Dream House

Sejak kecil samai sekarang ini udah gak tau deh berapa kali tukar posisi barang di rumah. Awalnya aku suka-suka aja dengan pergantian suasana. Sampai akhirnya aku berpikir berapa banyak waktu yang terbuang untuk proses tersebut. Karena semakin ke sini semakin banyak PR yang harus dikerjakan, aku pikir tukar-tukar posisi barang bukan hal darurat. Apalagi kalo yang punya ide butuh bantuan orang lain. Karena itu juga rumah impianku terus berubah.
Tau, yah, acara Rumah Idaman yang tayang di akhir pekan di stasiun TV Indo***r? Karena hampir gak pernah kelewat acara yang satu ini, aku jadi pengen punya rumah kayak ini dan itu. Ditambah lagi pas keluargaku mau bangun rumah, Abah jadi suka beli majalah Idea dan tabloid Rumah. Kesukaanku sama rumah makin menjadi. Akibatnya cita-citaku bergeser jadi arsitek.  Tapi karena pengalaman di atas, aku mulai mengubah cara pandangku pada perabot rumah, mana yang penting.
Walau pun denah rumah kadang itu lagi itu lagi, urusan jenis perabot berubah banyak. Sebelumnya, aku mau cerita sedikit. Kurang lebih seperti ini denah rumah kami kalo jadi:
Dan kalo ingatanku masih baik, udah tiga kali posisi ruang periksa dan ruang tamu berganti-ganti. Tadinya kamar di sebelah ruang tamu pernah sekali jadi ruang periksa. Awalnya kamar tidur, terus ruang periksa, eh, jadi kamar lagi sampai sekarang.
Hal lain yang bikin males adalah perabot-perabot yang besar-besar dan berat. Ada lemari atau bupet kayu jati yang isinya (orang tuaku suka kayu jati) buku-buku tebal dan berbagai perabot dapur. Selain itu (lihat denah), ada sekat tripleks di situ. Sekat ini udah dua kali bergeser. Pertama nutupin pandangan pintu depan rumah ke pintu tempat cuci. Waktu itu kamar tidur depan jadi ruang periksa dan ruang tamu jadi ruang tunggu pasien. Kedua, yah posisinya saat ini.  Bener-bener, deh, butuh seharian untuk urusan sekat ini. Pekerjaan berat banget yang ujung-ujungnya aku juga yang beres-beres sampai akhir. Ini yang bikin sebel karena tipe orang di rumahku jarang banget mau menyelesaikan satu pekerjaan sampai tuntas. Kalo ada orang lain yang bisa ngerjain sampai akhir, kenapa gak nyuruh yang lain aja. Kebangetan emang. Suka bikin kesel sendiri tuh akunya.
Pernah sekitar tahun 2014, gak lama setelah tetehku nikah dan pergi dari rumah, lemari kayu pinus custom made kena makan rayap. Dugaan sih ini rayap menjalar dari sekat tripleks tadi. Ketauan pas mau buka sepatu, kayak ada tanah-tanahnya gitu. Beberapa barang di laci, kayak sepatu Eagle-ku dan catridge bekas tinta printer jadi ada kerak tanah di sisi luarnya. Eh, pas dicek sampai ke ujungnya, ternyata bagian bawah lemari udah habis. Mulai, deh, tuh proses pembersihan rayap. Disodok-sodok dasar lemari, disemprot Baygon, dibawa keluar rumah, dibongkar (emang bisa dibongkar pasang). Sampai akhirnya dibuang dan tersisa dua laci sepatu. Sehari lebih, deh, aku ngurus tuh lemari. Karena itulah, aku mulai berpikir, semakin berpikir, hidupku bukan cuma buat beres-beres (apalagi kalo seorang diri ngurus banyak hal). Maka dari itu hal pertama yang aku soroti adalah perabot dan mebel.
1. Sofa dan lemari penyimpanan.
Aku tidak mau sofa besar penuh bantalan yang bikin ruangan kecil makin sempit. Mengingat perumahan saat ini ukurannya kecil, punya perabot besar hanya akan membuat rumah dan ruang semakin sempit. Kalo pun punya sofa, harus ada tempat penyimpanan di bawahnya. Jadi multifungsi. Atau kursi kayu pun sudah cukup atau lesehan aja, deh, pake tiker.
Pengalaman punya ibu yang perfeksionis dalam hal kebersihan dan bersih-bersih sampai debu seujung kuku, membersihkan perabot seperti lemari membutuhkan tenaga dan waktu khusus. Bagian atas masih bisa dibersihkan dengan mudah, tapi sisi bawahnya lebih susah lagi—kecuali punya penyedot debu. Karena itu untuk lemari aku punya standar tertentu. Lemari gak usah yang dari kayu berat penuh ukiran macam-macam yang kalo debuan sela-selanya lumayan bersihinnya. Mending yang datar aja polanya. Dan harus napak tanah, eh, lantai dan sampai plafon. Berhubung aku alergi debu dan punya asma, aku harus meminimalisir tempat debu hinggap. Syukur sekarang banyak mebel yang datar tanpa bentuk yang ribet.
2.  Lampu
Punya lampu gantung berarti harus siap bersihin entah itu dikerjain sendiri atau pakai jasa orang lain. Jadi, pakai lampu biasa aja tanpa pelindung. Kalau pakai pelindung, misalnya bentuknya kotak atau cembung, yang ribet itu pas ganti lampunya.
3. Kamar mandi
Harus terpisah antara area kering dan basah. Kenapa? Aku mulai dengan pertanyaan dulu, ya. Siapa yang sering nyikat kamar mandi? Bagaimana rasanya? Wah, bukan main banyaknya yang harus disikat. Baknya, dindingnya, keramiknya …. Berhubung aku juga kayak ibuku, pengennya hamam (kamar mandi) kinclong. Mengingat butuh tenaga yang lumayan, aku lebih pilih area basah ada khusus dan gak usah pake bak (ngurasnya itu loh yang lumayan juga).
Odol, sabun, sikat gigi, simpan aja di luar biar kena matahari atau buat lemari kecil di dalam hamam biar gak gampang lumutan atau kekuning kecoklatan dan akhirnya perlu dibersihin juga, disikat juga. Aku setuju dengan Konmari kalo botol-botol yang disimpan di hamam lama-lama akan kotor yang keliatannya malah jadi jorok. Aku juga akan menerapkan satu sabun untuk semua penghuni. Jadi di hamam tidak banyak produk untuk si A merek X, si B merek Y, misalnya. Dan tentu harus alami. Sampo, sabun badan dan muka harus batang. Odol harus pasta di wadah yang bisa dipakai lagi atau pakai siwak aja sekalian. Kelar, deh, isi kamar mandi. Gak perlu bejibun isinya. Jadi rapi, kan? Satu lagi hampir lupa, kamar mandi juga perlu cahaya matahari. Karena kamar mandi saat ini tanpa ventilasi, jadi agak pengap. Apalagi kalau lagi musim hujan, jadi makin lembab, deh. Maka penting untuk mendapat jatah sinar matahari di bagian rumah yang satu ini.
4. Dapur
Sama seperti hamam, dapur juga harus dapet sinar sang mentari. Aku tidak suka dapur (juga hamam) yang kedap cahaya atau dapet cahaya sedikit, dipojokan tanpa pintu belakang. Dapur impianku akan setengah terbuka. Pernah nonton “Urban Chef”? Kurang lebih akan seperti itu dapurnya. Dan tidak kalah penting, pot-pot tanaman menggantung tidak jauh dari bak cuci piring. Biar kuah sayur, air bekas minum bisa disiram ke pot. Tempat penyimpanan perabot harus maksimal dipakai. Kalo pernah lihat video tentang tiny house, kurang lebih kayak gitu bentuknya.
5. Kamar tidur
Hasil berjibaku dengan kutu kasur, harus hati-hati banget sama makhluk kecil ini. Tidur jadi gak tenang dan kamar jadi gak sehat. Penting juga untuk memilih spring bed yang bagus (harga emang gak boong, deh). Untuk dipan, harus juga berfungsi sebagai tempat simpan-simpan barang. Kalo pun gak ada dipan, yah kasurnya di lantai juga oke. Gak banyak yang aku mau untuk kamar tidur. Itu aja udah cukup.
 Dari lima hal ini, ketauan, yah, kalo aku rada males juga bersih-bersih. Pengennya sedikit bersih-bersih, tapi rumah bersih. Dan alasan kenapa aku mau seperti ini sekali lagi karena efek hidup di lingkungan yang harus banget bersih kinclong. Aku juga gak perfeksionis amat, sih. Pasti akan ada debu nantinya. Aku hanya berusaha meminimalisir kemungkinannya. Aku mungkin gak perlu meja makan. Udah lesehan aja. Bener, deh, punya banyak perabot juga berarti akan menyita, menghabiskan waktu, tenaga, dan pikiran kita yang sebenarnya bisa dialihkan untuk hal lain yang lebih produktif.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

I really thank you for looking and read my blog. Have a nice day! And always be a good person everyday

0 komentar:

Posting Komentar