Aku berusaha membedakan antara impian, ambisi, dan emosi.
Emosi hanyalah keinginan sesaat seperti terpengaruh dari apa yang kita lihat,
dengar dan rasakan. Seperti saat aku begitu menggebu-gebu ingin beli sepatu,
tapi hanya bertahan two weeks. Aku harus tahu apakah yang kuinginkan adalah
emosi atau ambisi. Menjadi dokter, arsitek, punya butik, bisa menjahit, jadi
author, punya galeri sendiri, apakah itu hanya emosi atau ambisi?
Jadi dokter hanyalah emosi sesaat karena begitu aku tidak
bisa mencapainya dan menyerah begitu saja, tidak ada perasaan apapun. Lewat
begitu saja. Apakah jadi dokter hanya emosi sesaat, untuk kesombongan, gengsi,
pride and prejudice? Kalo ambisi, tidak terpengaruh itu semua. Tidak peduli
apapun hasilnya. Murni tanpa apapun.
Berbeda dengan dengan ambisi. Ambisi adalah penyokong mimpi,
impian, yang tidak tergoyahkan oleh faktor apapun, yang dikejar dengan tekun
tanpa henti, yang terus dicoba apapun keadaannya. Ambisi terlihat jelas. Dan
impian adalah titik fokusnya. Ambisiku saat ini hanya dua: author dan Japan.
Apapun yang terjadi, dua hal ini dikejar apapun hasilnya. Tidak seperti emosi,
walau It’s a God-gift-14days. Mesin jait pun nganggur saat aku mulai bosan.
Hanya emosi sesaat. Saat emosi menjadi seorang desainer baju sendiri aku begitu
antusias. Tapi hanya sementara. Lalu mulai lagi dengan kegiatan baru yang lain.
Tapi tidak ada yang tau apakah semua emosi tadi akan menjad ambisi. Sebelum aku
memutuskan sesuatu, aku harus tau apakah itu impian, ambisi atau hanya emosi.
Saat menonton TV, kita begitu terpengaruh, begitu emosional
dengan apa yang kita lihat dan dengar, biasanya hal-hal yang terpengaruh emosi
terbuang di ruang bernama “penyesalan”. Kecuali yang tadinya hanya emosi naik
menjadi ambisi dan merupakan satu dari sekian banyak impian yang ingin kita
capai.
17-11-2014
ABOUT THE AUTHOR
I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday
0 komentar:
Posting Komentar