jalan. Tapi tetep aja khawatir. Di bunderan Senayan bukan main kalo lagi macet.
Mr. Kaz sedikit cerita kalo tenggorokannya enggak enak. Kayak karena kurang tidur. Rini bilang, “Me too”. Wah, shuttle udah sampe. Alhamdulillah. Aku yang tadi mau nungguh sendiri di lobi, jadi malah diikutin Mr. Kaz. Sambil jalan ke lobi, dia cerita kalo kemarin naik Grab yang katanya murah. “Iya, kan, murah banget?” balasku. Dia bilang kalo langsung ngasih duit ke drivernya tanpa bisa bilang apa-apa karena drivernya gak ngerti. Di depan lobi, aku buka pintu shuttle yang udah diisi satu dua media dari Ambhara. “Get well soon, Mr. Kaz.”
Oke, kelar, deh tugas hari ini—di luar tamu hotel yang selalu nanya terkait AG2018. Rini pamit pulang. Aku tinggal nunggu jem empat Dinda datang. Setelah ashar, aku makan bekal. Karena satu pertanyaanku, Dinda jadi cerita banyak. Oh, dia pernah ke Kamboja jadi guru gitu untuk anak-anak marjinal sana sekitar sebulan. Dia juga pernah ke Singapura sendiri pakai uang pribadi. Tapi karena enggak tega, dapet subsidi dari orang tua dan abangnya. Nah, pas Dinda cerita kalo tamu Jepang kami semalem nyamperin dia dan ngobrol di meja helpdesk sejeman sampai jam sepuluh, aku jadi ngeh kalo Mr. Kaz udah sakit dari lama. Dia langsung bilang kalau tenggorokannya tidak enak begitu dipersilakan duduk sama Dinda. Dia nyaranin minum susu. Aku tadi sempet ngira dan bilang mungkin karena cuaca. Tapi mungkin lebih tepat karena kurang tidur. Dia selalu pulang malam dan langsung membuat laporan. Bisa dibilang baru tidur di atas jam dua pagi.
Hari ini terasa lebih cepat. Aku pamit begitu selesai sholat Isya. Aku udah rencana mau ke GBK karena denger cerita Rini yang malam-malam ke sana liat Dj DOC. Aduh, aku gak kenal, Rin. Bener-bener gak tau itu siapa. Aku sih mau liat-liat area Bhin-Bhin, pengen tau store yang jual merchandise AG2018. Wah, rame. Enggak sampe sejam aku udah mau balik. Emang Cuma mau tau keadaan aja. aku keluar deket gate halte Mabes. Sayangnya gak ada JPO yang langsung ke sana. Jadi kudu nyebrang jalan raya yang rame banget. Mau ke halte GBk, duh, lumayan yah jalannya. Jadi aku nyebrang bareng orang. Ke halte harus naik tangga JPO depan Mabes. Akhirnya naik TJ juga. Ribetnya, sampe shelter ojol(di sini udah enggak asing ketemu sesama seragam vo, bahkan di kerete ke Depok), aku sampai dua kali kena cancel driver. Ada yang dapetnya jauh. Alhasil, aku baru sampe rumah lewat jem sepuluh.
Mandi keramasan, makan ayam tepung, dan selesai nulis-nulis postcard, aku baru tidur.
Hari ini kembali sepi. Paling Rini yang hectic pagi-pagi. Dan hari ini aku ngantuk banget. Rini belum pulang, tapi lagi pergi ke Ambhara buat absen basah. Tadi dia ke sana naik shuttle yang emang ngetem di situ sampai ada tamu yang mau naik. Biasanya sekitar 15-30 menit. Supir gak bisa ditahan lama-lama. Ada yang sabar nunggu, ada yang pengen cepet-cepet ke MPC lagi. Padahal harusnya stand by dulu. Mana tau ada tamu yang dari Dharmawangsa. Di jam-jam menjelang sore, selain di Grandhika, di dua hotel looping Blok M suka ada aja yang mau naik shuttle. Kadang shuttle udah pergi, eh pas ada yang turun. Jadinya mereka naik taksi. Giliran shuttle stand by, enggak ada yang naik.
Begitu balik ke Grandhika, Rini pamit. Aku sedikit melihat-lihat keadaan hotel yang tidak pernah sepi. Kalau diperhatikan dari luar, kesannya hotel ini sepi. Tapi tidak sodara-sodara. Lift selalu ramai dan ada aja yang punya acara kayak hari ini.
Dari pakaian beberapa tamu, sepertinya ada rapat sejenis BUMN. Isinya bapak-bapak. Karena musholla posisi setelah ruang rapat serbaguna yang berdinding sandblast, aku jadi tahu kalau ruangannya lagi dipakai. Pas lagi duduk-duduk, ada seorang bapak yang duduk di sofa nanya-nanya. “Gimana di sini?”, “Enak, Pak.” Si bapak juga nanya, banyak gak yang nginep di sini. “Gak banyak, Pak, medianya”. Karena aku jawab harus stand by di sini, beliau sampe bilang, “gak bisa liat pertandinga, dong?”
Jam empat kurang, Dinda datang. Dia terlihat lelah dan sungguh tidur di sofa sampai mau magrib. Karena sepi, kami kadang meninggalkan meja helpdesk buat sholat bareng.


Tuesday, 28 Agustus
Kali ini aku tidur setelah subuh. Rasanya badan masih butuh istirahat. Tapi tetep berangkat. Sampai di halte Blok M bawah, aku beli prangko dulu.
Seperti biasa, aku selalu banyak ngobrol sama Rini. Ada aja yang diomongin. Kadang Rini nemenin aku sampai jam dua—melebihin jam tugasnya. Tapi begitu dia pergi, meja helpdesk kembali sepi.
Aku mulai ngerti jadwal kapan Mr. Kaz naik shuttle. Sesuai dugaan, dia turun di jam dua kurang. Hampir aja dia naik Grab karena shuttle belum juga datang dan terjebak macet. Karena sebelumnya banyak terjadi miskom sama supir, jadi mulai beberapa hari lalu vo hotel langsung menghubungi nomor supir yang akan ke hotel. Memastikan posisi mereka. Walau lewat beberapa menit dari jadwal, tapi shuttle yang ini udah termasuk tepat waktu. Satu hal yang masih bikin gak enak: looping shuttle yang muter ke Ambhara. Nanti dari sana baru ke Dharmawangsa yang notabene lewat depan Grandhika dan enggak tau deh baru sampe GBK jam berapa. Suka takut aja kalau mengganggu jadwal media yang naik shuttle.
Setelah Mr. Kaz pergi, dijamin tidak akan ada lagi yang naik shuttle. Aku bisa nulis bagaimana hari ini di buku jurnal dan rencana besok harus gimana. Di saat seperti ini kadang aku buka website resmi AG2018. Biasanya liat jadwal—buat jaga-jaga kalau ada yang nanya. Aku juga kadang buka denah GBK. Harus hapal gate mana aja.
Sejujurnya aku suka hotel ini. Di hari pertama aku datang, disediakan tiga gelas teh lemon dingin. Di hari lain ada air mineral. Bahkan vo di Ambhara pernah dibeliin cake sama tamu hotel. Aku kadang suka sedih denger cerita dari vo lain halo hotel A gak ramahlah, gak pernah ngasih kudapan atau minum. Tapi di sini, layaknya staf hotel yang penuh dengan hospitality dari satpam, bellboy, sampai mbak-mbak yang bersihin toilet. Aku selalu tersenyum pada mereka, bahkan tamu yang lewat di depan meja helpdesk. Itu yang membuatku betah di sini.

Segala macam keperluan sudah masuk ke dalam tas vo bertali satu. Aku berangkat dari rumah sekitar jam 9. Kali ini aku sudah tahu rutenya. Sepertinya aku sudah pernah cerita kalau sebelumnya aku sempat bingung jalan keluar di stasiun Sudirman. Aku baru paham kalau pintu keluar-masuk ada yang di depan mie ayam, Alfa Express, dan di jalan Sudirman. Aku baru ngeh kalau naik ke atas akan langsung ke Sudirman. Dan kalau jalan keluar ke arah kiri akan ketemu jembatan penyebrangan TJ. Sampailah di Dukuh Atas. Bener-bener, deh, selama ini padahal udah pernah dulu turun di stasiun Sudirman, tapi baru sekarang paham denahnya.
Aku naik TJ sampai mentok di Blok M. Turun ke halte bahwa dan keluar di Blom M Square. Aku tanya ke satpam di situ jalan tempat hotel Grandhika. Oh, nyebrang toh. Aku tanya lagi ke satpam di pos belakang hotel Ambhara. Oh, masih lewatin satu gedung lagi. Jalan sedikit, sampailah di hotel tujuan. Aku WA dulu vo shift 1. Namanya Tiara. Aku nunggu di pintu samping. Pas banget aku masuk—karena pesan di WA suruh masuk aja—eh, Tiara malah keluar dari pintu satunya (ada tiga pintu di lobi).
Pertama, aku tanya-tanya Tiara gimana hari ini dan apa aja yang harus dilakukan. Sebenernya simpel aja. jadwal shuttel udah di print out. Kalo ada yang tanya, tinggal kasih unjukk print-annya. Karena posisi duduk helpdesk transportasi media membelakangi kaca dinding ke arah halaman parkir depan mobil, jadi harus sering-sering nengok ke belakang, kali aja shuttel udah dateng. Sedihnya, aku lupa bawa buku kuning NOR yang ada jadwal pertandingan cabor di Asian Games 2018. Aku tetap aja kurang persiapan. Tiara cerita kalo pagi paling hectic. Enggak banyak yang nginep di sini, tapi tetap aja kalo ada shuttel yang telat pasti medianya udah pada gak sabaran dan ujung-ujungnya lebih sering naik taksi yang udah stand by di parkiran depan hotel.
Jam satu, waktu shift Tiara selesai. Dia pamit dan aku mulai dag-dig-dug ditinggal sendirian. Hal-hal yang belum kepikiran aku tanyain ke Tiara banyak terjadi di hari pertamaku ini.
Ada Bapak-bapak yang berlogat Sumatra (Padang, deh), yang tanya jadwal pertandingan volley. Karena ini khusus media, maka tamu hotel lain yang mau ke GBK naik kendaraan lain. Mereka akhirnya naik Grab berlogo TC. Ada lagi yang nanya beli tiket. Maaf, ini bukan meja penjualan. Aku kasih tahu alternatif yang jual tiket. Online bisa di blibli. Kalo offline di Alfamart. Kasusunya, selalu tiket yang dijual sold out. Terus pada nanya, bisa beli dimana lagi?
Termasuk yang akan sering di tanya ke depannya, selain tiket: dimana tempat beli merchandise AG2018. Aku sampai nyari tuh di Google. Oh, ternyata pop-up store-nya banyak. Tapi emang kebanyakan di pusat perbelanjaan sekitar Sudirman dan high end-lah, yah. Di Alfamart juga ada, bahkan sebelum AG2018 (kata teman sesama vo). Tapi sayangnya belum laku. Sekarang aja pas dicari-cari malah susah.
Selanjutnya, banyak yang tanya jadwal pertandingan, terutama bola; tanya venue pertandingan dan naik apa ke sana. Contohnya tadi saat ditanya pertandingan voli. Aku tidak tahu masuk lewat gate mana. Aku sampai minta ke grup denah GBK. Sebenernya denah ini udah di pasang di titik-titik pintu masuk GBK. Sayangnya baru ada menjelang tanggal 18. Aku sempet moto, sih, pas kemarin ke GBK ikut pawai obor dari salah satu merek air minum kemasan.
Aku sempet kesel kenapa tuh buku kuning harus ketinggalan. Padahal hampir semua informasi ada di situ. Ngandelin jadwal di website resmi AG2018 lewat hape butut rasanya gak puas. Aku butuh print out-nya. Karena itu, aku jadi kayak vo gak profersional. Kalo gak bisa ngeles, habislah sudah.
Menjelang Ashar, aku naik ke lantai dua. FYI, musholla di Grandhika enak banget. Karpetnya empuk dan tebal. Enak, deh, pokoknya buat lama-lama. Karena sepi, aku sempet selonjoran dulu. Tadi pas Zhuhur, aku nanya OB depan dimana tempatnya. Oh, begitu sampai di lantai 2, belok kiri. Gak susah nyarinya karena nama petunjuknya jelas.
Vo shift 3 WA aku. Dia baru bisa dateng jam 6. Okey, tak masalah.
Sholat Ashar bener-bener waktu aku istirahat dan sedikit nenangin pikiran. Tadi sekitar jam 3 ada kejadian shuttle yang langsung ke MPC tanpa ke Darmawangsa. Jadi kurang lebih gini ceritanya. Ini shuttle emang udah telat datangnya. Emang, sih, hari ini dan di jam segini enggak ada yang naik dari Grandhika, tapi tetap aja jadwal harus diikutin. Nyebelinnya, supir yang dateng ke Grandhika kali ini kayak ogah-ogahan harus ke Darmawangsa. Tadi dia udah macet ke Blok M. Ke sono macet lagi. Si Bapak nanya, ada yang naik gak di Darmawangsa? Aku mau jujur bilang gak ada rada gimana gitu karena tau si Bapak gak mau ke sana. Padahal vo di Darmawangsa udah jerit-jerit di grup vo shift 2 ini kalo butuh shuttle. Dari hotelnya kadang suka ada yang mau ke GBK jem segini.
Aku jelasin, yah, kalo rute shuttle di Blok M ini mulai dari Grandhika-Ambhara-Darmawangsa yang datang setiap satu jam. Emang, sih, pas aku nyadar dan ngeh posisinya, malah rute ini jadi gak praktis. Tapi mau gimana lagi, jadwal udah fix gitu sampai nanti tanggal 5 September. Aku udah males, nih, berurusan sama Bapak ini. Aku udah nelepon ke Darmawangsa ngasih tau kalo shuttel udah ada. Entah aku yang kurang tegas ke sopir atau emang sopirnya yang keras kepala, vo di Darmawangsa bilang gak ada shuttle yang datang. Mulai, deh, di grup rada rame sampe vo hotel D ini. Isi grup yang bertiga ini jadi ramai sama satu orang. Aku langsung bilang aja, emang aku yang salah. Vo di Ambhara, sih, kalem aja. Tapi abis sholat, aku udah rada mendingan. Yang penting besok enggak terulang lagi.
Mungkin karena masih hari pertama, rasanya lama banget nunggu vo shift 3 dateng. Aku cuma butuh temen. Dari tadi duduk celingak-celinguk diem aja liat orang-orang yang nginep keluar-masuk lift. Liat keluarga bule, liat banyak tipe orang berpakaian, liat yang lagi duduk di dalam lounge (posisinya ada di kiri meja helpdesk). Sesekali aku nulis hal-hal apa aja yang kurang hari ini.
Nah, itu vo shift 3. Namanya Dinda. Kami kenalan bentar. Tanya-tanya diri masing-masing. Terus sholat magrib. Gak lama Isya. Baru, deh, aku pamit pulang ninggalin perempuan bertubuh mungil ini sendirian. Kalo udah malam gini, tugas shift 3 lebih ke ‘menyambut’ media yang balik ke hotel. Aku ke Ambhara dulu untuk absen. Tadi Dinda udah dari sana biar pulang gak perlu absen.
Rute pulang kali ini dan seterusnya dimulai dari halte TJ Blok M. Turun di Dukuh Atas. Naik kereta di Sudirman yang penuhnya bukan main sampai di Debar. Terus ke shelter ojol. Pesen dan pulang, deh. Aku sampai di rumah setengah sepuluh. Dan seterusnya sepertinya. Kadang sampai jam sepuluh. Tergantung bagaimana kereta.
seventh and eigth Day 25-26 Agustus
Karena ada marathon hari ini, jadi aku berangkat jam 10 deh. Sampai Blok M sekitar Zhuhur. Kali ini aku ketemu sama vo shift 1 yang lain. Namanya Rini. Orang Bandung. Dan gak tau kenapa pasti rata-rata mahasiswa psikologi (kayak Tiara). Kami banyak ngobrol gimana urus shuttle, terutama pagi-pagi. Aku sebenarnya datang hampir Zhuhur dan tadi udah ke Ambhara untuk absen (biar pulang gak usah mampir lagi).
Rini cerita gimana dimarahin sama tamu dari Malaysia. Ibu itu bilangnya dia committe dari negeri Jiran. Beliau marah karena shuttel gak jelas. Rini yang baru pertama kali jaga di situ dan tanpa arahan jelas tidak mengerti, juga tidak tahu harus menjelaskan apa. Saat pertama kali dia datang, belum ada meja helpdesk. Dia duduk di kursi lobi. Baru kemudian ada meja, tiga kursi, papan nama tanda helpdesk di atas meja, dan buku panduan transportasi Asian Games 2018.
Rini cerita kalo dia juga pernah tugas di MPC kemarin. Kami jadi nyambung karena sama-sama ngalamin giman ruwet dan riwehnya urus shuttle di MPC. Dari obrolan ini, aku nanya-nanya dimana dia tinggal. Mendengar ceritanya sampai bisa ke Jakarta, aku salut. Benar-benar perjuangan. Sebelumnya, Rini bersama dua temannya tinggal di mes di Bekasi. Karena jauh, mereka pindah ke mes tentara di ----. Lumayan deket, sih. Rini cerita kalo dia pernah dapet makanan sisa (masih utuh dalam box plastik, tapi tidak habis dibagikan) acara. Kayaknya makan siang atlet karena di situ tertera jumlah kalorinya. Tapi ternyata udah expired. Akibatnya badan Rini gatel-gatel. Dia juga sempat menyinggung allowance yg belum turun. Kata Riri, kasian yang orang jauh.
Setelah Rini pergi yang katanya mau ambil jaket dulu di Sahid (tadi dia nanya-nanya aku naik apa ke sana. Enakan naik TJ). Meja helpdesk seketika sepi. Sampai sore terus sepi, sampai Dinda datang yang bilangnya ngantuk.
Hotel sepertinya sedang ramai karena ada acara. Tadi Dinda nanya bellboy di atas waktu sholat Ashar. Oh, acara Young Indonesia apa gitu. Sejenis beasiswa. Jadi mereka sedang dalam tahap seleksi lagi. Katanya sampai besok. Dari sini obrolan jadi ke impian Dinda. Dia berencana mau ke Belanda. Kalo gak nikah, yah lanjut S2. Wah, aku aja S1 belom, Din. Jadi ketauan, deh kalo anak ’90. Eh, dia malah bilang kalo kakaknya lulusan 2011. Oh, anak ’92. Dan tanpa diduga, kami sama-sama ngajarin. Dinda ngajar piano, aku ngelesin pelajaran. Kami jadi saling cerita gimana suka-dukanya ngajarin orang. Aku salut sama Dinda yang masih ngajar piano saat jadi vo. Aku, sih, malah lepas jadwal khusus selama Asia Games ini. Jadi, ternyata Dinda udah pesen jadwal shift 3 karena tidak bisa meninggalkan ngajar piano siangnya. Makanya, dia selalu datang telat. Biasa, yah, karena abis ngajar. Selain di lembaga kursus musik, Dinda juga ngisi private ke rumah-rumah. Salut, deh, sama freshgraduate satu ini.
Setelah sholat Isya, aku pamit sekitar jam setengah delapan sambil ngajak Dinda bareng(kali aja tergiur). Kali ini aku coba ambil jalur ke Manggarai. Waduh, napa jadi berasa jauh, yah. Mana dari halte ke stasiun harus jalan lumayan. Aku yang tidak tahu pintu masuk stasiun, jadi nanya ke ibu-ibu pedagang. Setelah ketemu dan masuk, aku masih harus nyari peron yang ke Bogor. Prosesnya serasa lebih lama. Karena peronnya panjang dan kereta udah dateng, aku masuk ke gerbong campur aja dan dapet tempat duduk.
Keesokan harinya, sebelum berangkat, kalo sempet biasanya aku beberes rumah dulu. Jadi gak ngerasa bersalah saat ninggalin rumah. Karena belum ngetik-ngetik jurnal (ini jurnal pribadi yang udah aku buat dari sekolah), aku sempetin buka laptop. Eh, muncul pop-up error apa gitu aku gak ngerti. Selesai ngetik baru deh jalan.
Karena masih ada Rini, aku selalu senang ngobrol-ngobrol sama gadis Cimahi ini. Rumahnya deket sampe kampus. Jadi dia bisa jalan kaki. Katanya setelah lulus kuliah nanti, dia akan masuk akademi polisi apa tentara gitu—atas saran sodaranya. Oh...
Aku selalu nanya ke Rini gimana keadaan pagi ini. Dari dialah aku tahu kalau tamu di media di hotel ini sedikit. Ada dari China dan Jepang. Dan sepertinya ibu-ibu comitte dari Jiran sudah check out. Seperti biasa, pagi selalu jadi keadaan menegangkan. Rini bisa berkali-kali bolak-balik lobi-helpdesk dan baru bisa duduk di atas jam delapan.
Sepertinya hari ini akan tenang dan sepi seperti kemarin. Tapi ternyata tidak sodara-sodara. Setelah Rini pergi dan aku bisa duduk-duduk sampai jam 2, ada satu media Jepang yang mau naik shuttle. Tadi saat Rini masih ada, media Jepang ini sempat ke meja helpdesk, tapi cuma liat jadwal di atas kertas dan tanpa berkata apapun. Kami berdua cuma mikir mungkin mau naik shuttle nanti. Dan benerlah kejadian.
Untuk lebih lengkapnya, silakan klik di sini.
Luar biasa sodara-sodara! Kali ini aku bangun jem tiga pagi demi ngejar commuter subuh.
Kayaknya sehari sebelumnya Kak Ratna kirim pengumuman ke grup wa kalo butuh vo untuk tanggal 17, terutama yang belum sampai full 18 hari tugas. Kalo diitung-itung aku baru tugas empat hari kemarin dan nanti tanggal 24 sampai 5 September. Totalnya emang kurang dari 18 hari. Jadi aku mengajukan diri dan karena sebelumnya aku masuk shift 3, kali ini kebagian shift 1. Jam enam aku harus sudah stand by di MPC. Maka aku mandi sedikit dan sebelum subuh udah pesen grab. Alhamdulillah ada yang udah ready ini drivernya. Baru juga naek, eh udah azan subuh. Sampe stadebar, aku langsung cari musholla yang baru aku tahu posisinya di pintu belakang situ(setelah nanya petugas). Ini pertama kali aku naik kereta jem segini dan melihat orang-orang yang udah pada mau jalan kerja. Yang aku sempet mikir adalah saat melihat anak sekolahan. Aku jadi bertanya dalam benak ini anak sekolah dimana? Tiga tahun naek KRL demi pendidikan. Mantaplah!
Tujuanku kali ini masih Karet. Sampai sini udah terang benderang. Tapi saat pesen grab, lamanya bukan main untuk dapetin satu aja. Bahkan sampe tarifnya naik saking on demand. Oke, deh, dapet tuh, walau pun harus telat sampe MPC. Setengah tujuh aku berjalan cepat sampai ke meja helpdesk yang sekarang udah pakai meja kotak, bukan bulat kayak acara pesat, dan udah ada plakat tanda kalo di itu helpdesk. Tadinya ini sempet jadi masalah. Dari pihak A minta ada helpdesk juga di dalam dan dari pihak transportasi, terutama managernya, bilang kalo emang kami gak dikasih tempat. Apalagi tanda di nametag atau AD card transportasi yang kami pakai hanya sebatas pada area MPC yang secara umum di luar zona area media di dalam JCC. Kurang lebih gitu yang aku tangkap. Tapi setelah itu jadi juga ada helpdesk transport di dalam.
Sampai di meja helpdesk luar, ada anak shift 4 yang aku kenal, tapi kayaknya dia gak kenal aku. Pas banget ada anak hotel yang juga baru sampe. Aku ajak aja ke parkit karena lagi pada kumpul di sana.

Setelah beberapa hari enggak ke MPC, wah jalan pintas yang langsung ke parkit udah ditutup kain berlogo AG2018. Jadi kami berdua muter ke area Bhin-Bhin apa. Baru, deh, ketemu sama pintu parkit. Ada Monic di sana yang lagi sibuk bagi-bagi tugas ke anak hotel nanti naik shuttle yang mau ke hotel mana aja. Karena masih pagi dan di shelter shuttle ke hotel belum ada orang, Monic nyuruh aku jaga di sana. Agar memudahkan komunikasi, dia masukin aku ke grup vo MPC tambahan. Grup bayangan di luar grup MPC, nih. Aku kali ini ke shelter lewat jalan pintas biasa yang deket gedung parkir otomatis dan ngelewatin barak Kodam.
Ternyata udah ada dua vo yang stand by. Aku kenalan sama Nadia dan Nabil. Satu baru lulus kuliah, yang satu baru lulus SMA. Nadia ternyata rumahnya di Depok, di Sawangan. Malah sempet di Mandor Eti yang lebih deket ke rumahku. Kalo Nabil dari Tebet yang kuliahnya di UNY. Dia izin dari kampusnya demi AG2018. Duh, aku serasa tua, nih. Tapi kata Nabil aku masih keliatan dua-lima. Thanks, Nabil.
Tadinya aku mengira mereka vo transport MPC. Taunya vo transport shuttle. Aku udah banyak ketinggalan info. Jadi ternyata ada vo khusus yang stand by di setiap shelter di dalam kompleks GBK. Dan mereka tidak tahu-menahu shuttle hotel. Jadi hanya aku yang ngarahin kalo ada yang mau ke dan dari hotel. Vo transport yang khusus shuttle di area GBK ini emang baru tugas kemaren-kemaren.
Pagi bener-bener sepi. Selain karena upacara tujuh belasan—aku cuma sempet denger sedikit bapak-bapak polisi atau kodam yang jaga di GBK lagi upacara—kebanyakan shuttel bawa media atau penumpang dari hotel. Untuk persiapan, aku lihat-lihat jadwal shuttel di tumpukan kertas print dan potokopian yang udah agak lusuh karena sering dibolak-balik. Aku sampai nyatet lagi di buku dari NOR kemarin. Clara udah wanti-wanti nanti kalo ada yang mau naik shuttel wa atau telepon dia biar disiapin shuttel. Karen masih pagi juga, shuttle-shuttle masih ada yang di pool-nya.
Karena masih sepi, Nabil sampai ikut keliling shuttle inner GBK sekalian ngecas hp di bus yang masih baru banget. Aku pernah ikut keliling juga kemarin-kemarin, lupa hari apa, sama Monic dan Aya. Aya bahkan ngitung berapa lama waktu dari shelter ke shelter dan setiap shelter deket sama venue apa aja. Jujur, aku gak pernah bisa inget. Aku sampai tanya Nabil itu dan itu venue apa. Dia sangat sangat hapal. Kalo ada pengunjung yang nanya, tangannya siap mengarahkan. Dia juga ngasih tau dimana area Bhin-Bhin, Kaka, dan Atung. Dan tidak seperti sebelumnya, penumpang shuttle inner GBK dikasih karcis kertas setiap naik. Yang bagiin yah vo yang ada di shelter ke penumpang yang mau naik. Walau kenyataannya vo di dalan shuttle yang pegang.
Setelah Nadia keliling naik shuttle, giliran Nabil sekarang. Aku suka banget liat Nadia jelasin pake bahasa Inggris ke penumpang. Banyak banget yang nanya shuttle ke AV. Ada bapak-bapak dari dinas entah apa di Jakarta yang baru keluar liat venue apa naik shuttel dari shelter posku jaga. Mereka mau keluar GBK. Ada juga ibu-ibu yang jelas orang Indonesia banget, tapi nanya ke vo pake Inggris. Ada lagi seorang ibu pengunjung yang mau keluar GBK, tapi agak marah-marah kesel karena maunya turun di gate X. Nabil, Nadia, dan seorang vo shuttel yang baru aku lihat—dia datang siang—berusaha jelasin kalo rutenya emang gitu. Nanti ke shelter venue A, terus ke shelter venue B. Kadang emang susah jelasin ke orang senegara dibanding yang lain. Ada seorang perempuan Jepang yang mau ke hotel X. Kebetulan ada tiga orang liason dari hotel Borobudur yang mungkin habis meeting atau briefing di MPC. Seorang dari mereka minta kontak aku untuk nanya-nanya rute dan jadwal, terutama rekayasa lalin besok pas opening.
Karena shelter shuttle hotel beratap kaca, panas matahari menjelang tengah hari semakin terasa dan semakin siang semakin banyak yang mau naik shuttle. Ada rombongan dari Palestin yang mau ke Wibawa Mukti. Parahnya pas ada rombongan India mau ke AV, aku yang sendirian (Nadia masih keliling naik shuttle dan Nabil sama temennya jumatan), aku salah ngarahin. Karena emang ada shuttle AV—warnanya oren, kalo shuttle inner GBK warnanya ungu tua—yang mampir di shelterku, jadi kuarahkan untuk naik. Seneng tuh bisa melakukan tugas. Tapi enggak lama kemudian mereka datang lagi. Setelah turun di shelter di depan venue aquatik—agak di seberang dari shelterku. Syukur Nadia udah dateng. Jadi dia yang mengarahakan. Aku lupa kalo shuttle ke AV naiknya dari shelter aquatik. Bapak-bapak orang India yang tinggi gemuk besar bilang, “You should know”. Aku cuma bisa bilang, I’m sorry, Sir. Mereka jelas kesel. Kesannya aku ngerjain.
Saat menjelang jumatan, banyak vo yang mampir di shelter-ku. Mereka nunggu shuttel yang mengarah ke masjid Al-Bina. Duh, pas ditanya sama pengunjung yang juga mau ke masjid, aku sungguh gak tau masjid terdekat.Cuma Nabil yang udah kayak peta GBK berjalan.
Dibanding Nadia yang mengarahkan banyak pengunjung alur shuttle, aku lebih fokus pada media dan mereka yang mau ke venue di luar GBK. Hari ini pertandingan sepak bola memenuhi jadwal. Ada yang mau ke Wibawa Mukti, ke Popki, juga ke JiExpo. Pokoknya setiap ada yang mau naik shuttle, aku segera lapor ke Clara atau ke grup supaya vo di parkit siap mengeluarkan shuttle. Kalo siang begini jarang yang mau ke hotel. Ada, sih. Tapi gak banyak. Walau begitu, shuttle yang khusus ke hotel-hotel tetap keluar setiap jam.
Hari ini aku hanya sampai jam dua. Setelah sholat juhur di JCC, aku ke meja helpdesk mau minta cap di jurnal vo yang nanti akan disobek dan jadi bukti pencarian allowance. Selain harus ada ttd koor, harus ada cap dari vo yang ngurusin vo—namanya HRV. Mirip kayak HRD gitu. Setelah selesai dicap, aku pamit pulang.
Kali ini aku naik TJ sampe Dukuh Atas. Hem, kalo tau gitu, udahbisa hemat uang dan waktu ini. Jadi mikir kenapa gak dari kemarin-kemarin naik TJ. Padahal gretong. Aku balik udah mau jam tiga. Tadinya mau turun di UI, tapi inget kalo hari ini libur. Jadi turun di Debar, baru pesen Grab.
Tidak seperti hari sebelumnya yang tugas malam dan menjelang siang, kali ini aku ngerasa zolim banget. Pas di jalan, pas udah di rumah, aku jadi mikir keras harusnya begini, harusnya begitu. Sikapku seakan membuat peran vo jadi tidak maksimal. Ketidaktahuanku malah semakin membuat pengunjung bingung. Karena itu, untuk selanjutnya aku harus tahu dan bertanya pada vo yang bertugas sebelumku apa saja yang sudah terjadi dan yang harus dilakukan. Setidaknya ini kuterapkan nanti saat bertugas di hotel.
Tapi yang membuatku senang, sekarang semakin jelas tugas setiap vo dan apa saja yang harus dilakukan. Jadwal udah ready setiap hari. Mereka yang di helpdesk tau harus apa, juga yang di parkit (ini yang paling riweh dan butuh banyak vo). Baik di helpdesk atau di parkit (bahkan di shelter) udah ada pencatatan khusus data shuttle hotel dan venue yang keluar masuk. Jam kedatangan di parkit, jam tiba di lokasi, jam berangkat dari lokasi, nopol shuttel, nama dan nomor Hp supir, termasuk vo pendamping shuttle dicatat dengan baik. Atas inisiatif seorang vo yang baru lulus SMA, dia secara tidak langsung membantu berjalannya arus shuttle. Satu hal lain, aku ketemu sama Monica lagi di parkit. Kami pertemu pertama kali pas ngambil seragam di Ciracas. Dia sempet kaget liat aku karena taunya aku vo TJ.
Oke, tugasku di MPC berakhir hari ini. Sampai ketemu di tanggal 24 Agustus 2018 di hotel Grandhika.

Sepuluh tahun lalu, saya mencari-cari kampus hanya yang saya pernah dengar dan dikenal banyak orang. Tidak tahu kalau PTN dan PTS sangat banyak, juga jurusannya. Saya hanya memilih pada jurusan yang punya banyak peminat. Padahal kemudian hari, jurusan seperti ilmu perpustakaan ataupun jurusan yang jarang dilirik lainnya punya kesempatan besar sama berkarir. Tidak terbayang berapa banyak yang salah pilih jurusan hanya karena kurang info dan strategi. Tidak banyak yang punya kesempatan untuk mencari-cari info detil tentang kampus dan jurusan, belum termasuk segala biaya yang ada. Sepertinya akan lebih memudahkan kalau ada aplikasi yang menyaring info yang kita butuhkan. Seperti halnya trivago atau aplikasi lain yang memudahkan mencari hotel saat melancong. Ini kan demi masa depan, bukan sekadar info hiburan dan liburan. Atau sudah ada aplikasi sejenis yang dimaksud? Can you tell me?
Karena rolling shift, kali ini aku gak lama di rumah dan gak bareng Monic. Jam sepuluh udah jalan. Sampai di Debar, hampir aja mau naik yang ke Kota. Sampai di Karet, sambil jalan ke depan, aku pesen grab. Agak lama aku nunggu drivernya di jembatan, tapi cepet sampenya ke gate 9. Bapaknya udah hapal jalan. Masuk ke MPC, aku jalan ke shelter buat absen basah.
Seharian ini aku stand by di parkit. Cek shuttle dan sedikit ngasih tau anak hotel yang baru kali itu ke MPC apa aja yang terjadi dan mesti ngapain aja kalo lagi di helpdesk, shelter, atau parkit. Selain aku, anak shift lain juga pastinya ngasih arahan ke vo yang baru
Karena di parkit ada tenda-tenda kodam, kami dikasih kardus botol air minum Aqua, juga bangku kain yang biasa dipakai tidur di barak-barak buat duduk. Ada bapak kodam yang nanya ‘dikasih konsumsi gak?’. Temenku jawab dikasih mentahannya (kenyataannya sih nanti setelah AG2018 resmi dibuka ada konsumsi siang dan cemilan kayak pop mie gitu).
Karena aku aslinya anak hotel, begitu ketemu sesama vo hotel jadi excited sendiri. Nanya hotelnya dimana. Satu dari mereka ada yang namanya Anggi yang ternyata aslinya anak TJ1 sama kayak aku. Jadi dia toh yang lagi itu ngisi list terakhir yang mau pindah ke MPC (aku keduluan dia. Tapi namanya rezeki, aku ke MPC juga). Dan dia juga tau ‘oh, ini loh vo yang namanya sendiri terus pamit dari grup TJ1’ (that’s me). Jadi seharian ini, Anggi dan aku bareng nempel terus. Sholat bareng, jajan bareng, ke kamar mandi bareng.
Setelah sholat di dalam JCC, kami kembali ke parkit. Kali ini ada vo athlete village (AV) yang nanya bus TJ yang mau ke sana. Aku yang gak ngeh dan baru kali ini di parkit sempet bingung. Setauku langsung aja naik TJ AV yang lagi parkir di parkit. Tapi vo ini yang ada tiga dan bawa-bawa buku jurnal ijo (beda sedikit warnanya sama punyaku) bilang udah tadi gitu, tapi bukan. Datanglah Dego anak shift 3 lama yang biasa ada di parkit. Dia ngasih tau naiknya dari shelter di belakang parkit situ (lebih tepatnya di belakang kami duduk dan di depan venue aquatik). Aku sampe bilang maaf karena gak tau dan hampir menyesatkan mereka. Akhirnya pergi deh vo AV ini.
Jam empat, anak shift 3 baru udah pada datang, termasuk vo tambahan dari hotel. Jadi, semakin ramelah kami. Ada yang ngumpul di meja helpdesk (padahal cuma boleh ada dua vo di sini), di shelter, dan di parkit.
Aku melihat Monic yang sibuk urus shuttle yang mau ke hotel di sekitar GBK dan Blok M. Parahnya tadi, Chris yang sedang makan siang di jem 3 baru ingat kalau ada yang mau ke Farimont dan Mulia. Karena itu dia pergi masuk ke shuttle yang mau ke dua hotel tadi.
Hari ini waktu berlalu cepat. Tau-tau udah gelap aja parkit. Karena musholla lumayan jauh di JCC, jadi kami nunggu sampai isya baru balik lagi ke parkit. Tadi siang Anggi sempat jadi vo pendamping di shuttle yang mau ke hotel. Kebanyakan anak hotel jadi vo pendamping shuttle.
Kak Ratna baru datang Ashar, turun dari shuttle di parkit.
Menjelang jam delapan, aku siap-siap mau pulang. Report di jurnal kata Kak Ratna yang udah gak ada di MPC titip aja. yowes, aku titip ke Brigitta. Karena anak hotel pengen tau gimana ngisi report harian, punyaku di foto (walau akhirnya gak guna). Untuk report harian di apps, aku hanya bisa sekali. Selanjutnya error. Malah pernah udah ngetik lumayan panjang, eh, error gak bisa di submit. Pas mau cek di history, eh gak bisa diklik. Enggak tau hape aku yang butut atau aplikasinya yang masih belum stabil. Begitu nitip potongan jurnal report ke Brigitta, aku sama Anggi jalan ke helpdesk mau pulang. Karena Anggi di jemput, aku jalan sendiri ke gate 9. Sambil nunggu grab, ada satpam yang minta vo jaga di gate. Soalnya suka ada orang asing nanya-nanya dan mereka gak ngerti. Aku sampein aja ke grup wa MPC (kenyataannya nanti begitu AG2018 resmi dibuka, bakalan ada vo yang jaga gate lengkap dengan alat X-ray-nya).
Banyak sebenarnya yang terjadi hari ini. Karena baru pertama kali di parkir timur, aku jadi tahu suasanan riwehnya ngurus keluar masuk shuttle. Lebih berasa kerjanya di sini. Sampai di Tebet, aku ketemu sama anak hotel lain: Selma dan Zahra. Mereka padahal tadi jalan duluan bareng sama yang lain pakai grab car. Biasanya aku naik di gerbong cewek. Tapi karena mereka naik di gerbong campur, yah, aku ikut aja. Selma turun di Kalibata dan Zahra turun bareng di Debar. Dia anak PNJ yang ngekos di Beji.
Sampai di shelter ojol, aku dapet duluan. Jam sepuluh kurang udah di depan rumah. Abis mandi, aku baru makan. Baca sedikit-sedikit info di hape, baru deh tidur.
Ini hari terakhirku di MPC. Aku udah pamit tadi sama anak shift 3. Gak tau mereka ngeh atau enggak. Besok bisa sedikit santai.

Setelah sempet mikir, lebih murah langsung naik dari stadebar daripada harus ke Pocin. Emang secara posisi Pocin tinggal lurus dari rumahku, tapi karena harus lewat UI, rute yang dipilih di aplikasi jadinya ke jalan biasa, bukan masuk UI. Jadi selanjutnya aku milih naik dari Debar.
Setelah siap dengan isi tas, termasuk bekal (hari pertama tugas, bekal sama sekali tidak disentuh. Enggak mood makan dan karena ibuku liat bekal maish utuh disimpan di kulkas, aku sempet kena nasihat yang lebih ke marah—takut anaknya sakit and kenapa-napa. Hari kedua alhamdulillah ke makan).
BTW, karena semalam baru diumumin kalo apps absen Vo udah bisa dipakai, aku baru download hari ini. Karena memori hape gak muat dan harus apusin apps yang kira-kira jarang dipake, aku mutusin entar aja downloadnya. Semalem sih anak shift 3 udah pada download begitu dapet info di grup. Nah, pas aku mau nulis daily report di jurnalnya, ternyata kalo udah lewat dari hari tugas gak bisa input jurnal. Yoweslah. Andalanku jurnal tulis yang katanya dikumpulin tiap lima hari.
Kali ini aku naik dari Debar dan Monic dari UI. Kami gak banyak ngobrol di kereta, kecuali masalah helpdesk lagi. Tadinya mau naik TJ, tapi karena waktunya kurang, jadi ke Karet lagi dan naik grab. Sama kayak kemaren, Monic lama dapet grab-nya. Tapi aku tungguin. Karena aku juga gak apal jalan dan posisi gate 9 dimana, aku bilang aja ikutin motor depan (Monic). Jadinya kami malah muterin GBK. Padahal kata bapaknya belok kiri nanti muter di kolong. Oke, besok kayak gitu aja.
Koor kami udah stand by di meja helpdesk. Sedikit ngasih arahan sore sampai malam ini gimana. Saking banyak yang diomongin, ashar sampe telat setengah enam. Saat aku mau izin sholat, Kak Ratna juga baru ngeh lupa. Kami bertiga—plus Monic—ke musholla lain di dalam JCC. Ini bukan musholla kemaren yang di dalam MPC, tapi ada di lantai bawah—rencananya untuk tempat anggar yang masih dalam persiapan pengerjaan. Sambil jalan, Monic nanya absen hari pertama. Kata Kak Ratna udah disetor langsung per hari dan karena aku belum sempat absen di hari pertama, dia bantuin aku dengan cara menjiplak ttd-ku yang katanya susah.
Kali ini aku disuruh Kak Ratna stand by di gate keluar MPC (yang masih di dalam area GBK). Nanti aku ngarahin media asing yang mau ke shelter di depan gedung parkir otomatis. Sesuai info, ada media mana gitu yang mau pulang ke hotel. Karena itu, walau bukan orang bule yang jalan mau ke shelter, koorku nyuruh nyamperin segerombolan media Jepang yang lagi nunggu di gerbang dalam MPC. Sebelumnya juga ada media bule, tapi mau ke Arya Duta—bukan media yang infonya seperti di atas. Nah, media Jepang tadi lagi nungguin grab car. Pas banget drivernya nelepon, jadi aku yang terima karena disodorin ponsel sama seorang pria media Jepang. Drivernya nanya dijemput dimana. Aku bilang aja di gate 9. Begitu selesai aku jelasin ke pemilik ponsel dengan Inggris terbatas dan pelan. Media Jepang ini nanya bisa request shuttle gak. Aku bilang bisa,  bisa booking sehari sebelumnya. Nanti isi formnya aja di meja helpdesk. Setelah selesai jelasin, aku balik ke meja helpdesk. Lah, dikira mereka mau jalan ke gate 9, taunya nyamperin ke meja helpdesk karena drivernya nelepon lagi. Kali ini yang terima Aya. Baru, deh, mereka jalan ke gate 9—gate paling dekat dari MPC.
Setelah ini baru deh media yang ditunggu-tunggu mau ke hotel apa gitu datang. Beliau bapak bertubuh tinggi yang sudah tua, sekitar di atas lima puluh tahun, dan tidak bicara kecuali mengatakan ‘thank you’. Untukku yang berjalan di sampingnya sampai ke shelter bener-bener ngerasa pendek. Aku hanya bicara sama pendampingnya yang tingginya tidak terlalu parah untuk standarku. Aku hanya bertanya ‘beliau yang mau ke hotel X?’. Pada bapak tinggi itu aku hanya mengatakan “shuttle Anda menunggu di sana”. (Inggris-in sendiri aja, yah?).
Selesai, deh, tugas kali ini. Tinggal nunggu jam 11. Oh, iya, karena masih sepi, shift setelah kami belum aktif di hari pertama kami bertugas. Tapi karena info yang masuk ke grup wa terlambat, satu dua vo ada yang sudah sampai di MPC, sisanya masih di jalan, dan seorang lagi baru mau jalan. Nah, baru di malam kedua shift 4 mulai tugas. Beberapa sudah ada yang datang jam sembilanan.
Sedikit info, atas permintaan anak shift 3, dibuatlah rolling jadwal setiap tiga hari sekali. Jadi besok shift 3 berubah jadi shift 2, shift 2 jadi shift 1, dan shift 1 jadi shift 3. Yang tidak dirolling hanya shift 4. Wa di grup baru masuk terlambat di atas jam sembilan dan karena semakin ramai media di MPC, maka vo ditambah anak hotel yang belum bertugas.
Jam setengah 12, Monic yang sejak tadi stand by di shelter berjalan buru-buru ke meja helpdesk, lalu mengambil tasnya. Dia mengejar KRL yang sambil lalu mengajakku segera pulang. Kali ini Monic pulang duluan. Aku masih di gate 9 nunggu grab yang lama karena hape lola. Aku kali ini kembali ke Tebet. Monic wa nyuruh aku buru-buru ke Sudirman atau Karet. Aku jawab: gak keburu, Mon.
Kembali aku dapet driver yang baik. Beliau nanya rumah dimana, entar dijemput gak. Aku bilang aja nanti dijemput grab lagi. Enggak lama commuter dateng. Masuk gerbong paling belakang. Aku gak sengaja liat Monic deket pintu tengah sana. Tapi enggak aku panggil. Sibuk sama hape masing-masing. Kami masih sedikit wa-an. Aku bilang aja udah di kereta. Mungkin dia gak liat aku.
Beberapa saat kemudian ada penumpang yang masuk. Aku liat jaketnya ada logo AG2018. Tapi begitu diperhatiin ban di lengan atasnya ada tulisan ‘fire dance’. Oh, buka vo toh.
Sampai di debar, langsung pesen grab. Dapet tuh di shelter. Nah, ini abangnya juga bae dan tau jalan banget. Kami gak lewat CN karena jem segini udah ditutup. Jadi lewat tugu. Drivernya apa banget kapan jem buka-tutupnya. Sedikit drivernya cerita kalo dia orang malem. Siangnya tidur. Lagian kalo siang panas dan gak banyak penumpang. Narik gak jauh sampe Jakarta soalnya ada ganjil-genap. Padahal aku udah pede promosi kalo sekarang pasti rame karena ada AG2018. Drivernya juga nawarin isi ovo. Katanya lebih murah. Karena di dompet tinggal sisa, aku isi 10k aja. sampe depan komplek yang udah di gembok, aku isi ovo dan kasih uangnya. Aku kembali masuk lewat celah. Sampai di rumah, ganti baju semuanya dan ngerendem kaos plus kerudung sebelum tidur. Iya, aku, gak mandi. Asli ini udah pengen banget tidur. Besok aja mandinya.
Lanjut setelah tidur-tiduran sampe jem 11-an, baru deh mandi sekalian juhur. Karena udah punya temen, wa Monic. Kami janjian ketemu di pocin. Tapi karena aku lama (bapaknya gak tau UI dan Pocin) dan Monic sekalian anter temen yang mau ke bandara, jadinya kami ketemu di stasiun Pasar Minggu. Ketemu juga tuh di gerbong paling ujung. Oh, dikira temennya naik kereta. Taunya naik bus bandara. Di sini kami ngobrol-ngobrol lumayan. Termasuk saling kenal lebih banyak. Gara-gara ini juga ketauan, deh, umurku yang udah hampir kepala tiga. Haha...
Kami turun di stasiun Karet yang menurut Monic lebih dekat. Aku pake grabnow, jadi lebih cepet dapet driver. Karena Monic lama, dia nyuruh aku duluan. Jadi aku nungguin di gate 9. Nah, pas banget aku turun, ada satpam depan yang manggil “mbak, mbak”. Taunya ada dua orang India yang mau nanya. Jadi mereka mau liat GBK dan nanya jalan masuknya kemana. Aku nanya satpam dong. Kata Bapaknya bisa lewat gate 10 (pas hari-hari berikutnya aku mulai hapal area GBK, ternyata lebih dekat lewat gate 1, 2, 5, atau 6). Aku kasih tau dengan English belepotanku kalo gak bisa lewat gate ini (a.k.a gate 9). Aku kan mau bilang “untuk gate ke GBK”, tapi karena miscom, mereka kayaknya pahamnya malah jadi “forget”. Padahal maksudku “for gate”. Alhamdulillah Monic sampe. Dia yang bantuin banget. “You can walk and bla bla bla”. Monic juga sempet nanya mereka turis atau gimana. Oh, ternyata kerja di sini. Baru 5 bulan. Mereka nulis kerjaannya di google translate: legal service. Oke, oke, I paham. Kelar, deh, urusan. Pas kami berdua mau masuk ke MPC, Pak satpam bilang, “Nah, gitu, dong, Mbak. Kita mah mana bisa inggris, Mba.” Hehe, iya, Pak.
Sampe depan lobi JCC, udah ada Kak Ratna (our koor), Aya dan Clara (temen di shift 3). Kalo sore gini sampai malam shift kami urusannya nunggu ke pulangan. Sambil duduk-duduk, aku enggak ngerti, deh, apa yang dimaksud dengan “Hi Ace”. Kalo bus atau mini bus Insya Allah tau. Tapi itu jenis mobil atau merek. Mana setiap pagi nih, dari jem 6, grup MPC bukan main ramainya urus keberangkatan media.
Aku sempat posting aplikasi absen untuk vo, tapi karena AG 2018 belum resmi dibuka, untuk sementara kami pakai tanda tangan basah (ini jadi andalan sampai akhir, deh). Nah, itu absen ada di atas meja. Kemaren malam udah gak ada. Tapi Kak Ratna bilang dikumpulin. Nanti dia cek lagi. Oke, deh, Kak.
Untuk sementara keadaan tenang. Aku sampai lupa sholat. Sama Monic kami sholat di musholla di dalam MPC yang enak banget kamar mandinya. Monic sekalian benerin soft lensnya. Di situ ada media dari Vietnam yang nanya Monic lagi ngapain. Dia baru tau kalau ada penjepit soft lens. Selama ini dia pakai tangan dan itu pasti kotor. Wow, Monic keren Englishnya. Aku aja gak bisa nangkep tadi mereka berdua ngomong apa.
Setelah tadi tenang, sekarang ada masalah. Mobil transport hilang. Jadi gini untuk beberapa hari di awal akan ada sekitar 10 mini bus, beberapa Hi Ace dan bus yang parkir di parkit GBK untuk melayani media yang akan ke venue acara. Nah, setelah dicek sama vo MPC yang stand by di parkit (biasanya anak laki), ternyata mobil hilang. Enggak tau supirnya maen pergi aja istirahat, gak tau gimana. Karena kami pegang mobil, bahasanya udah kayak “mobil kita”. Nanti-nanti akan sering disebut atau ditanya sama Koor atau manager transport: “mobil kita ada berapa?”, “mobil kita lengkap gak?”, “yang Hi Ace ada berapa?”
Karena helpdesk vo transport ada di lobi JCC, aku beberapa kali liat mobil sejenis Hi Ace (udah ngerti sekarang kalo ini merek atau tipe mobil) dengan logo TBS, CCTV, juga KBS. Sayangnya, karena masih awal banget, enggak ada tanda kalau meja kami meja helpdesk. Beberapa media asing, kayak Jepang, sempat nanya jadwal shuttle dari hotel ke MPC. Masalahnya kami aja gak pegang jadwal. Pokoknya di awal-awal ini banyak banget kurang siapnya. Entah emang kaminya aja yang sebagai vo gak inisiatif cari info atau gimana keadaan sebenarnya.
Semakin malam, semakin gabut. Jadi, aku, Monic, dan Aushi jalan ke parkit ninggalin meja helpdesk yang dijaga Clara dan Aya. Posisi parkit ada di depan gedung parkir yang rencananya otomatis apa. Kayak ada liftnya gitu. Katanya, yah. Di parkiran ini juga ada tenda-tenda dan mobil barak TNI. Kami bertiga nyamperin Dego dan Chris (dua cowok di shift 3) yang gak bisa dipisahkan satu sama lain. Aushi ngasih obat nyamuk semprot. Sungguh banyak nyamuk di JCC ini. Ngobrol-ngobrol bentar, kami bertiga kembali ke meja helpdesk.
Karena aku dan Monic paling jauh rumahnya, kami dapet izin dari teman shift 3 untuk pulang 30 menit lebih cepat. Monic yang udah browsing jadwal KRL terakhir jalan cepet-cepet ke gate sambil kami pesan grab. Monic ngasih tau langsung ke stasiun Tebet aja. takut gak kekejar yang di Sudirman. Tapi kenyataannya karena aku dapet duluan driver dan Monic nyuruh aku cepet-cepet jalan demi ngejar kereta, jadi cuma aku yang ke Tebet. Dia ternyata ke Sudirman karena drivernya bilang masih sempet kalo ke sana (dia baru cerita besokannya). Sampe di Tebet, aku agak lama ngasih uang. Nyari-nyari sisaan ini. Hampir aja abangnya bilang gak usah. Ada seribuan doang mah, Bang.
Sampe di Depok Baru, aku pesen grab di shelter. Bener, nih, ini baru ngerasain naik dari shelter dan mesen udah jem 12. Yang aku naikin tadi KRL terakhir apa. Alhamdulillah dapet bapak-bapak bae. Bapaknya tau jalan lurus dari pertigaan PLN. Jadi tembus-tembus di jalan yang Cahaya Titis aja. Sambil di jalan, kami ngobrol. Karena pake seragam Vo, pasti ditanyain ada acara apa and bla bla bla. Aku tanya bapak udah lama jadi driver. Beliau bilang baru Mei ini. Tadinya satpam di sekolah apa. Cuma gak diperpanjang kontraknya karena ada masalah. Bukan bapaknya yang bermasalah, tapi orang atasnya yang bimbang mau nerusin kontrak beliau atau enggak. Bapak yang tinggal di Cilodong ini bilang boong kalo sehari gak dapet cepe mah. Bapaknya cerita kalo ada tabungan sesama driver, segala buat yatim, tapi enggak dikasih lewat yayasan. Daripada duit abis gak jelas, mending buat yatim, gitu kata beliau. Kalo dikumpulin lumayan kata bapaknya. Terus bapaknya juga cerita horor dikit pas banget di tanjakan mau ke rumahku yang masih ada kebonnya. “Enggak kayak mbak yang diajak ngobrol nimpalin. Ini mah diem aja.” Jadi bapaknya cerita dapet penumpang cewek, tapi diem aja. Eh, turunnya di kuburan apa. “Ada makam baru.” (jujur aku kurang ngeh sama ceritanya karena cara bapaknya cerita sepotong-sepotong). “Cuma duit udah nyampur ini. Enggak tau mana yang daon, mana yang asli.” Ada lagi driver lain. Enggak tau kenapa dikira rumah (mungkin nungguin penumpang yang belum juga keluar), jadi malah ketiduran di kursinya. Pas pagi-pagi dibangunin sama tukang bersihin makam. Aku dalam hati cuma bisa bilang “ada-ada aja.” Jujur kalo denger cerita beginian aku anggap angin lalu aja dan cukup sampai di aku aja (tapi malah kutulis di sini. Hah...)
Sampe rumah, gerbang komplek udah di gembok. Aku masuk lewat celah di samping gerbang yang sengaja besi pagernya dilonggarin dan bilang ke bapaknya tunggu bentar. Aku minta duit ke adikku karena orang rumah udah pada tidur. Alhamdulillah ada nih. Aku balik lagi ke gerbang. Say thank dan masuk lagi ke rumah.
Di rumah, langsung mandi, sholat, dan try sleep. Prepare buat besok go gitu lagi nih.
Sedikit aku jelaskan. Dari kurang lebih 13.000 volunteer, semuanya dibagi menjadi beberapa departemen. Salah satunya departemen transportasi yang konon kabarnya paling banyak jumlahnya. Sebelumnya aku dapat posisi di Transjakarta. Tugasnya kayak ‘kenek’ di dalam bus TJ yang mengangkut atlet dari wisma atlet ke MPC dan sebaliknya. Karena bagian transport yang berlokasi di MPC (JCC) dan hotel kekurangan vo, maka dibuka kurang lebih tiga slot vo bagi yang mau pindah divisi (karena masih satu departemen). Aku sempet mikir berkali-kali sambil liat info di grup wa TJ 1 (ada sekitar lebih dari 5 grup TJ. Kebayang dong berapa banyaknya vo yang khusus di dalam TJ?). Hari pertama, yang infonya dateng subuh-subuh, aku kalah cepat dengan yang lain. Tapi emang dasar rejeki, hari berikutnya dibuka lagi slot pindahan. Gak banyak, cuma tiga juga, deh. Tapi cuma aku yang ketik nama. Aku pun pindah bagian dan masuk grup baru. Setelah say good bye dan left grup, aku tinggal nunggu jadwal kapan jaga di hotel. Karena satu dan lain keadaan, beberapa kali jadwal direvisi. Aku baru paham kalau grup transport MPC isinya ada dua bagian, yang di stay di JCC dan di hotel sekitar Jakarta.
Selain grup MPC, ada grup wa lain bagi vo hotel. Setiap grup wa terdiri dari hotel dalam satu kawasan. Misalnya grupku: hotel di sekitar Blok M. Begitu dapat tempat dan jadwal bertugas, aku langsung cari di google maps dimana lokasinya. Iya, sih, Blok M. Tapi aku udah lama gak ke sana. Terakhir pas tahun 2012 apa.
Sehari sebelumnya, aku sudah dapat revisi jadwal volunteer transportasi. Karena Vo transport yang di MPC kekurangan orang, jadi ada Vo transpor hotel yang belum mulai tugas dialihkan ke MPC. Aku berulang kali melihat jadwal. Jadwal asliku dimulai tanggal 24, setelah Idul Adha. Bener, nih, besok sampe tiga hari ke depan? Aku masih percaya gak percaya. Dari jadwal, ada dua atau tiga orang anak hotel dioper ke MPC dulu (bahkan hari-hari berikutnya setelah AG 2018 resmi dibuka, lebih banyak lagi vo hotel yang dibutuhkan).
Dengan pede-nya, hari Jumat sekitar jam dua, di tanggal 10 Agustus 2018, aku berangkat berpakaian lengkap seragam volunteer ke JCC. Ini kali pertama aku ke sana. Jadi agak sedikit bingung. Naik kereta sampai Sudirman. Lanjut Grab ke gate 9 (pintu masuk vo sebagaimana info di grup). Dari jadwal, aku kebagian shift 3: dari jam 4 sore sampai jam 11 malam. Totalnya ada 4 shift. 24 jam vo urus transport di MPC. Shift 1 mulai dari jam 6 pagi sampai jam 2 siang. Shift 2: jam 13-20. Dan shift 4 dari jam 11 malam sampai jam 6 pagi.
Aku sampai jam empat kurang. Nanya satpam di gate 9. Disuruh masuk aja. Duh gimana, sih. Mana di grup gak ada yang jawab. Setelah beberapa saat, baru deh dibalas kalau lagi pada di FX. Karena belum ramai, jadi masih santai. Nanti baru mulai lagi jam 7 malam. Karena mau magrib, aku nanya satpam dimana musholla. Ada tuh deket gerbang. Tapi karena banyak banget gerbang-gerbang tambahan juga pos penjagaan, jadi kesannya jauh. Aku di musholla sampe isya. Mana ternyata kuota abis. Pantes wa cuma ceklis. Mana sempet hujan. Jadi aku makin lama di musholla. Setelah reda dan selesai nangis kayak anak ilang (gak punya kuota dan seorang diri), aku jalan ke depan JCC sana. Di sekitar terasnya ada meja bulat kaca plus kursi-kursi putih. Aku nanya ke vo yang seragamnya sama-sama oren. Oh, vo media dan broadcast toh. Nah, yang meja sebelah baru deh anak transport. Aku kenalan sama 4 vo. Akhirnya ketemu juga sama anak transport. Sebenarnya ada dua lagi cowok di shift 3 ini, tapi lagi di parkiran timur (parkit). Karena masih sepi, walau para awak media dan OCA udah ada, kami lebih banyak duduk dan hampir tidak tahu harus bagaimana. Koordinator kami juga tidak ada. Bener-bener kayak anak hilang dan hanya tahu informasi dari shift 3 apa saja yang harus kami lakukan. Bener-bener info dari mulut ke mulut. Estafet tugas secara lisan.
Malam itu tugas terakhir kami menunggu bus yang datang dari tempat pertandingan bola (dibanding cabang olahraga lain, sepak bola udah mulai duluan). Karena mendapatkan perintah sebatas dari grup wa, kami pun sedikit membagi tugas. Jadi begini, kami harus mencatat nomor plat bus, menghitung jumlah penumpang, mencatat jam kedatangan, foto plat sebagai bukti. Bahkan karena masih baru, kami memfoto penumpang yang turun dari bus. Kesannya seperti wartawan nyerbu artis turun dari kendaraan. Itu aja penumpangnya sampe senyum-senyum bingung gitu.
Kelar dengan tugas pertama ini, kami siap-siap pulang. Sekitar jam 11 udah mulai mengundurkan diri. Sisanya tinggal aku dan Monic. Ternyata kami sama-sama dari Depok. Karena aku gak ada kuota, cuma Monic yang browsing jadwal kereta terakhir dan cek harga Grab. Setelah dipikir-pikir kami memutuskan naik TJ. Temen baruku ini baru datang dari Padang tadi pagi. Belum sempat tidur dan sekarang terlihat sangat lelah. Kepalanya katanya pusing. Kami sempat maju mundur mau naik ke atas lagi karena lama nunggu TJ malam 24 jam. Ada beberapa penumpang malam yang rumahnya bahkan di Bogor. Ada sekitar dua bapak. Yang baik bapak penjaga loket TJ. Kami dibantu tap pakai kartu atm dan tapcash khusus vo. FYI, selama bertugas para vo gratis menggunakan vo (ini satu hitungan yang membuatku hemat ongkos). Bapak staf TJ ini sampai ngasih tau kalau dua bapak penumpang tadi udah langganan. Mungkin beliau ngeh kalau kami sedikit kurang nyamana. Bapaknya sampai ngasih tau kalau nanti turun di Pancoran bilang aja namanya. Jadi, kami udah kayak dititipin ke bapak staf yang nanti ada di halte Pancoran.
Dateng tuh TJ-nya yang lumayan penuh. Monic udah gak konsen saking pusing dan belum tidur. Sampai Pancoran, kami pesan grabcar. Bener-bener ini dibantu sama bapak staf TJ yang ternyata rumahnya di Kemiri Muka, Depok. Oh, tau, Pak. Setelah grabcar datang, kami pamit. Monic sempat tidur. Aku kira bakalan stop di dua tempat: kosan Monic dan rumahku. Tapi ternyata tidak. Aku menginap beberapa jam di kosan (kontrakan tiga petak) temannya. Sayangnnya aku tidak bisa tidur karena ada kucing yang ngikutin kemana aku pergi seakan tau kalau ada tamu tak diundang. Dari kamar, aku pindah tiduran ke ruang tamu. Ada dua teman Monic yang pulas tidur beralaskan tikar. Aku cuma sempet merem dikit. Enggak lama azan subuh terdengar. Berhubung aku tidak mau membangunkan mereka dan takut terkejut melihat kondisi kamar mandinya, aku pergi ke masjid di depan kontrakan. Setelah jam 6, aku SMS adikku biar dipesenin Grab. Aku kirim alamatnya setelah melihat alamat di bawah nama masjidnya. Akhirnya aku pulang juga. Pamit sebentar ke teman Monic yang udah bangun. Cus pergi sama driver.
Hal pertama yang kulakukan sampai rumah, ya, tidur. Tapi cuma sampe juhur. Aku tetap belum bisa rebahan sampai pulas. Dan hari ini, jam dua, aku harus siap kembali ke JCC. Dijamin waktu tidurku mulai terganggu.
Oke, itu sedikit cerita di hari pertama. Wait for the second day. See ya!
Langganan: Postingan ( Atom )

Featured Post

DATA IN-OUT DUIT

28/9/2015 Kadang di akhir bulan kita bertanya kemana saja uang gaji yang kita terima. Kemana saja perginya uang-uang tadi? Kita hanya tahu...

Iklan Gratis
Memuat

Total Tayangan Halaman

Google
Custom Search

Categories

  • berhenti sejenak (38)
  • film (4)
  • language (9)
  • motivation (4)
  • my culture (2)
  • my friend (2)
  • my mind (49)
  • my observ (40)
  • my resep (1)
  • the world (61)
  • tips (9)
  • tips: berpakaian (3)
  • tips: kesehatan (3)
  • tips: perawatan (1)

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

about me

Foto saya
limun
Hello, I'm Limun. I try really hard to fix my own life. You too? Manage my time and my life.
Lihat profil lengkapku

my friend

Archive

  • ► 2025 (2)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (1)
  • ► 2021 (8)
    • ► Desember (1)
    • ► November (3)
    • ► Maret (4)
  • ► 2020 (6)
    • ► Juli (2)
    • ► Juni (4)
  • ▼ 2019 (17)
    • ▼ Juni (6)
      • Asian Games 2018: Fiveteen Day (4)
      • Asian Games 2018: Fourteenth Day (3)
      • Asian Games 2018: Thirteenth Day (2)
      • Asian Games 2018: Twelveth Day (1)
      • Asian Games 2018: Eleventh Day (31)
      • Asian Games 2018: Tenth Day (30)
    • ► Maret (4)
      • Asian Games 2019: Nineth Days (29)
      • Asian Games 2018: Seventh and Eighth Days (27&28)
      • Asian Games 2018: Sixth Day (24)
      • Asian Games 2018: Fifth Day (17)
    • ► Februari (7)
      • Aplikasi Pintar Pencari Kampus dan Jurusan, Adakah?
      • Asian Games 2018: Fourth Day (13)
      • Asian Games 2018: Third Day (12)
      • Asian Games 2018: Second Day (11)
      • Asian Games 2018: The First Day (10)
  • ► 2018 (15)
    • ► Oktober (8)
    • ► September (3)
    • ► Mei (1)
    • ► April (3)
  • ► 2017 (29)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (4)
    • ► Agustus (3)
    • ► Mei (7)
    • ► April (6)
    • ► Maret (1)
    • ► Februari (6)
  • ► 2016 (63)
    • ► Desember (24)
    • ► November (23)
    • ► Oktober (8)
    • ► Juni (4)
    • ► Maret (4)
  • ► 2015 (95)
    • ► Desember (3)
    • ► November (8)
    • ► Oktober (11)
    • ► September (11)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (2)
    • ► April (40)
    • ► Maret (17)
  • ► 2014 (11)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (6)
    • ► Februari (1)
  • ► 2012 (16)
    • ► Desember (1)
    • ► Januari (15)
  • ► 2011 (26)
    • ► Desember (3)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (3)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (4)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (7)
  • ► 2010 (10)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (7)
  • ► 2008 (1)
    • ► Oktober (1)
AllBlogTools.com Blogger Templates

Latest Posts

  • Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara
    Awalnya saya mencari-cari dimana Skotlandia? Dimana letak negara ini? Kalian tahu dimana? Beberapa tahun kemudian saya tahu dimana letak...
  • WhatsApp Initializing
    Pernah mengalami WhatsApp susah di-instal ulang? Notifnya “initializing” atau apalah ejaan Inggrisnya. Saya pernah mengalami kejadian i...
  • Pekerjaan Suami Saya Cuma Petani
    Kalo lagi kumpul-kumpul bareng teman lama, terutama karena udah pada berkeluarga, pasti ngomongin pekerjaan suami. Beberapa teman bisa ...

Visitors

free counters
Free counters
Copyright 2014 Journey of My Life.
Distributed By My Blogger Themes | Designed By OddThemes