Asian Games 2018: Thirteenth Day (2)

Pekan ini adalah hari-hari terakhir bertugas. Jam setengah delapan aku masih santai di rumah. Karena satu dan dua keadaan agak susah aku memesan Grab. Jam sepuluh baru deh naik kereta. Eh, enggak sengaja ketemu sama kenalan. Tapi dia gak inget diriku. Sampai lepas masker pun dia masih masang raut bingung di mukanya. Yoweslah aku pamit berjalan sampai di peron gerbong khusus perempuan.
Di perjalanan menuju Blok M, aku masih bingung karena simpang siur kabar apa masih bertugas di hotel atau harus ke MPC. Jam 13:20, ada tamuku yang mau naik shuttle, tapi karena buru-buru, akhirnya naik taksi. Tinggal satu lagi, nih: Mr. Kaz belum keliatan. Di tengah keheningan, wa dari seorang supir masuk karena aku tidak mengangkat teleponnya. Aku sengaja begitu karena koor kami sempat memberikan info di grup anak hotel kalau  ada supir yang iseng bisa dilaporin. Yah, taukan gimana supir? Ada beberapa yang baik, ada yang ngeyel dan genit. Nah, yang tadi coba nelepon aku termasuk yang suka ganggu VO anak hotel.
Shuttle tetap berjalan sesuai jadwal sampai nanti malam closing sebagaimana penjelasan Dego yang tadi nelepon aku. Dipastikan anak hotel tetap stand by dan tidak bisa melihat closing. Yang bikin sebel, kalo enggak ada yang naik, shuttle pasti tepat waktu. Menjelang shift 3, Dinda datang. Kukira dia akan langsung ke GBK. Kemarin dia bilang mau ke sana sama cowoknya. Dia bertanya padaku memastikan berapa harga tiket masuk. “Sepuluh ribu,” jawabku. Setelah memastikan tiket dan dimana cowoknya, dia pamit. Menjelang magrib, aku ke Ambhara yang tadinya mau ke sana jam dua (hehe) karena Ratih udah ngajakin. Tapi aku tidak segera mengiyakan. Enggak enak ninggalin meja kosong. Jam empatan padahal udah diminta ke Ambhara (hehe), tapi hujan deras. Jadi aku stuck sampe magrib deh.
Sambil duduk di meja helpdesk nunggu Ratih sholat, ada tamu hotel yang mau naik shuttle ke GBK. Berdasarkan info dari vo transport MPC, Bu Elvira sedang menuju ke Blok M. Aku bisa tenang, dong. Tapi karena hujan dan dijamin macet di sekitar Bunderan Senayan, walhasil shuttle telat banget sampenya. Ini dua tamu udah nunggu setengah jam lebih dari jadwal seharusnya. Ratih udah selesai sholat. Jadi dia ngusulin naik GrabCar aja. duh, aku baru tau kalau cara komunikasi sama tamu yang gak bisa bahasa Inggris yah pake translate-an gitu. Dia ngomong di hapenya, kami berdua liat Inggris-nya di layar hapenya. Ratih juga ngejelasin sambil pake gerakan tangan bmemberikan isyarat. Ratih membantu bookng grab dari hape si tamu. Aku sempet ngeliat ongkosnya. Wah, tibang
Setelah dipastikan tidak ada lagi tamu, kami berdua pergi ke GBK. Aryani tetap stand by di hotel. Emang dia mah rajin. Kata Ratih, dia akan menunggu sampai tamu-tamu turun dari shuttle terakhir di shift 3. Di GBK yang basah bekas hujan deras tadi sore, tidak terlalu ramai pengunjung. Kami berdua berjalan ke layar besar yang menampilkan closing ceremony. Enggak lama sih kami di sana mengingat jarak ke rumah yang jauh. Bisa-bisa sampe rumah di atas jam 10.
Kami berdua berjalan ke gate keluar yang dekat dengan halte Polda. Sayangnya tidak aja JPO menuju halte di sana. Kami harus menyebrang jalan yang ramai kendaraan berkecepatan tinggi.
Kami berpisah di Manggarai. Kereta menuju Bogor penuh seperti biasa. Sampai Stadebar, udah jam sepuluh kurang. Aku nyempetin ke ITC yang ternyata udah mau tutup. Batal deh beli batik. Oke, balik lagi ke stasiun. Karena kalo nyebrang masuk ke dalam kena tiga ribu, aku nyebrang lewat jalur luar deh.
Akhirnya hari ini tiba juga. Enggak berasa udah kelar aja. Tadi Ratih sempat foto bareng sama media Jepang perempuan. Mereka bertukar Line dan Ratih diajak main-main ke Jepang (dia anak sastra Jepan, sih). Karena aku lagi di kamar mandi, jadi aku enggak tau. Ada beberapa tamu di Ambhara yang check out hari ini. Tadi waktu aku masih di Grandhika, ada media China yang ngasih info kalo yang mau naik shuttle ke bandara nanti ada 4 orang. Dua orang aja ngasih tau gitu. Mungkin buat mastiin. Aku bilang aja kalau udah ngabarin ke leaderku.
Yang paling bikin aku bingung adalah saat seorang nenek ngasih kalender kartu yang ada gambar mirip katedral terkenal di Rusia. Suaminya yang bule sempet ngeliatin aku. Nenek ini nyolek aku dan ngasih kartu tadi gitu aja. Gimana gak bingung coba? Abis dari toilet, aku sempat berpapasan sama suaminya yang bule. Aku kasih senyum aja. untuk bagian ini aku buat tulisan terpisah. Cek di sini.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday

0 komentar:

Posting Komentar