Hayo, siapa yang enggak apal nomor
sendiri atau nomor orang tua? Aku sih termasuk yang gak hapal nomor telepon
orang tua. Gak tau mungkin karena nomor udah ada di phonebook hape, jadi gak
penting diapalin. Padahal dulu waktu kecil, jamannya telepon rumah, aku hapal nomor
di rumah nenek, tante, dan rumahku. Sampe sekarang aja aku masih inget:
775xxx5. Bener deh gak bisa lupa. Tapi sekarang seakan mengingat bukan hal
penting (apalagi ngapalin). Teknologi mengubah kebiasaan. Dari kebiasaan maka
aka nada karakter baru dalam diri manusian. Hehe, sok tewu nih yang ngetik.
Home
Archive for
2016
Baru seminggu gajian, tapi setengahnya udah abis. Kemana aja? Kemana mereka pergi? Melihat catatan keuanganku, semuanya pergi ke bagian: ongkos dan makan. Yang lain biasanya beli baju atau bayar utang. Pengeluaran dadakan biasanya kalo dipinjem uangnya. Tapi bener deh kemaren masih megang segepok, lah ini merah-merahnya tinggal berapa lembar. Belom aja ditabung, udah abis duluan. Suka aneh gak sih kemana aja uang kita pergi? Udah aku catet aja masih bingung, apalagi yang enggak. Ditilik-tilik kemana duitnya, masih wajar. Tapi kenapa gak pernah bisa sampe akhir bulan.
Ini bukan kalimat asal kalimat. Kenyataan gitu. Bagi pengguna kendaraan pribadi yang umum jadi pengeluaran rutin adalah beli bensin. Malah kadang gak tau kalo ke daerah mana angkotnya apa atau berapa ongkosnya. Kenyataan pengeluaranku lebih banyak di transport. Itulah yang membuatku harus selalu putar otak gimana caranya pengeluaran bulanan untuk ongkos tidak sia-sia. Maka aku pun menyiasati dengan agenda sebelum hari H. Aku sudah harus memutuskan besok mau kemana aja (berharap tidak ada acara dadakan). Harus ditentukan lebih mudah jalur yang mana dan berapa kira-kira ongkosnya. Jika aku harus pergi untuk belanja bulanan ke mall atau pasar, aku usahakan apa saja yang aku perlukan ada di sana. Jangan sampai harus ke beberapa tempat yang jaraknya harus naik angkot. Dan jangan sampai ada barang yang kelupaan dibeli. Balik lagi besok? Wew, itu sama aja dua kali jalan, dua kali pengeluaran berlebih, dua kali buang waktu. Kalau hanya ada satu tujuan ke suatu tempat, diusahakan malam sebelumnya aku juga mencari-cari apa saja kira-kira yang bisa dilakukan sekalian jalan. Bener, deh, soal kelupaan beli apa atau harus ke situ, malah ke sana, sangat membuang banyak hal. Gimana caranya agar selalu efisien dan efektif, itu yang selalu berusaha kucapai. Selain ongkos, waktu, rasa capek, aku juga kadang mikir kalo harus bolak-balik berapa bensin yang secara tidak langsung kupakai. Aku tidak bisa menjamin segalanya berjalan dengan baik. Udah dijadwal aja bisa gagal, apa sama sekali enggak direncanakan. Akan banyak hal yang kita lupakan di tempat tujuan dan baru inget di rumah. Begitulah adanya kita. Maka, usahakan dicatet deh mau ngapain aja. Kita yang harus mengatur waktu sendiri. Mengendalikannya. Bukan membiarkan waktu lewat begitu saja. Aku juga bukan orang yang sibuk. Bukan workaholic, tapi sangat menghargai waktu. Dengan sedikit aja melakukan sesuatu dengan baik dan teratur, justru kita punya banyak waktu buat istirahat dan santai. Tapi kalo udah urusan ongkos, hem… kadang aku masih mikir kok masih aja sering pake jalur angkot yang bertele-tele atau ambil jalur muter yang malah bikin bengkak biaya. Hidupku bener-bener berat diongkos.
Apa persiapanku? Apa persiapannya? Aku tidak tahu persiapannya, tapi aku mempersiapkan diri. Pertama dan di atas segalanya adalah n-i-a-t. Niat adanya di dalam hati, jadi stop catetannya sampe sini aja.
Next
adalah apa yang kuharapkan darinya.
Pertama
aku berlindung pada-Mu dari segala bisikan di luar sana yang tidak jelas, yang
meragukan hatiku. Jika ada yang salah dalam harapanku, maka tak perlu
diwujudkan. Jika harapanku adalah suatu kebaikan bukan hanya untuk diriku, tapi
juga keluargaku, keluarga kami nanti, dan orang lain di sekitar kami, umumnya
untuk kebaikan agama ini, maka kabulkanlah, ya Allah. Bantu aku untuk berdiri
di sisinya, bantu aku untuk kuat bersamanya, bantu aku untuk selalu melihatnya
dalam kebaikan, terutama bantu aku meyakinkan diri ini.
Kedua
adalah harapanku untuknya, sebagaimana ia berharap padaku.
Sebagaimana
diriku, perempuan akhir zaman yang begitu penuh dengan keinginan duniawi, yang
masih saja lupa pada tujuan akhir, aku pun tidak menampik jika dirinya
berorientasi dunia. Menyadari bahwa diriku atau dirinya lebih sering lupa pada
hal-hal penting menyangkut akhir nanti; bahwa bagaimana pun nanti, pasti akan
selalu ada jalan menuju keinginan duniawi yang tidak jelas. Tapi aku berharap
bahwa porsinya tidak lebih besar daripada tujuan akhir.
Aku
harap dia mengingatkanku, begitu pun diriku. Saling mengingatkan ini yang
sesungguhnya berat.
Semoga
dirinya dan diriku saling mengingatkan dalam kebaikan dan saling menentramkan
hati.
Ini
pertanyaanku untuknya:
- Apa yang dia punya?
- Apa tujuannya?
- Apa dia pekerja keras? Seberapa jauh berjuang untuk menggapai mimpi?
- Bagaimana dia mengurus uang? Boros? Suka jajan? Investasi? Siapa yang pegang uang?
- Apa dirinya tahu perannya sebagai anak, suami, dan ayah?
- Bagaimana dia didik di keluarganya? Jika ada masalah, apa saling melempar piring? Saling bicara dengan tenang atau diam saja saat saling tidak setuju?
- Apa dirinya suka anak kecil? Mau punya anak berapa? Kapan? Mau jadi orang tua yang seperti apa?
Cukup.
Hanya itu. Hal-hal lain menyusul dan akan kubicarakan dengannya di dalam
pernikahan.
Aku
pun akan menjawab pertanyaan di atas sebagaimana dirinya. Dan salah satu dari
pertanyaan di atas ada satu kunci jawaban yang cukup menambah keyakinanku akan
dirinya.
Kenapa sih setiap inget kemeja putih bawaaanya pengen mati aja tau. Kayanya ini gak bisa dilupain begitu saja. Pasti bakalan keinget terus. Kenapa juga setiap gua beli barang mahal pasti harus berakhir dengan hal yang tragis. Waktu itu beli kaos 90rebu kena lunturan. Sekarang belo kemeja 100rebu kena lunturan juga. Udahlah emang takdir buat jadi orang yang gak bisa beli barang mahal kali. Nyesel banget tau ngeliat kemeja gua yang rusak kena lunturan. Aaaaaaarrrgghhhh! Kesel banget pokoknya….
Langganan:
Postingan
(
Atom
)