Journey of My Life

seputar catatan yang katanya jurnal

  • Home
Home Archive for Oktober 2018
Sesuai jadwal yang diberikan, divisi transportasi dapet jadwal di tanggal buntut 30 dan 31 Juli. Aku pergi sekitar jam 10-an ke GOR Ciracas. Hari itu rencana ambil seragam dan buku tabungan. Sampai di sana udah banyak yang antri. Aku masuk ke antrian panjang. Belum tahu itu antrian apa. Setelah nanya, oh, buat ambil buku tabungan toh. Kenalan sama Monica yang dapet transport di media (nanti kami ketemu lagi di JCC). Sambil ngantri kami cerita-cerita. Oh, ya, aku dapet bagian di TJ-1 sebagai pendamping di dalam TJ untuk atlit yang mau pergi dari AV ke venue atau GBK dan sebaliknya (cerita jelasnya nanti, yah?). Antriannya cukup lama, tapi dibagiin bukunya cepet banget. TTD biasa di cover buktab-nya. Dapet ATM sekaligus tapcash gitu deh. Dapet tali kartu ada nama bank sama Asian Games 2018 gitu. Abis itu sama Monic ke atas buat ambil seragam. Karena foto Monic bermasalah, jadi kartu akreditasinya belum jadi. Jadi Monic cuma bisa ambil seragam.
Kami masuk, jalan ke meja penerimaan potokopi ktp, surat keterangan sehat dan surat pernyataan volunteer gitu. Tapi yang diambil cuma dua. Aku sama Monic pisah jalur. Aku ambil kartu yang disebut ad card, baru deh masuk ke bilik untuk ambil seragam menyusuri jalan yang udah dikasih pembatas macam antrian di bank. Serasa masuk ke labirin, ini mana ujungnya. Ada sekitar lima orang lebih yang duduk nunggu antrian. Kami masuk berlima, dipanggil mba-mba yang mungkin juga volunteer, tapi udah mulai tugas duluan. Kami dikasih waktu ngepasin kaos dan celananya. Kata mbanya, jangan ragu dan cepat pilih.
Enggak boleh dicoba, yah. Aku pilih ukuran M dan celananya S. Itu ukuran internasional katanya. Abis itu jalan ke jalur berikutnya. Ngantri lagi untuk masuk ke ruangan yang berjajar meja sama komputer dan laptop. Ada belasan meja yang melayani proses ambil seragam ini. Sepatu juga gak boleh dicoba. Aku pilih nomor 38. Katanya plih satu nomor di atas ukuran kita. Wow ini bawaannya banyak juga. Ada tiga buah kaos, dua celana panjang, tiga pasang kaos kaki, satu topi, tas punggung bertali satu, dan yang baru aku periksa di rumah, di dalam tas ada tempat pencil isinya pensil, pulpen bagus, rautan dan penghapus. Semuanya berlogo Asian Games 2018.
Prosesnya selesai sebelum Zhuhur. Aku pulang, deh. Yang ternyata anak TJ-1 mau kumpul sebentar. Hah... udah sampe rumah, Kak.

 

Note: foto dok. pribadi, kecuali topi dan kaos kaki ambil dari toko online prelovebyGC.

Hari itu hari senin, dua hari terakhir sebelum selesai tugas. Sepi dan bosen di Grandhika, aku ‘ngungsi’ ke Ambhara. Di sana lagi banyak media yang mau pada check out pulang ke negara asal. Aku duduk-duduk di meja helpdesk sambil liat aktifitas grup besar dan kecil. Temenku, Ratih, juga ikut duduk. Kami sebangku berdua. Nah, sambil aku nulis-nulis di jurnal, liat-liat catatan dewek, ada media Jepang yang rame kayaknya baru pulang belanja. Kira-kira ada empat laki-laki. Tiba-tiba, ada seorang media yang kata Ratih “kalo bisa dimualafin deh”, nyodorin seplastik isinya kerupuk mentah. Dari bentukannya sih kayak emping. Dia jelasin pake english sederhana sambil megang kantong plastik kerupuk yang udah ditaro di atas meja. Kita sih nerima-nerima aja. kata dia, kebanyakan beli. Gak muat and takut kelebihan muatan.
Nah, sempet sepi tuh. Empat orang tadi agak menjauh dari meja helpdesk. Aku udah penasaran aja sama isinya. Kata Ratih entar di unboxing. Ok, deh. Terus datangalah koper-koper besar mereka yang karena di lobi hotel gak ada sofa, jadi pada duduk-duduk di koper sambil nunggu check out atau taksi kali.
Ada satu orang media yang pake kacamata duduk di depanku, di meja helpdesk. Dia enggak sengaja liat dan nunjuk pembatas bukuku yang katanya “origami?”. Aku bilang “not really origami”. Eh, karena liat jurnalku, dia minta kertas. Aku ambil yang tengah, eh jadi dibuatin origami burung. Cepet banget. Itu salah satu jenis origami yang paling tidak aku kuasai. Udah jadi dikasih ke aku. Aku bilang terima kasih. Dan menariknya, potongan kertas yang gak kepake dia ambil, dibuang sendiri coba. Asli gak nyampah deh.
Ratih lagi ke kamar mandi. Nah, media Jepang yang tadi ngasih kerupuk mentah izin ngambil lagi kerupuknya. Temennya ada yang mau tuh. Ok, ok, gak papa. Ambil aja lagi. Kami saling senyum-senyum. Yah, cancel unboxing deh. Pas Ratih balik, aku cerita deh kalo udah diambil balik.
Nah, Ratih ini lulusan sastra Jepang Undip. Baru aja wisuda Agustus kemaren. Karena itu aku nanya dia kalo ada yang lagi ngobrol pake bahasa Jepang. Sebenarnya kami gak boleh ‘ngomongin’ tamu asing di depan mukanya. Tapi rasa penasaran lebih mengikat daripada aturan yang ada. Ratih terjemahin dikit deh apa yang mereka omongin. Yah, cuma cerita-cerita tadi belanja gimana.
Karena aku suka nyimpen apa aja, I’ll treasure the bird. Seneng sih dapet origami kayak gitu. Baek-baek yang dari Jepang. Kalo mau duduk depan helpdesk, izin coba. Kalo yang dari Korea atau Cina maen duduk aja. Orang kita juga kadang gitu. Tapi kayaknya aku terlalu mengeneralisasi. Enggak semuanya bersikap kayak gitu, kan? Pasti ada orang Korea dan Cina yang baik dan sopan.
Karena taksi udah dateng, mereka pergi deh sambil bilang “terima kasih” dan “sampai jumpa”.
Well, it’s just a note outside the story. Just my own note ‘bout today. It almost stress me out. I can’t found the correct answer, the correct number. Hey, salah rumus, or catatan yg salah or mang salah dari excelnya. Bener-bener deh nyari, bikin formula and I can’t find the correct answer till 1 pm. I’m alone here with all my stuff. The strange of the chamber. It’s really freak me out. What am I doing here? Like just cut my time, just waste my time till 5 pm. It’s really bad. Bad thing, bad all of thing. Strange and I just get rush. Is it strange? The odd version of me this last year. I don’t know about next year. What I’ll doing, what I’ll gonna do, what I’ll gonna take. I want set up my carrier, but everything seem just like a fatamorghana. Just like they far far away. Just like i can’t catch them. Hey, what am I thinking? It’s bad if all I think just negative, just increase my potential moment, just increase my good side, good moment, good opportunity. I like gonna go. Wanna go to other place. Don’t wanna meet anyone. Just me and all I think inside my head. Just clear all my loan, my stuff, my goods. Clear all thing, clear all my mess mind. Purity my self, purity my mind. I know what I type just incorrect grammar and sentence. I know it. What I type not correct. It’s not about grammar, good word or good sentence.
Well, I really don’t know what will I wanna type. Maybe this’s not important. Just my note. I reliaze for many things I can’t control. I try to escape for many things for years. Now, I’ll face them. I’m not brave at all. I always hide myself. I never show my own feeling. Maybe I’ve been pretending. I asked, where’s the real me? I never can detect my own self, my own feeling. It’s hard to tell because I don’t know how to show it.
I think for many things even that outside my touch, outside my world. It’s tired. And I realize that’s called over thinking. Too much to think. I’m confuse. I don’t know what should I do. I never go ahead and always keep my foot on the hole. Too much to worry.
My, my, it’s my bad. I’ve never can have proper conversation. I’ve no good skill when it come to speaking.
What should I do know? Everything seems dark. But I hope there’s the light behind the tunnel. I’m still regret for many things. Many things that I can’t count. What’s it? The strange feeling I can’t describe. I’m still immature, selfish, never help anyone, and can’t speak properly. I don’t hope for a miracle. Tell me what should I do.

Ini hari ketiga aku stand by di hotel sebagai volunteer tranportasi media. Salah satu tugasku membantu media yang akan naik shuttle ke MPC (Main Press Center) di JCC. Kemarin-kemarin selama shift 2, antara jam 11 sampai tujuh malam, tidak ada satu pun media yang akan naik shuttle—walau elf datang hampir setiap jam yang kadang sesuai jadwal, kadang tidak. Tapi hari ini, ada satu orang yang menunjuk kertas jadwal shuttle di atas meja helpdesk, lalu pergi tanpa bertanya atau menjelaskan (salahku juga tidak bertanya mau naik shuttle atau tidak). Temanku yang shift 1 pamit pulang. Sampai jam 4 sore, aku hanya akan sendiri sebelum temanku di shift 3 datang.
Ternyata pria yang tadi menunjuk jadwal kembali datang ke meja helpdesk. Aku bertanya “mau naik shuttle?” (Inggris-in sendiri, yah?). Ok, dia mau naik shuttle. Aku bilang nanti mobilnya datang jam 15:20.
Eng-ing-eng! Sama kayak jadwal shuttle pagi yang selalu hectic karena shuttle datang telat dan telat, aku juga mulai deg-degan dong karena shuttle belum juga dateng. Udah jalan dari markas di parkir timur (parkit) GBK, tapi macetnya itu loh yang arah Blok M. Jadilah aku ngechat di grup shift 2 hotel daerah Blok M.
Mataku sedikit melirik ke kanan sana, ke tempat duduk di lobi hotel. Tapi media yang tadi belum ada. Sedikit aku menyalahkan diri. Belum lama, sekitar sejam lalu, grup shift dua sempat heboh karena supir shuttle yang harusnya looping ke hotel 101 Darmawangsa malah balik ke MPC. Temanku yang di 101 kesal bukan main karena begitu supir ditelepon, dia malah kena marah supir. Supirnya bilang, kalo butuh shuttle, minta lagi aja (ke MPC). Lah, kata temenku yang kena marah, emang dikata Grab tinggal pesen. Padahal akan ada yang naik shuttle di 101. Secara tidak langsung, aku yang salah karena tidak tegas pada supir. Harusnya mau atau tidak, supir tetap harus mengikuti jadwal looping. Jadinya, media di 101 naik taksi ke MPC.  Dan kini, seakan hukuman yang tanpa ditunda, aku mengalami hal yang sama.
Aku kembali melirik dan ternyata media yang tadi sedang duduk sambil melihat ponselnya. Beberapa kali mataku berpindah antara layar hape, ke kiri keluar jendela melihat ke jalan di depan hotel, lalu ke kanan lagi, melihat si media yang akan naik. Karena sudah lewat beberapa menit dari jadwal, dia berdiri menghampiriku.
Aku bertanya apa dia buru-buru. Dia bilang, “it’s ok. Ok”. Yah, aku makin gak enak dong (awalnya sempet ngira bakalan dimarahin, bakalan kena omel kayak pengalaman beberapa temanku yang berhadapan langsung dengan orang asing dan mereka komplen karena shuttle yang telat).
Dari bentuk wajahnya, aku menduga kalau dia dari Jepang. Tidak terlalu tinggi untuk ukuran pria Asia Timur, dibanding beberapa media dan orang broadcast dari Korea atau China. Well, tanpa diduga, dia bersedia menunggu. Padahal aku nawarin naik taksi atau naik taksi online. Karena Grab sponsor Asian Games 2018, jadi nawarin Grab, deh.
Sejujurnya, aku kurang nyaman ngobrol. Bukan karena apa, tapi karena shuttle yang juga belum datang. Pikiranku terpecah tiga: ngobrol sama si Jepang, nunggu shuttle, melihat keluar jendela, mastiin shuttle udah sampe, sama ngeliat grup WA, nanya-nanya dimana posisi shuttle. Tapi, alhamdulillahnya, media Jepang ini sabar banget, malah memanfaatkan keadaan buat ngobrol, nanya-nanya. Yah, namanya juga jurnalis, jadi ada aja yang ditanya.
Aku enggak hapal dan ingat alur pembicaraan kami, tapi kurang lebih inilah yang kami bicarakan lebih dari 40 menitan.
Awalnya, pas dia jalan ke meja helpdesk, abis aku nanya buru-buru gak, dia nanya aku kerja di sini (meja helpdesk maksudnya). Terus bilang, enggak bisa liat venue dan match. Yah, udah tugasnya di sini. Aku berharap bisa liat closing, kemaren enggak liat opening. Dia juga berharap sama (bisa liat closing). (Bagian awal ini Insya Allah bener pembukanya, entar obrolan ke sana rada ngacak, yah). Dia nanya berapa lama aku kerja. Aku jawab 8 jam/hari. Lama juga, katanya. Dari kapan? Aku bilang dari tanggal 24 kemaren. Sampe kapan? Aku bilang sampe tanggal 5 September. Aku nanya balik dia dateng kapan? Ternyata baru Kamis kemaren. Sampe tanggal 4 katanya.
Dia nanya lagi aku kenal atlet Jepang gak. Enggak. Dia nanya aku suka olahraga. Aku sebutin badminton sama voli. Sedikit cerita kalo dulu pas kecil suka maen badminton sama Bapake. Tapi sekarang enggak, soalnya kami udah gak punya lapangan. Udah jadi rumah. Oke, dia paham tuh. Aku said sorry lagi karena shuttle juga belum dateng beralasan traffic. Dia bilang oke lagi. Duh, sabar banget, deh. Eh, ya, karena tadi dia nanya atlet Jepang, aku jadi bilang kalo kenal satu pesumo, tapi lupa namanya. Chiyo... apa gitu? Chiyonofuji apa. Aku bilang baca dari buku. Dia ngangguk-angguk. Dia bilang kalo olah raga Jepang lagi naik sekarang. Iyalah, orang masuk klasemen 2. Pertama tetep Cina. Aku juga bilang cuma kenal Lin Dan. Abisan tontonan wajib Bapake kalo ada pertandingan badminton. Dia ngasih tau kalau Jepang nanti jadi tuan rumah Olimpiade 2020. Ya, I know it.
Dia nanya aku masih kuliah. Udah lulus. Empat tahun lalu. Sempet gak mudeng tuh dia, tapi pas aku bilang four years ago, paham juga. Nanya jurusan apa. Duh gak paham civil engineering tuh. Nanya, civil apa? Aku ganti jadi construction. Nah, paham deh. Dia bilang math, aku ngira match = pertandingan. Oh, iya, matematika. Haha... enggak pinter kok. Karena dia gak bisa math sama fisika, ngira aku lumayan. Enggak kok. Dia bilang English aku bagus. Aku muji balik kalau dia lebih bagus. Nanya tuh dia kenapa bisa bagus. Bilang aja aku sekolah asrama yang wajibin siswanya ngomong English tiap hari selana 6 tahun. Haha... peres banget. Iya, sih bener infonya secara aturan, tapi kenyataannya selama sekolah penerapannya gak ada. Pas lulus Englishku juga cuma sebatas teori. Belom bisa speaking. Dia cerita dikit kalo pernah sekolah di Amerika 2 tahun. Pantesan. Aku bilang dong kalo listening-ku payah. Not good. Terutama kalo ada yang ngomong pake aksen, kayak India misalnya (pengalaman di awal-awal tugas). Dia setuju. Listening dia juga gak bagus (ngakunya gitu). Dia cuma bisa English Amerika. British, English Australia, udah lain lagi. Nah, di sini kami nyambung lagi. Sama. Kalo English British gimana gitu.
Ok, aku liat grup shift 2 lagi sama grup besar transport-MPC, termasuk liat keluar jendela kaca besar. Berharap shuttle cepet dateng. Ini udah jem 15:40. Aku makin gak enak sama dia. Segala aku bilang kalo pernah dikecewain, kita enggak akan percaya ‘dia’ lagi. (maksudnya kecewa karena jadwal shuttle enggak tepat waktu, mungkin lain kali dia akan naik taksi aja dan ditambah kecewa sama volunteer, sama negeri ini yang jadi tuan rumah ).
Dia ternyata liat buku jurnal volunteer aku yang penuh tulisan tangan. Terus dia bilang: kamu nulis. Ya, aku nulis. Hehe... Sempet diem bentar. Baru deh aku nanya nama dia. Dia sedikit ngasih unjuk adcard-nya (kartu akreditasi yang dipakai sebagai akses masuk ke setiap tempat Asian Games 2018). Oh, namanya Kaz. Biasa dipanggil Kaz. Aku bilang namaku Nissa. Tuh kan suka enggak mudeng deh sama namaku. Dikira Misa. Aku sampe menyebut namaku lagi, baru deh dia ngerti.
Dia nanya, banyak enggak orang Indonesia yang kuliah. Kalo menurut pendapatnya, sekitar 45% orang Jepang lanjut kuliah. Aku bilang aja gak terlalu tahu dan yakin, tapi secara umum pada lanjut kuliah atau ambil D3.
Terus dia nanya ojek. Bener-bener nyebut ojek. Tahu ojek toh Mr. Kaz. Aku bilang aja tiap hari make. Salah satu transportasi andalan. Dia bilang sambil meragain pake tangan kalo naek ojek bisa nyalip-nyalip. Betul! Cuma sayangnya, kata Kaz, drivernya enggak bisa English. Jadi ngasih duit ongkos tanpa berkata-kata, lalu pergi. Aku kasih tahu aja dikit kalo di sini kadang lebih suka kendaraan pribadi. Terus dia nanya tahun depan baru ada .... Sempet bingung tuh dia. Oh, MRT. Iya, tahun 2019, kataku.
Eh, baru aku suruh duduk. Saking pala lebih mikirin shuttle yang belom dateng. Padahal kalo shuttle aku enggak pikirin, banyak yang mau aku omongin juga. Sambil naro tasnya di atas lantai, terus duduk, Kaz bilang kalo tasnya berat. Dia bawa computer. Oh, notebook, kataku sambil duduk. Aku nanya, apa dia meliput semua pertandingan. Dia bilang enggak. Cuma beberapa aja. kalo semuanya, enggak akan sanggup. Aku ngasih info dikit puncaknya macet: Sabtu, Ahad, dan Senin pagi, Jumat juga. Kaz lupa coba kalo sekarang hari Minggu. Again aku bilang maaf (shuttle juga belom dateng). Terus aku nanya pendapat dia soal klasemen. Aduh, aku salah pake kata. Bukan klasemen, tapi classification. Karena dia enggak mudeng, aku ganti deh jadi nanya gimana pertandingan karate (karena dia akan meliputnya hari ini). Dia diem bentar. Maybe nyari kata yang tepat dan mudah dimengerti. Sambil pake gerakan, Kaz jelasin gimana proses berjalannya pertandingan. Sampai gimana pemain karatenya dapet nilai (dia meragain seakan megang papan poin). Aku bilang, oh juri ngasih nilai. Aku nanya dia bisa karate. Kaz bilang enggak.
Alhamdulillah, Dinda dateng, temenku di shift 3 yang tanpa diduga datang lebih awal beberapa menit (yang berarti ini udah mau jem 4 dong. Duh, makin gak enak aja udah nunggu lama). Dia langsung nyodorin tangan kenalan sama Kaz.
Kaz nanya Dinda tau atlet Jepang. Dia kembali bilang kalo atlet Jepang lagi naik daun. Dinda bilangnya tau, tapi pas ditanya nama, dia enggak apal. Dinda nanya gimana Jakarta. Tadi Kaz udah bilang, ini pertama kali dia ke Indonesia dan dia bilang gitu juga ke Dinda, ditambah jawaban kalo Jakarta enak. Sejuklah. Dia bilang kalo di Jepang lagi panas. Sampe 40 derajat. Aku kagetlah. Jadi, inget kalo di Korea juga sama panasnya. Makanya lebih betah di sini. Iyalah, di Jakarta Insya Allah enggak sepanas itu. Paling kering aja, anginnya panas, dan polusi yang tinggi (itu yang nambah panas di sini). Dinda nanya, terus apa yang dilakukan pemerintah sama cuaca yang panas? Kaz sempet enggak ngeh tuh. Sampe maju dikit deketin telingannya. Pas udah yakin maksudnya, dia bilang enggak ada. Yah, paling banyakin minum aja. Dinda nanya beda berapa jam di sini sama Jepang. Dua jam, kata Kaz. Dia terbang 6 jem dari Jepang tuh. Wow!
Karena ada Dinda, aku bisa lebih fokus nanya di grup posisi shuttle yang ternyata masih terjebak macet, entah di Bundaran Senayan, entah pas udah mau masuk Blok M. Karena enggak merhatiin. Aku denger Dinda bilang pernah ikut program ke Kamboja gitu (nanti aku cerita sedikit). Omnya juga ada yang di Kyoto. Kuliah beasiswa gitu bawa keluarganya. Kaz bilang Kyoto di kelilingi gunung.
Pembicaraan berlanjut. Kaz bilang kalo penduduk Jepang menurun (sambil tangannya meragain ke bawah). Pemerintah sedikit struggle sama dana pensiun karena manula yang banyak. Dia nanya gimana di sini. Dinda bilang anak muda di sini banyak. Kaz nanya keuntungannya. Dinda kurang lebih bilang jadi satu kekuatan di negeri ini, terutama angkatan kerjanya. Yah, untung di satu sisi, aku nambahin gitu. Kaz jadi nyimpulin, kalo usia produktif di Indonesia banyak? Bertumbuh kataku.
Terus Kaz ngasih kartu namanya dong. Satu-satu buatku dan Dinda. Pas aku liat, hem, chef editor. Dari nama korannya, kayaknya isinya bahasa Inggris semuanya, kayak JakartaPost gitu.
Dinda nanya, kenapa orang Jepang enggak mau punya anak, apa susah merawat anak. Nah, di sini Kaz enggak terlalu nangkep maksud Dinda. Dia ngira itu kalimat pernyataan, padahal pertanyaan. Dinda tadinya mau nanya persaingan, tapi dia lupa Englishnya. Terus nanya aku yang juga lupa—saking masih fokus sama shuttle.
Sempet beberapa saat kami diam. Aku nyeletuk bilang, ini pembicaraan yang menarik, nice talk gitu. Kaz setuju.
Aku gak paham deh apa shuttle yang udah dateng langsung stay di hotel lain atau gimana. Karena pas Dinda nelepon ke hotel sebelah, taunya shuttle udah sampe. Please, udah sampe dan aku enggak tau, enggak ada yang ngasih kabar di grup shift dua. Akhirnya setelah di telepon, shuttle menuju hotel tempatku bertugas. Aku bilang sama Kaz mau nunggu shuttle di depan. Eh, Kaz ikut diri coba, ngikutin aku jalan ke lobi.
Dateng deh tuh shuttle. Aku bukain pintu buat Kaz. Dia bilang sama kayak aku tadi, nice talk. Tapi dia salah nyebut namaku: Nina. Aku benerin, Nissa, Sir.
Dari sini aku kembali ke meja helpdesk. Rasanya lega. Pengen teriak. Setelah sabar nunggu, akhirnya Kaz naik shuttle. Semoga aja gak telat sampe di venue pertandingan. Biar liputannya tepat.
Aku bilang ke Dinda mau sholat. Aku naik ke lantai dua, ke musholla yang tersedia di hotel. Hah... rasanya abis sholat masih pengen teriak, tapi udah lebih tenang. Pengalaman hari ini isinya sangat banyak. Tanpa disangka aku ngobrol banyak sama Kaz. Itu juga dia sih yang inisiatif memulai topik. Kalau keadaannya lebih baik, aku pengen bilang aku suka Jepang. Pengen aku sekali ngomong arigatou atau nanya nama dia pake “onamae wa”. Pengen aku bilang “mata aimashou” atau sedikit bahasa Jepang yang aku hapal. Argghh, padahal banyak yang pengen aku tanya atau aku jadiin pembicaraan. Tapi... ya sudahlah. Sejem juga udah lumayan melatih lidah. Nanti lanjut lagi yah, tentang Kaz. See ya...


Waktu dan selesainya hampir sama kayak GT. Bertempat di TMII, gedung Sasana Krida apa, aku berangkat jem 6 kurang pake baju item-putih sesuai syarat di e-mail. Mengingat ini masih hari kerja, jadi siap-siap aja kalo telat, deh. Acara dimulai jem 7:30, tapi aku masih di jalan. Lagi nanya bapaknya kalo ke TMII naek apa. Bapaknya bilang entar di kolong. Udah, deh, percaya supir aja. Ini aku udah nanya-nanya sama Tetehku yang apal banget angkutan Jakarta. Aku juga udah prepare nyuruh dia sama adekku entar pesenin aku grab. Hape oh hape, ada cuma paket buat WA. Pak supir nyuruh naek 04 merah yang ngetem di deket kolong. Eh, taunya gak jauh. Cuma berapa detik udah sampe depan TMII. Bayar, deh 2000. Tapi kurang. Nambah serebu deh. Padahal deket banget itu. Bener-bener deket.
Nah, udah sampe gerbang, Insya Allah aku udah tau. Udah ada maps TMII di hape. Alhamdulillah, pas nanya satpam depan, pas banget ada bapak dari dishub yang juga mau ke dalem. Iya, ke tempat aku JST. Di gerbang, yang mau ikut JST dikasih karcis parkir atau yang jalan kaki dapet karcis formalitas, deh. Sama bapaknya dianter sampe tempat parkir sebelah gedungnya.
Eh, peserta lagi pada ngantri. Alhamdulillah, dimudahin. Masuk aja barisan mana kek yang enggak panjang. Enggak taunya itu barisan cluster 3—clusterku. Sampe meja registrasi, absen nama dan tanda tangan. Dikasih name tag. Tulis nama sendiri. Ini plastiknya lebih tebel dan talinya udah bagus. Ada nama dan logo Asian Games, deh.
Masuk ke dalam ruang seminar, nyari-nyari bangku yang kosong. Wah, ada tuh di kanan sana. Aku tadi masuk dari pintu kiri, sesuai posisi barisan antrian, tapi duduk di sisi kanan. Alhamdulillah, di barisan kanan sini emang tempat cluster 3. Serasa dimudahin banget, deh.
Acaranya cukup padat dan banyak. Walau isinya lebih ke kalimat yang tidak terlalu berhubungan dengan inti jobdesk volunteer transportasi. Sedikit aku jelasin. Acara kali ini udah acara paling khusus. Aku dapet divisi transportasi untuk wilayah cluster 3 atau suburban. Artinya kemungkinan besar tempat tugasku nanti di venue di luar Jakarta, kayak Banten, Bekasi, Bandung, atau paling jauh di Majalengka.
Pemaparan pertama dari HRV. Ini kayak HRD gitu kalo di perusahaan. Isinya tentang hak dan kewajiban volunteer. Tetek bengeknya dijelasin di sini. Lalu ada sambutan dari kepala deputi 3, atasannya divisiku, Pak Ahmed Solihin. Terus kepotong coffe break yang teh, kopi, dan kue-kuenya langsung ludes, deh. Jem 10 lanjut lagi. Potong Zhuhur dan makan siang. Jem 13:00 lanjut lagi sampe jem 4-an deh. Bagian intinya yang pemaparannya masih global banget baru ada mendekati Ashar. Padahal itu yang paling kami butuhkan.
Aku ternyata belum masuk grup WA cluster 3. Atas bantuan Irma yang dari Cirebon, dia minta adminnya masukin nomorku. Ternyata semua info penting disebar di situ, bukan lewat e-mail lagi. Hah... aku ketinggalan info banyak. Tapi alhamdulillah untuk hari ini banyak yang dibatalin. Kayak disuruh bawa print out kalo dapet undangan JST lah.
Abis itu baru, deh pembagian volunteer per venue. Sambil harap-harap cemas dapet venue dimana, satu-satu nama dipanggil. Tapi cuma dikit yang maju. Sisanya entah kemana. Sempet bingung. Taunya dapet di TransJakarta. Yang nyisa ini pada seneng. Tapi aku masih bingung.
Jadi nanti di TJ kerjaan kami jadi pendamping. Semacam kenek, tapi cakep aja. Oke, sampe sini aku cukup paham. Walau masih belom ada bayangan deh.
Abis sholat Ashar, balik, deh. Nanya Pak Polisi depan TMII yang atur lalu lintas. Oh, naek angkot merah 04 lagi, turun di terminal Kampung Rambutan, deh. Karena angkot merah ke Depok, T19, masih pada ngetem, jalan, deh, sampe mau ke Pasar Rebo sono. Eh, malah naek 112. Iya, sih ke Depok. Tapi ini lewat Kelapa Dua situ. Gara-gara ini jadi lewat GOR Ciracas, tempat nanti katanya ambil seragam volunteer. Sampe rumah udah lewat magrib, nih. Udah laper lagi. Padahal tadi bawa bekel loh yang dicampur dikit sama prasmanan makan siang yang udah kayak di hajatan. Enggak tau, deh berapa yang keluar untuk acara kali ini. Gedungnya aja mahal katanya.
Well, see ya.... Selanjutnya aku mau ngambil seragam volunteer yang alhamdulillah dimudahin banget. Wait, yah...


Setelah sempat diundur seminggu, akhirnya dilaknasakanlah general training di akhir bulan Mei, saat Ramadhan. Tempatnya di UMJ Ciputat. Kali ini alhamdulillah dikabarin lewat SMS dan e-mail juga. Kali ini disuruh bawa sertifikat NOR.
Karena di UMJ, aku udah cukup hapal karena pernah beberapa kali masuk ke kampusnya. Dibanding psikotes dan NOR, kali ini aku pergi sekitar jem enam. Acara dimulai jem 8, sih. Estimasi waktu di jalan sekitar sejeman. Oke, abis saur, abis subuh, prepare buat pergi. Naek grab sampe Kukusan situ. Lanjut naek angkot merah, turun di Pondok Labu. Lanjut angkot putih, turun pas depan gapura UMJ.
Udah rame tuh. Waduh, aku rada pangling sama jalan masuk UMJ. Udah lewat pager berpalang. Lagi itu mah bisa jalan yang sebelahnya. Tapi sekarang udah mau jadi bangunan baru. Nah, tempat aku GT nanti kayaknya gedung baru. Serasa udah kayak kampus dewek. Bukan, sih. Terakhir aku ke sana sekitar tahun 2014/2015, jadi wajar kalo udah banyak gedung tambahan.
Aku nanya sama satpam di dalam gedung gak tau apa. Dikira itu gedung development center, taunya sebelahnya. Oh, iya ada tulisannya. Anehnya, mas-mas yang duduk di sebelah satpam tadi malah nanya balik ke temennya, “emang ada gedung development center?”. Aish, capek, deh.
Oke, ketemu ruangannya, 101. Udah tuh maen masuk aja. Sama yang jaga ruangannya, setelah aku nanya boleh masuk, diminta keluar dulu. Nanti kalo udah mulai baru masuk.
Tapi, tiga puluh menit sebelum acara, udah ada yang duduk. Udah boleh masuk. Oke, tinggal nunggu acara inti. Seperti biasa, ada absen, dapet goodybad yang isinya tool kit untuk general training. Disuruh pake pinnya dan nametag yang dikalungin setelah ditulis nama kita di kertasnya.
Bagian pertama diisi Bapak Aditya yang asyik banget bawanya. Intinya tentang berpenampilan, tentang grooming nanti, tentang hospitality. Cara buka pintu, cara diri, cara terima kartu nama, cara senyum, cara diri 'terbuka, dan cara-cara lain macam staf hotel. Seru, deh. Ada aja yang lucu.
Bagian kedua oleh Bapak Arif. Isinya segala pariwisata dan attraction yang ada di Jakarta, budayanya juga. Ini agak sedikit bosenin. Tapi aku cukup menikmatinya. Setelah itu dipotong istirahat dan sholat. Buat yang enggak puasa, dapet makan siang tuh.
Jem 1 udah masuk lagi. Karena ujan, tapi emang dari tadi langit udah mendung, sih, aku rada telat masuk sesi ini. Mana udah setengah basah kuyup walau pake payung. Tadi dari masjid aku berdua sama peserta dari ruangan di atas tempatku. Kami berdua basah karena ujannya ke bawa angin, sedikit turun dengan posisi miring. Wajarlah pake payung percuma.
Sesi ketiga ini, Ibu Yuliana yang menyebut dirinya sendiri dengan “Mom”. Asik, nyuruh peserta maju untuk simulasi, atau meragain apa gitu. Isinya tentang komunikasi, deh. Lumayan lama sampe jem 3, deh. Abis itu Ashar. Balik lagi ke masjid yang berasa jauh. Jalanan agak becek bekas ujan tadi. Karena ada pembangunan, tanah yang kena ujan makin bikin jalanan kotor.
Abis Ashar, aku balik ke ruangan yang ternyata posisinya udah berubah. Ini sesi terakhir tentang interpersonal skill. Ibunya juga asik. Setelah perkenalan, kayak tiga pembicara sebelumnya, Ibu Enah mulai dengan bola plastik berduri tumpul yang dilempar. Yang dapet diminta cerita tentang dirinya. Bagian kali ini malah enggak bahas inti dari isi print out yang dikasih. Ibunya lebih ke bagaimana dunia luar sekarang, disruption yang lagi hebohnya, dan tentang hidup ke depan nanti. Setelah hanya tiga orang yang dapet bola plastik, sesi kali ini berakhir. Kami foto-foto. Bu Enah berpesan untuk bikin grup WA.
Dikira udah bisa balik. Taunya nunggu sertifikat yang belom juga jadi. Kata Kakak yang jaga ruangan kami, lagi sibuk banget di sekretariatnya. Aish... udah mana rumah jauh. Susah angkot. Malem udah gak ada angkot tuh. Jadilah nunggu sampe Isya. Ada snack sama nasi box.
Sambil nunggu sertifikat, aku ngecas di luar ruangan. Jaga-jaga tas. Lewat Isya, aku nyerah nunggu. Balik, deh. Pamit sama yang aku kenal. Naek angkot putih. Enggak lama ada ibu-ibu naek. Pas tiga penumpang cowok turun, ibunya nyuruh aku duduk di belakang sopir atau deket pintu. Jangan dipojok. Katanya pernah ada kejadian cewek diganggu. Sampe dijedotin palanya ke kaca mobil. Ibu ini cerita, beliau turun dan manggil polisi yang kebetulan lagi atur lalu lintas. Serem, deh. Pokoknya kata ibunya ati-ati. Ibu ini turun di depan gereja dan aku say thanks.
Turun di pasar Pondok Labu, angkot merah ke Depok udah gak jalan. Ada yang ngetem, tapi enggak, deh. Aku pesen ojek online aja sampe rumah. Pas banget ini ongkos.
Sampe rumah udah mo jem 9 kali. Lebih malah. Alhamdulillah selesai sudah hari ini. Enggak dapet tarawih, deh. Besok udah bangun saur lagi.
Hari berikutnya, aku mikirin sertifikat ini gimana. Setelah mikir-mikir, aku pergi juga ke Ciputat lagi. Pamit sama Ibuku yang lagi tidur sambil minta duit ongkos. Tapi karena sewanya sepi, ini angkot putih ngetem lama banget deket pangkalan ojek pengkolan yang di tipi itu tuh. Ah, sempet kesel pengen turun aja, tapi nunggu juga. Ini waktu abis cuma buat ini doang. Sambil nunggu, eh ad atelepon masuk. Taunya Kak Everlyn yang kemarin seruangan sama aku. Dia ngasih tau kalo sertifikat udah ada. Aku bilang aja lagi di jalan mau ambil. Padahal bisa pake paket aja. Lebih irit ongkos dan waktu. Hah...
Sampe di UMJ udah jem 5. Sholat Ashar dulu. Ke gedung buat ambil serti. Udah selesai, balik deh. Serasa de javu, kali ini aku pesen ojek online lagi. Tadi macet, jadi buka di jalan. Ninggalin biskuit buat Bapak sopir yang bae. Ongkos udah abis, jadi bayarnya ntar pas turun di rumah aja. Sampe rumah udah lewat taraweh lagi, deh. Hah... demi sertifikat.


I’m not a good mom. I’m arrogant, but I’ll in love with you even we don't meet yet. I’m not good at rise the kids, but I’ll do my best to take care of you. I’ll welcome you all my heart and life. I’m not a good daugther if you wanna know. I always figth with your grandparents. We’re always at opposite side. I ever hate both of them. I ever don’t talk to them for years, although we live at same place. But I hope I can be your save place.
I’ll look at you. I’ll listen you. Maybe you’ll disappointed on me one day. Forgive me I can be a perfect mom. But I hope we can have proper conversation. Please just tell me all your fear. I’ll help you solve your problem. Maybe it’s not a good sugestion, but it’s worth to try. If I’m broke your heart, please just tell me. We can talk and find a way for you and me. Maybe I can’t give all you want, but I’ll try give the best things for you.
My life after twenty isn’t good. I hope you never do same mistake like your mom. If you did it, please always come to me. You’re never alone. Every one make a mistake. If you’re regret what you’ve done, just tell me. Your mom knows how it feel. I’ll embrace you till you feel calm. When it comes to reading, I’ll read many stories for you.
Your mom lack of speaking skill and communication skill. Even she can’t talk properly to others. She can’t deliver her own idea inside her head. Her attitude is bad, pretty bad. She can’t give good smile. She lack listening skill. She lack of confidence, lack of self-esteem, lack of self-awarness, lack of self-conscious, lack of self-control. She can’t manage her time. But she never stop trying and learning good things. She never stop improve herself. Maybe, I don’t hope you’ll proud of me.
Maybe your dad isn't a good man in the world, but he’ll give you all he can get. He’ll always beside you when you need him. Maybe he’ll angry if you disobey him, but he’ll always love you. He maybe can’t do all things you want. But he did what you never asked. Maybe he can’t have a good talk with you. But you must know, he’ll always curious if you tell him how your day. Maybe he can’t see the dissimilarity between two things. But he’ll always know how make you laugh.
Remember, you’re not our own. But we love you as our precious gift. One day if you go from our side, don’t worry about us. We’re glad have you. We’re glad you’re our kids. Please don’t ever hate us. Please don’t ever hesitate to talk about yours, about your unnecessary things.
We’re here always love you, future kids.


Ayo, tebak apa judul tulisan kali ini?
Setelah dinyatakan lulus, aku dapet e-mail undangan NOR atau nilai-nilai olah raga. Tempatnya masih di LPPI. Alhamdulillah, udah tau rutenya.
Sedikit selipan, seminggu setelah ikut tes psikotes dan wawancara, aku baru dapet e-mail untuk dua seleksi tadi. Dalam hati cuma bisa bilang, “Udah dites, Pak/Bu”. Dan di e-mail diminta pake baju hitam-putih. Oow... itu toh sebabnya. Jadi, cuma aku yang pake baju bebas lagi itu?
Karena judulnya gitu, aku mikir masa sih bakalan dites olahraganya. Ternyata isinya sejenis perkenalan tentang sejarah olimpiade dan Asian Games, termasuk cerita proses bagaimana negara tercinta kita terpilih sebagai tuan rumah.
Sebelum masuk ke ruangan, kami isi form daftar hadir yang ada tiga lembar. Terus masuk ruangan dan ambil pouch item isinya pulpen sama note. Sambil nunggu acara mulai, disuruh nanya temennya sama Bapak pemandu acara. Oh, isi absen online toh. Yah, hape butut, jadi aku pinjem hape temen sebelah, deh. Eh, ya, ada sedikit kejadian yang aku bingung sendiri. Ternyata di depan gedung ada papan pengumuman yang isinya nama dan lokasi ruangan tempat NOR yang taunya udah direvisi, enggak sesuai sama isi undangan via e-mail. Aku permisi dong keluar untuk liat—karena temen di sebelahku juga pindahan dari ruangan lain. Taunya aku pindah ke ruangan lain, bukan di 108. Pas mau pamit ambil tas, sama bapak pemandu diminta gak usah pindah karena waktu udah mepet. Tuh, kan? Siapa pula yang bikin revisi dadakan gitu?
Oke, acara pun dimulai. Pengisi acaranya ada dua: Kak Tara dan Bu Rani. Sebagian besar slide yang dibahas disampaikan Kak Tara yang berkecimpung di dunia olahraga dan keliling dunia karena olah raga. Tapi Bu Rani juga enggak kalah seru. Nenek gaul yang bawa acara makin santai. Cara beliau menyampaikan juga lebih sederhana, tidak terpaku pada slide. Asyik, deh. Bu Rani juga ngasih beberapa cerita saat beliau ke Cina, misalnya, dan bagaimana sikap volunteer di sana. Beliau juga ngasih tips and trik nanti sebagai volunteer harus bagaimana.
Kali ini kami dapet snack dan sertifikat yang bagus banget. Thanks to Bapak yang udah jadi pemandu acara.
Waktu acaranya dari jam dua-an sampe selesai. Dikira bakalan sore banget, tapi setengah lima udah kelar, deh.
Ngomong-ngomong, aku bener-bener gak bisa bedain mana stasiun Pasar Minggu dan Pasar Minggu baru. Karena aku enggak pake multi trip adekku, enggak kayak kemaren pergi psikotes, aku beli tiket pp THB yang tujuannya ke Pasar Minggu Baru. Mana pas mesen grab salah teken. Dan baru ngeh pas udah sampe Pasar Minggu. Jadilah aku jalan mencari stasiun Pasar Minggu Baru. Intinya aku sampe aja pas banget magrib. Eh, sambil nunggu kereta, ada anak Bogor yang baru pulang NOR juga. Tau karena sama-sama bawa map sertifikat. Oh, baru lulus SMA toh. Daftar sama temennya, tapi malah dia yang dapet. Temennya enggak. Ok, sampe rumah udah lewat magrib. Isya deh udah aman di rumah.

Langganan: Postingan ( Atom )

Featured Post

DATA IN-OUT DUIT

28/9/2015 Kadang di akhir bulan kita bertanya kemana saja uang gaji yang kita terima. Kemana saja perginya uang-uang tadi? Kita hanya tahu...

Iklan Gratis
Memuat

Total Tayangan Halaman

Google
Custom Search

Categories

  • berhenti sejenak (38)
  • film (4)
  • language (9)
  • motivation (4)
  • my culture (2)
  • my friend (2)
  • my mind (49)
  • my observ (40)
  • my resep (1)
  • the world (61)
  • tips (9)
  • tips: berpakaian (3)
  • tips: kesehatan (3)
  • tips: perawatan (1)

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

about me

Foto saya
limun
Hello, I'm Limun. I try really hard to fix my own life. You too? Manage my time and my life.
Lihat profil lengkapku

my friend

Archive

  • ► 2025 (2)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (1)
  • ► 2021 (8)
    • ► Desember (1)
    • ► November (3)
    • ► Maret (4)
  • ► 2020 (6)
    • ► Juli (2)
    • ► Juni (4)
  • ► 2019 (17)
    • ► Juni (6)
    • ► Maret (4)
    • ► Februari (7)
  • ▼ 2018 (15)
    • ▼ Oktober (8)
      • Volunteer Asian Games 2018: Uniform Distribution a...
      • Origami For You
      • Am I broke my own self?
      • My First Guest: KAZ
      • Volunteer Asian Games 2018: Job Specific Training ...
      • Volunteer Asian Games 2018: General Training
      • Hey, Future Child!
      • Volunteer Asian Games 2018: NOR
    • ► September (3)
    • ► Mei (1)
    • ► April (3)
  • ► 2017 (29)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (4)
    • ► Agustus (3)
    • ► Mei (7)
    • ► April (6)
    • ► Maret (1)
    • ► Februari (6)
  • ► 2016 (63)
    • ► Desember (24)
    • ► November (23)
    • ► Oktober (8)
    • ► Juni (4)
    • ► Maret (4)
  • ► 2015 (95)
    • ► Desember (3)
    • ► November (8)
    • ► Oktober (11)
    • ► September (11)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (2)
    • ► April (40)
    • ► Maret (17)
  • ► 2014 (11)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (6)
    • ► Februari (1)
  • ► 2012 (16)
    • ► Desember (1)
    • ► Januari (15)
  • ► 2011 (26)
    • ► Desember (3)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (3)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (4)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (7)
  • ► 2010 (10)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (7)
  • ► 2008 (1)
    • ► Oktober (1)
AllBlogTools.com Blogger Templates

Latest Posts

  • Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara
    Awalnya saya mencari-cari dimana Skotlandia? Dimana letak negara ini? Kalian tahu dimana? Beberapa tahun kemudian saya tahu dimana letak...
  • WhatsApp Initializing
    Pernah mengalami WhatsApp susah di-instal ulang? Notifnya “initializing” atau apalah ejaan Inggrisnya. Saya pernah mengalami kejadian i...
  • Pekerjaan Suami Saya Cuma Petani
    Kalo lagi kumpul-kumpul bareng teman lama, terutama karena udah pada berkeluarga, pasti ngomongin pekerjaan suami. Beberapa teman bisa ...

Visitors

free counters
Free counters
Copyright 2014 Journey of My Life.
Distributed By My Blogger Themes | Designed By OddThemes