Journey of My Life

seputar catatan yang katanya jurnal

  • Home
Home Archive for Juni 2019

Aku baru berangkat sekitar jam sebelasan. Aku wa Tiara dulu. Oh, dia lagi di Pasaraya toh. Ratih udah sampai di Ambhara. Dia ngajak ke Blok M Square. Ke sono beli minum di gelas itu doang. Aryani udah sampe soalnya. Aku stand by di Ambhara. Padahal ada Tiara di Grandhika. Kami nunggu Kak Indra yang akan pamit ke hotel-hotel di Blok M sebagai koor. Dinda yang tadi wa, aku suruh ke Ambhara.
Tanpa kabar, tau-tau Kak Indra muncul. Di mau ke Grandhika. Ada Tiara sih di sana. Setelah pamit sama orang hotel Ambhara, Kak Indra yang bawa mobil gak tau punya siapa, ngajakin ke Darmawangsa. Dari sana kami berpisah. Aku ikut Kak Indra dan Aryani ke Oria di Jakpus sana. Sambil dijalan, aku sempet pengen turun di Dukuh Atas aja. Tapi Kak Indra bilang entar bareng sama Ummu, soalnya dia balik ke Depok juga. Ummu siapa? Kayaknya pernah denger, deh. Oh, iya aku sempat terkejut tadi waktu di hotel denger kata Aryani kalau Kak Indra anak ’95. Duh, tuaan gue itu mah.
Singkatnya sampailah kami di Oria. Aku akhirnya ikut sama Ummu. Kak Indra nanti balik ke hotel lagi apa. The last nganterin yang ke bandara dan kali ini ikut ke bandara. Oh, ini toh yang lagi itu wa aku mau ikut kumpul anak transport gak lagi itu. Tapi karena waktunya udah larut malam, gak mungkin deh. Duh, Ummu banyak omong juga. Karena pas pulang kerja, kami baru sampai Depok isya. Aku turun di depan rumah sakit. Dari situ naik grab.
Selesai sudah tugas. Selesai sudah acara besar ini. Semuanya akan kembali ke jadwal semula. Aku akan kembali mengisi kelas bimbel. Akan kembali mejalani rutinitas sebelumnya dan entah kapan lagi bisa main ke GBK dan Blok M lagi.
Untuk mereka yang secara tidak langsung membantuku, aku ucapkan terima kasih banyak. Kalau bukan karena satu hal, aku mungkin tidka akan menjadi volunteer untuk acara ini. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca catatan yang tidak rapi ini. Kalau kalian kebetulan juga seorang volunteer Asian Games, semoga ini membuat kalian tersenyum.
Selanjutnya, aku akan memberikan sedikit screenshoot apa saja yang terjadi.
Sampai bertemu lagi.



Jalanan udah mulai sepi dari para volunteer. Aku hampir susah nemuin jaket para Vo AG18. Sampai Grandhika, Ada Tiara yang duduk di sofa dekat meja helpdesk. Di situ udah enggak ada tanda-tanda helpdesk. Udah diberesin sama ornag hotel yang ngira kalau udah selesai acaranya. Sebelum pisah sama Tiara, aku ngasih penjepit kertas kayu meja. Tiara mau ke Pasaraya tempat bapaknya kerja. Aku ke Ambhara. Di hotel ini aku jadi ikut-ikut bantuin. Check paling banyak hari ini adalah media Korea. Departemen transportasi menyediakan bus langsung ke bandara.
Jam setengah satu tadi aku dapat kabar kalau besok masih masuk. Ok, deh.
Ada beberapa kejadian unik selama aku di Ambhara. Yah, karena tamu di sini lebih banyak dan beragam, aku jadi ikut terlibat dan melihat hal yang belum pernah kulihat dan rasakan.
Aku yang lagi duduk sendiri di meja helpdesk—Ratih lagi keluar ngecek bus dan shuttle apa sudah datang—buka jurnal vo. Seorang media Jepang minta izin duduk di depanku. Dia melihat origami hanboko yang notabene pembatas buku di atas meja. Dengan isyarat, dia meminta kertas. Ternyata aku dibuatin origami burung (lengkapnya klik di sini). Aku seneng dong dan bilang thanks. Sisa kertas yang tidak terpakai diambil si media Jepang. Masuk ke sakunya coba. Duh, gak nyampah, deh. Ratih kembali. Kami duduk di satu kursi berdua. Mulailah datang media Jepang yang katanya abis belanja. Suasana seketika ramai dengan bahasa yang aku tidak mengerti. Aku sesekali nanya Ratih mereka ngomongin apa. Keren, ih, Ratih bisa paham. Lucunya di awal stand by di Ambhara, Ratih pakenya Inggris. Pas ada satu teman mereka yang ngasih tau kalau dia bisa Bahasa Jepang, temennya bilang, “Tau gitu dari kemaren pake bahasa Jepang” (kira-kira gitu artinya, deh). Seru aja sih ngeliat mereka yang duduk di atas koper ukuran besar. Eh , seorang media berkacamata ngasih sekantung penuh kripik mentah yang kayak emping. Katanya dengan Bahasa Inggris, udah kepenuhan. Kami sih oke-oke aja. gerombolan media Jepang ini yang tadi di sekitaran helpdesk berlalu ke tempat lain di depan meja helpdesk. Kata Ratih, entar aja unboxingnya. Dia izin sebentar ke kamar mandi. Nah, saat aku lagi sendiri ini, media Jepang berkacamata yang tadi ngasih kripik bilang mau ngambil lagi karena temennya ada yang mau. Oh, aku bilang aja silakan. Pas Ratih balik, aku ceritain dikit, deh.
Di depan kami, duduk dua orang yang entah media China atau Korea. Kata Ratih, media Jepang lebih sopan. Kalau mau duduk di depan meja helpdesk pada izin dulu. Selain media yang duduk di depan kami, ada juga yang diri dekat tiang tidak jauh dari meja helpdesk. Karena bahas mereka tidak dimengerti, Ratih takut diomongin. Aku Cuma bisa senyum-senyum. Dia juga cerita kalau ada tamu dari hotel lain yang pindah ke sini malam-malam. Mungkin supaya gampang untuk transport ke bandara nanti.
Belum lama kursi di depan kosong, eh ada dua tamu yang kata Ratih dari Kazakhsatn duduk, tapi tidak bisa Inggris. Ratih bertanya kapan flight mereka sambil tangannya menunjukkan jam tangan dan memeragakan pesawat lepang landas dengan tangan kanan. Oh, jam empat. Setelah dapat kepastian, Ratih tinggal ngasih tahu kapal shuttle harus sampai di hotel besok pagi. Katanya sih Kak Mimi dan Kak Indra akan keliling hotel. Jadi, vo dari Darmawangsa pada ke Ambhara. Bahkan ada yang dari Borobudur. Sore menjelang magrib di Ambhara jadi ramai, deh.
Jam lima, awak media dari Korea bersiap untuk pulang. Mereka membawa koper-koper besar. Tiba-tiba ada yang naro topi pers di atas meja helpdesk dan ngasih kipas gambar maskot AG18. Dia media yang kayaknya bapak-bapak dengan perut sedikit buncit dan agak tua, bertanya pada kami dengan bahasa Inggris seadanya. “Finiseu?” salah satu dari kami jawab: finish. “School? University?”. Aku jawab: “I’m graduated”. Pas Aryani bilang kalau dia jurusan keguruan yang dibahasin “teaching”, bapak ini agak gak ngerti. Pas di sebut “teacher”,  baru paham deh. Bapak satpam depan yang udah akrab sama kami, bantu-bantu dorong koper para awak media Korea. Aku sempat ngobrol sama supir bus yang orang Bandung. Duh logatnya Sunda pisan, deh. Tidak disangka, ada aja yang dikasih sama media Korea ini. Aryani dapat voucher kuota. Tadinya dapat ganjelan jari untuk hape, tapi diambil ‘paksa’ bapak satpam. Kami dadah begitu bus menjauh dari hotel. Selesai sudah tugas sore ini untuk mereka yang akan ke bandara, pulang.
Kami duduk-duduk di samping pos satpam. Tidak jelas apakah Kak Indra akan ke Blok M atau enggak. Setelah sholat magrib, kami ke Blok M cari makan. Aku cari batik. Sempet ngobrol juga sama yang punya kios kalau ada orang Pakistan atau India gitu. Ada anak vo yang nganterin yang sampe dikasih uang saku gitu. Emang baek, Bu, mereka. Malah ada cerita dari vo hotel lain. Ada media Iran apa yang bilang kalo batik di ThamCit mahal-mahal. Sampe minta ditemenin vo. Yah, kalo tau yang beli orang luar mungkin harganya beda kali. Gak lama dapet sih. Begitu sampai di salah satu kios makan di Blok M Square situ, tidak lama kami kembali ke hotel. Setelah  foto-foto di Ambhara, kami berpisah. Enggak jelas juga sih besok ke hotel lagi atau enggak. Soalnya rata-rata tamu hotel pulang ke negaranya besok pagi buta.
Karena aku mau ngasih batik buat Mr. Kaz, aku dan Dinda kembali ke Grandhika sekalin pamit sama orang hotel, kayak resepsionisnya, bellboy, dan satpam. Eh, ternyata Mr. Kaz udah check out jem empat tiga puluh tadi. Batal, deh nitip di resepsionis. Kami berdua berpelukan. Dinda naik dari Grab dari hotel. Aku pulang lewat jalur biasa. Karena aku membawa absen jurnal anak vo hotel Blok M, aku mampir di hotel Sahid untuk diserahkan ke Kak Indra. Aku sempat lama nunggu di depan hotel sampai Kak Indra keluar terus ngajak masuk. Aku padahal cuma ngasih absen. Ada tiga vo yang masih stand by karena media yang nginep di Sahid balik setengah sembilan nanti malam. Oh, ini toh Farah, Miranda dan Alma yang suka muncul di grup.
Di parkiran depan hotel, tadi aku melihat mobil hi-Ace dengan logo salah satu stasiun TV Jepang. Aku iseng nanya ke mereka bisa nitip gak ke media Jepang di situ. Ternyata kata Kak Indra, media Jepang kalo gak kenal bisa main sikut-sikutan. Kalo bukan grupnya, bisa di-kick dari shuttle. Pantesan di Grandhika juga keliatannya kayak kalo beda media gak bakalan kenalan, deh. Kayaknya yang berempat besok pagi mau ke bandara dari Grandhika semuanya media China, deh. Udah, deh gak bisa pake acara nitip. Emang orang kita, yah, bisa nitip paket buat kenalan di luar negeri. Oke, deh aku balik dengan rasa kecewa gimana, tapi yah mau gimana lagi. Emang dasar bukan rejekinya. Tadinya aku niat kirim paket aja. lewat Pos bisa. Dinda sampe ngasih duit 40k buat patungan batik. Padahal gak usah (ini akhirnya aku transfer balik ke Dinda). Aku pamit, deh. Ada yang nanya rumahku di mana. Depok. Eh, ada yang nyeletuh Kak Indra juga Depok. Oh, Sawangan toh.
Cuma beda satu halte untuk sampai ke Dukuh Atas. Alhamdulillah dapet duduk di kereta. Mana pas pesen Grab rada lama. Drivernya bilang lagi gak enak badan, tapi udah mendingan , sih. Sampe depan komplek, gerbang udah ditutup. Oke, deh lewat celah. Masih sempet buat nonton, nih. Aku sempat cerita sama adikku bagaimana hari ini. Tadi anak vo Borobudur yang namanya Aulia, cerita gimana situasi di hotelnya. Duh beda banget. Dia mah gak bisa santai kayak anak vo Blok M. Mana kadang kayak diawasin sama orang laison hotel yang juga ngurus tamu awak media. Kata adikku, entah benar atau tidak, kru yang dikirim dari Korea biasa yang cakep. Pantes tadi Aulian cerita kalau ada satu kameramen yang di ngerekam di venue pertandingan dipanggil ‘oppa’ berkali-kali sama penonton. Dia yang cerita ke Aulia jadi salting sendiri, sedikit nanya emang dirinya cakep. Aulia nanya ke dia bisa nyanyi. Bisa tuh. Dia nyanyi ‘Dududu’, tapi gak bisa nari dan gak mau nari. Pas Aulia dengar, yah so-so aja suaranya.
Besok bener-bener the last. Vo departemen lain mah udah pada selesai, anak transport masih ada yang bertugas.
Pekan ini adalah hari-hari terakhir bertugas. Jam setengah delapan aku masih santai di rumah. Karena satu dan dua keadaan agak susah aku memesan Grab. Jam sepuluh baru deh naik kereta. Eh, enggak sengaja ketemu sama kenalan. Tapi dia gak inget diriku. Sampai lepas masker pun dia masih masang raut bingung di mukanya. Yoweslah aku pamit berjalan sampai di peron gerbong khusus perempuan.
Di perjalanan menuju Blok M, aku masih bingung karena simpang siur kabar apa masih bertugas di hotel atau harus ke MPC. Jam 13:20, ada tamuku yang mau naik shuttle, tapi karena buru-buru, akhirnya naik taksi. Tinggal satu lagi, nih: Mr. Kaz belum keliatan. Di tengah keheningan, wa dari seorang supir masuk karena aku tidak mengangkat teleponnya. Aku sengaja begitu karena koor kami sempat memberikan info di grup anak hotel kalau  ada supir yang iseng bisa dilaporin. Yah, taukan gimana supir? Ada beberapa yang baik, ada yang ngeyel dan genit. Nah, yang tadi coba nelepon aku termasuk yang suka ganggu VO anak hotel.
Shuttle tetap berjalan sesuai jadwal sampai nanti malam closing sebagaimana penjelasan Dego yang tadi nelepon aku. Dipastikan anak hotel tetap stand by dan tidak bisa melihat closing. Yang bikin sebel, kalo enggak ada yang naik, shuttle pasti tepat waktu. Menjelang shift 3, Dinda datang. Kukira dia akan langsung ke GBK. Kemarin dia bilang mau ke sana sama cowoknya. Dia bertanya padaku memastikan berapa harga tiket masuk. “Sepuluh ribu,” jawabku. Setelah memastikan tiket dan dimana cowoknya, dia pamit. Menjelang magrib, aku ke Ambhara yang tadinya mau ke sana jam dua (hehe) karena Ratih udah ngajakin. Tapi aku tidak segera mengiyakan. Enggak enak ninggalin meja kosong. Jam empatan padahal udah diminta ke Ambhara (hehe), tapi hujan deras. Jadi aku stuck sampe magrib deh.
Sambil duduk di meja helpdesk nunggu Ratih sholat, ada tamu hotel yang mau naik shuttle ke GBK. Berdasarkan info dari vo transport MPC, Bu Elvira sedang menuju ke Blok M. Aku bisa tenang, dong. Tapi karena hujan dan dijamin macet di sekitar Bunderan Senayan, walhasil shuttle telat banget sampenya. Ini dua tamu udah nunggu setengah jam lebih dari jadwal seharusnya. Ratih udah selesai sholat. Jadi dia ngusulin naik GrabCar aja. duh, aku baru tau kalau cara komunikasi sama tamu yang gak bisa bahasa Inggris yah pake translate-an gitu. Dia ngomong di hapenya, kami berdua liat Inggris-nya di layar hapenya. Ratih juga ngejelasin sambil pake gerakan tangan bmemberikan isyarat. Ratih membantu bookng grab dari hape si tamu. Aku sempet ngeliat ongkosnya. Wah, tibang
Setelah dipastikan tidak ada lagi tamu, kami berdua pergi ke GBK. Aryani tetap stand by di hotel. Emang dia mah rajin. Kata Ratih, dia akan menunggu sampai tamu-tamu turun dari shuttle terakhir di shift 3. Di GBK yang basah bekas hujan deras tadi sore, tidak terlalu ramai pengunjung. Kami berdua berjalan ke layar besar yang menampilkan closing ceremony. Enggak lama sih kami di sana mengingat jarak ke rumah yang jauh. Bisa-bisa sampe rumah di atas jam 10.
Kami berdua berjalan ke gate keluar yang dekat dengan halte Polda. Sayangnya tidak aja JPO menuju halte di sana. Kami harus menyebrang jalan yang ramai kendaraan berkecepatan tinggi.
Kami berpisah di Manggarai. Kereta menuju Bogor penuh seperti biasa. Sampai Stadebar, udah jam sepuluh kurang. Aku nyempetin ke ITC yang ternyata udah mau tutup. Batal deh beli batik. Oke, balik lagi ke stasiun. Karena kalo nyebrang masuk ke dalam kena tiga ribu, aku nyebrang lewat jalur luar deh.
Akhirnya hari ini tiba juga. Enggak berasa udah kelar aja. Tadi Ratih sempat foto bareng sama media Jepang perempuan. Mereka bertukar Line dan Ratih diajak main-main ke Jepang (dia anak sastra Jepan, sih). Karena aku lagi di kamar mandi, jadi aku enggak tau. Ada beberapa tamu di Ambhara yang check out hari ini. Tadi waktu aku masih di Grandhika, ada media China yang ngasih info kalo yang mau naik shuttle ke bandara nanti ada 4 orang. Dua orang aja ngasih tau gitu. Mungkin buat mastiin. Aku bilang aja kalau udah ngabarin ke leaderku.
Yang paling bikin aku bingung adalah saat seorang nenek ngasih kalender kartu yang ada gambar mirip katedral terkenal di Rusia. Suaminya yang bule sempet ngeliatin aku. Nenek ini nyolek aku dan ngasih kartu tadi gitu aja. Gimana gak bingung coba? Abis dari toilet, aku sempat berpapasan sama suaminya yang bule. Aku kasih senyum aja. untuk bagian ini aku buat tulisan terpisah. Cek di sini.
Aku baru bangun setengah delapan setelah tidur abis subuh. Enak banget buat tidur di suasana ujan gini. Lumayan ada sarapan. Sampai di stadebar pas banget kereta dateng. Mana tadi bapak grabnya ngasih kembalian tujuh ribu walau aku udah bilang goceng aja. Tapi aku tetep balikin yang dua ribunya dan ngacir langsung tap kartu. Karena kereta udah stand by, aku masuk ke gerbong campuran, tapi berpindah ke gerbong sebelahnya.
Sambil berjalan di atas JPO TJ dan melihat Tj Blok M lewat, aku mencoba untuk feel good. Enggak mau kayak kemaren-kemaren yang suasana diri ini muram banget.
Pas ngobrol-ngobrol sama Tiara, aku sampe lupa kalo bulan udah ganti dan tanpa diduga besok udah penutupan Asian Games 2018. Aku sempet nanya ke Tiara media yang dari Jepang. Kayaknya dia tau, walau belum pernah ketemu langsung. Yang dia tau kebanyakan media dari Cina. Kalo diperhatiin, ada dua grup berbeda dari Cina. Yang tanpa diduga, karena sering berinteraksi sama Tiara, media Cina yang baik—menurut dia—nawarin tiket ke negaranya. Tapi Tiara tolak. Kalo tiket doang tanpa akomodasi mah ribet, hehe.
Enggak lama dari Tiara pergi, ada satu media Cina yang menurut informasi Tiara agak jutek, mau naik shuttle. Untungnya beliau sabar. sambil duduk di sofa di kiriku, dia main hape. Aku yang deg-degan kalau shuttle telat lagi. Aku sempet nanya masih amu nunggu atau dipanggil taksi. Mau nunggu coba, sodara-sodara. Akhirnya shuttle tiba. Enggak enaknya, pas di Dharmawangsa ada yang mau naik, baru aja shuttle jalan ke MPC.
Karena ini udah menjelang penutupan, kami sebagai divisi transportasi akan menyediakan shuttle ke bandara. Kami diminta untuk mengumpulkan data kapan awak media akan check out dan jam penerbangannya. Dinda sempat bertanya ke resepsionis depan. Tapi karena kami tidak tahu nama semua tamu, maka agak susah mendapatkan datanya. Cara lain, yah nanya langsung ke medianya kapan pulang.
Hari ini badanku agak sedikit hangat. Tapi semoga besok gak sakit. Aku sampai rumah setengah sepuluh dan kena cancel sekali dari Grab. Enggak ngerti deh kenapa dari kemaren gitu mulu.
Aku masih belum merasa baikan. Bangun udah pagi. Di rumah yang masih gitu. Aku masih kesal, termasuk liat rumah yang berantakan. Abis masukin cucian ke mesin cuci (berharap entar pulang udah dijemur), aku pamit. Saking buru-burunya dan dikira di hape udah masukin kode promo, taunya malah bayar abangnya kurang tiga ribu. Aku sampai kirim email ke Grab terkait hal tadi. Aku jadi ngerasa bersalah sama drivernya. Dan nyalahin diri juga kenapa gak liat hape. Salahku yang gak sabar sama hape butut yang lola banget buat buka grab dan masukin kode promo. Aku sampai dua kali masukin kode.
Kali ini dan seterusnya, Tiara yang akan di shift 1 Grandhika. Sama seperti ke Rini, aku pasti tanya keadaan pagi tadi. Aku juga nanya ke Tiara, tamu yang Jepang udah turun. Karena belum, mungkin nanti pas shiftku, seperti biasa Mr. Kaz baru turun. Tapi biasanya, aku bertemu dia selang-seling, hehe.
Pas lagi ngobrol-ngobrol sama Tiara, ada satu pertanyaannya yang bikin aku mikir juga: kenapa air minum ada expirednya?
Kali ini Dinda telat lagi. Katanya abis ikut interview Telkomsel. Entahlah, aku enggak ngerti antara survey atau interview. Enggak tau kenapa, dia minta aku videoin pas dia main piano di restorannya Grandhika. Menurut ceritanya, sebelumnya dia juga pernah main piano, tapi malam-malam sebelum dia pulang.  Kami berdua ke meja resepsionis. Mas-mas di situ yang ramah udah paham pas liat Dinda. Dia langsung mempersilakan dengan tangannya. Ngeliat Dinda main piano yang ternyata lagu Sunda apa, aku ingat mimpiku dulu. Tapi sekarang udah lewat. Ada yang lebih penting, hehe.
Pas sholat magrib, sambil nunggu isya, Dinda terus liat videonya sendiri. Aku dengan hati-hati berbaring. Perutku sedang tidak enak karena telat makan siang. Tadi, akhirnya kami berdua jajan. Nyari siomay ke depan Ambhara sana. Karena aku pernah cerita banyak jajan di situ, Dinda jadi pengen nyoba. Tadinya kami mau lewat pintu belakang karena bellboy di situ pernah ngasih tau bisa lewat belakang. Tapi satpam depan nyuruh lewat depan. Akhirnya kami keluar hotel, belok kek kiri. Belok lagi ke kiri. Terus lurus sampai depan Ambhara. Tadinya malah pas balik mau muterrin ini jalan, tapi batal. Kayaknya deketan jalan yang tadi.
Tidak seperti sebelumnya yang sampai rumah jam setengah 10 atau jam 10. Ini aku baru sampai rumah setengah sebelas. Kenapa? Tanpa diduga TJ di Blok M telat dateng. Penyebabnya karena di Bunderan Senayan macet parah. Aku udah sabarin diri aja nunggu TJ. Kalo yang lain ada yang pilih naik ojol. Mana pas sampai Sudirman, aku ketinggal kereta. Jadi nunggu lagi yang dari Tanah Abang. Sampai di stadebar, aku masih harus nunggu grab karena kena cancel tiga kali. Ampun, deh. Jadi makin kesel sama hari setelah matahari terbenam.

Pagi, sebenarnya aku rada kesal. Rencananya mau ganti celana, mau cuci nih celana yang udah seminggu, tapi ternyata gak ada. Padahal aku yakin tari di tumpukan lemari baju sendiri. Aku curiga dan tersangka utamanya adalah adikku yang kuliah di Bogor. Aku WA dia dan dugaanku benar. Mau enggak mau aku pakai celana yang udah kotor ini.
Sebelum ke Blok M, aku mampir dulu ke kampus karena suatu urusan dan keadaan. Aku nitip amplop coklat ke satpam depan rektorat. Abis itu ke kantor pos di samping kampus. Tadinya mau beli prangko, tapi lagi kosong, jadi Cuma kirim beberapa kartu pos yang udah ditempel prangko. Baru, deh, aku ke stasiun Lenteng Agung.
Aku masuk ke gerbong perempuan. Ambil tempat di dekat bangku prioritas. Awalnya aku enggak terlalu curiga sama kakak(keliatannya sih masih kuliah, aku sebut aja Dek A) yang jongkok bersandar ke pintu di sisi kiri. Dek A tiba-tiba ngulurin tangan kayak minta bantuan buat diri. Dia narik celanaku. Pas mau aku bantu, tanpa diduga Dek A pingsan. Nah, di dekat pintu ke gerbong depan, ada juga vo yang diri. Bersama ibu-ibu di situ, kami membantu Dek A tiduran di bangku prioritas. Syukurnya ada petugas di situ. Jadi, pas di Manggarai, vo yang tadi di sebelahku nawarin diri nemenin Dek A karena dia mau terus ke Kemayoran, sedangkan aku mau ke Sudirman (dia sih yang nanya aku mau turun dimana). Setelah Dek A turun digendong petugas keluar gerbong, kereta kembali melaju. Di dalam gerbong perempuan ini beberapa ibu masih bertanya-tanya kenapa Dek A bisa pingsan.
Sampai stasiun tujuan, aku naik TJ. Karena di terminal Blok M TJ-nya ngantri banget, penumpang turun lewat pintu depan di luar halte. Aku jalan ke Ambhara untuk setor jurnal absen. Sampai di Grandhika, Rini bilang, “sepi”. Tapi hotel tetap ramai sama rapat-rapat entahlah pejabat apa. Kayaknya di luar jangkauan diri ini, hehe.
Saat aku dan Rini sedang ngobrol-ngobrol, tamu Jepang kami, Mr. Kaz keluar dari lift dan langsung berjalan ke kanan. Kami menduga, mungkin dia mau naik taksi. Kami lanjut ngobrol. Rada serem sih denger ceritanya. Jadi, ada tamu bapak-bapak duduk di sofa sebelah kiri dari meja helpdesk yang nanya-nanya ke Rini. Segala sampai ke hal pribadi. Nanya orang tua kerja dimana. Lah, aku aja yang udah berkali-kali ketemu Rini belum pernah nanya sampai segitu. Jadi, harus waspada, nih, sama tamu hotel.
Karena hari ini hari terakhir Rini tugas di hotel, aku kasih dia botol isi bintang. Karena itu juga, dia nemenin aku sampai jam dua. Setelah Rini pamit, aku duduk nunggu Dinda yang datang telat lagi. Oh, iya, tadi Mr. Kaz taunya pergi jalan-jalan dulu mungkin. Kalau dilihat dari tasnya yang biasanya besar dan berat, tadi dia pakai tas punggung kecil. pas balik ke hotel, di depan lift, dia melambaikan tangan ke aku dan Rini. Sekitar jam dua, dia turun dan mau naik shuttle. Alhamdulillah shuttle-nya ada. Selesai dengan tamu yang Cuma atu-atunya di jam menjelang sore ini, aku bisa lega (ini diluar tamu hotel yang nanya-nanya terkait AG2018).
Begitu Dinda sampai, yang pertama dilakukan adalah ngajak aku jajan. Tapi batal.
Waktu berlalu, azan maghrib terdengar. Kami sholat dan aku pamit begitu selesai isya. sampai di halte TJ, aku ketinggalan atau lebih tepatnya tidak boleh masuk. Jadi, pas lagi nunggu Tj dateng, ada mbak-mbak yang nanya kacamata. Beli dimana dan segala macem. Pas banget TJ dateng, mbak ini masih nanya. Mbak kondektur TJ ngasih pemberitahuan kalau cuma sampai Dukuh Atas. Eh, pas aku mau naik setelah jawab pertanyaan mbak yang tadi, mbak kondektur mungkin ngira aku gak denger kalau cuma sampai Dukuh Atas. Aku bilang, “iya, emang ke sana”. Tapi pintu tetep ditutup. Well, aku kesal dong. Karena kekesal yang menumpuk bukan karena mbak yang tadi nanya, mbak kondektur TJ, dan adikku yang ngambil celana gak bilang, aku nangis. Pas di jalan pulang, sih, udah mendingan. Tapi di rumah aku nangis lagi. Cry for many thing I missed, for my life yang amburadul (aku anggapnya gitu).

Langganan: Postingan ( Atom )

Featured Post

DATA IN-OUT DUIT

28/9/2015 Kadang di akhir bulan kita bertanya kemana saja uang gaji yang kita terima. Kemana saja perginya uang-uang tadi? Kita hanya tahu...

Iklan Gratis
Memuat

Total Tayangan Halaman

Google
Custom Search

Categories

  • berhenti sejenak (38)
  • film (4)
  • language (9)
  • motivation (4)
  • my culture (2)
  • my friend (2)
  • my mind (49)
  • my observ (40)
  • my resep (1)
  • the world (61)
  • tips (9)
  • tips: berpakaian (3)
  • tips: kesehatan (3)
  • tips: perawatan (1)

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

about me

Foto saya
limun
Hello, I'm Limun. I try really hard to fix my own life. You too? Manage my time and my life.
Lihat profil lengkapku

my friend

Archive

  • ► 2025 (2)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (1)
  • ► 2021 (8)
    • ► Desember (1)
    • ► November (3)
    • ► Maret (4)
  • ► 2020 (6)
    • ► Juli (2)
    • ► Juni (4)
  • ▼ 2019 (17)
    • ▼ Juni (6)
      • Asian Games 2018: Fiveteen Day (4)
      • Asian Games 2018: Fourteenth Day (3)
      • Asian Games 2018: Thirteenth Day (2)
      • Asian Games 2018: Twelveth Day (1)
      • Asian Games 2018: Eleventh Day (31)
      • Asian Games 2018: Tenth Day (30)
    • ► Maret (4)
    • ► Februari (7)
  • ► 2018 (15)
    • ► Oktober (8)
    • ► September (3)
    • ► Mei (1)
    • ► April (3)
  • ► 2017 (29)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (4)
    • ► Agustus (3)
    • ► Mei (7)
    • ► April (6)
    • ► Maret (1)
    • ► Februari (6)
  • ► 2016 (63)
    • ► Desember (24)
    • ► November (23)
    • ► Oktober (8)
    • ► Juni (4)
    • ► Maret (4)
  • ► 2015 (95)
    • ► Desember (3)
    • ► November (8)
    • ► Oktober (11)
    • ► September (11)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (2)
    • ► April (40)
    • ► Maret (17)
  • ► 2014 (11)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (6)
    • ► Februari (1)
  • ► 2012 (16)
    • ► Desember (1)
    • ► Januari (15)
  • ► 2011 (26)
    • ► Desember (3)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (3)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (4)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (7)
  • ► 2010 (10)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (7)
  • ► 2008 (1)
    • ► Oktober (1)
AllBlogTools.com Blogger Templates

Latest Posts

  • Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara
    Awalnya saya mencari-cari dimana Skotlandia? Dimana letak negara ini? Kalian tahu dimana? Beberapa tahun kemudian saya tahu dimana letak...
  • WhatsApp Initializing
    Pernah mengalami WhatsApp susah di-instal ulang? Notifnya “initializing” atau apalah ejaan Inggrisnya. Saya pernah mengalami kejadian i...
  • Pekerjaan Suami Saya Cuma Petani
    Kalo lagi kumpul-kumpul bareng teman lama, terutama karena udah pada berkeluarga, pasti ngomongin pekerjaan suami. Beberapa teman bisa ...

Visitors

free counters
Free counters
Copyright 2014 Journey of My Life.
Distributed By My Blogger Themes | Designed By OddThemes